Jakarta — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus memperkuat perannya dalam mendukung program pemerintah menyediakan hunian bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Dalam kebijakan terbarunya, OJK menegaskan komitmennya untuk memperluas akses pembiayaan perumahan melalui berbagai regulasi strategis.
“Salah satu langkah konkret yang diambil adalah memberikan fleksibilitas kepada Lembaga Jasa Keuangan (LJK) dalam menyalurkan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). LJK diperkenankan menyesuaikan kebijakan kredit sesuai dengan manajemen risiko yang telah diterapkan. Per November 2024, sebanyak 2,35 juta rekening kredit baru telah disalurkan kepada debitur yang sebelumnya memiliki riwayat kredit non-lancar. Hal ini menunjukkan keberhasilan pendekatan inklusif dalam memperluas pembiayaan KPR,” jelas Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi, M. Ismail Riyadi.
1. Peran Penting SLIK dalam Pembiayaan
Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) menjadi pilar penting dalam mendukung penyaluran kredit perumahan. SLIK memberikan informasi netral yang membantu mengurangi asimetri informasi antara debitur dan pemberi kredit, mencegah moral hazard, serta memperlancar proses pembiayaan. Namun, OJK menekankan bahwa penggunaan SLIK hanyalah salah satu komponen dalam analisis kelayakan debitur dan bukan penentu tunggal dalam keputusan kredit.
OJK juga membuka kanal pengaduan melalui Kontak 157 untuk menangani kendala dalam pengajuan KPR, termasuk pelaporan data yang belum diperbarui di SLIK. Satuan tugas khusus bersama Kementerian Perumahan dan stakeholder lain akan dibentuk untuk mempercepat penyelesaian masalah tersebut.
2. Kebijakan Strategis untuk Mendukung KPR
Beberapa kebijakan yang telah diterapkan OJK guna mendorong pembiayaan sektor perumahan antara lain:
- Penilaian Kualitas Aset yang Lebih Fleksibel: Kualitas KPR dengan plafon hingga Rp5 miliar kini dapat dinilai berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan bunga, sebagaimana diatur dalam POJK No.40/POJK.03/2019.
- Bobot Risiko yang Lebih Rendah untuk KPR: Kredit properti rumah tinggal dikenakan bobot risiko ATMR yang lebih rendah dibandingkan kredit lainnya. Skema granular dalam SEOJK No.24/SEOJK.03/2021 memungkinkan penurunan bobot risiko seiring pembayaran cicilan, meningkatkan ruang permodalan bank.
- Pencabutan Larangan Kredit Tanah: Larangan kredit untuk pengadaan tanah telah dicabut sejak Januari 2023, memberi keleluasaan bagi pengembang perumahan untuk memperoleh pembiayaan, dengan tetap menerapkan manajemen risiko yang ketat.
3. Dukungan Likuiditas dan Penyempurnaan Skema Pembiayaan
Melalui kerja sama dengan stakeholder terkait, OJK akan membahas skema dukungan likuiditas untuk program pembangunan 3 juta rumah. Salah satu inisiatif yang dipertimbangkan adalah penyempurnaan skema Efek Beragun Aset Surat Partisipasi (EBA SP) di pasar modal, yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pembiayaan yang besar.
Dengan kebijakan yang inklusif dan fleksibel, OJK optimistis dapat berkontribusi signifikan dalam meningkatkan akses perumahan bagi MBR serta memperkuat stabilitas sektor pembiayaan perumahan di Indonesia. Masyarakat diharapkan semakin mudah memiliki hunian layak dengan dukungan kebijakan progresif ini.