Tentara Korea Utara yang Membantu Rusia Merasa Putus asa dan Takut Dicap Pengkhianat Negara

EtIndonesia. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengungkapkan bahwa sepertiga pasukan Korea Utara yang mendukung Rusia telah tewas atau terluka. Laporan menyebutkan bahwa tingginya angka korban membuat tentara Korea Utara mengalami gangguan psikologis dan menurunnya daya juang.

Pada tanggal 9 Maret, sumber di Pyongyang yang dilaporkan oleh DailyNK menyebutkan bahwa tentara Korea Utara yang dikirim ke Rusia menunjukkan tanda-tanda ketakutan akan kematian, serta ketidaknyamanan akibat perbedaan budaya, yang membuat mereka sulit beradaptasi. Pihak berwenang Korea Utara kini sedang mencari solusi untuk masalah ini.

Menurut laporan yang diterima pada akhir Desember 2024 dari medan perang di Rusia, meskipun tentara Korea Utara telah melalui pelatihan fisik dan ideologis yang ketat di dalam negeri, mereka mengalami gangguan psikologis yang signifikan dalam pertempuran nyata, hingga merasa sangat cemas.

Laporan dari perwira militer Korea Utara yang ditempatkan di Rusia menyebutkan bahwa kepercayaan diri tentara semakin menurun dibandingkan saat pertama kali dikirim. Mereka kehilangan keyakinan akan masa depan dan tidak bisa lepas dari ketakutan akan kematian.

Tentara yang belum pernah keluar dari Korea Utara sebelumnya mengalami kejutan budaya ketika bekerja sama dengan tentara Rusia. Hal ini memperparah masalah yang ada.

Para tentara Korea Utara yang untuk pertama kalinya bertemu dengan orang asing merasa sangat penasaran, tetapi juga mengembangkan perasaan minder. Tentara Korea Utara yang terbiasa dengan pengawasan ketat dan aturan ketat merasa rendah diri ketika melihat tentara Rusia yang bebas dan percaya diri.

Sumber juga mengungkapkan bahwa menurut laporan lapangan, beberapa tentara Rusia mengatakan bahwa tentara Korea Utara “tidak dianggap manusia.” Namun, pihak berwenang Korea Utara menilai bahwa kendala komunikasi akibat perbedaan bahasa dan budaya membuat tentara mereka menjadi ragu dan cemas.

Laporan itu juga menyebutkan bahwa ketidakpuasan tentara Rusia terhadap tentara Korea Utara semakin meningkat, sehingga mengganggu kerja sama militer antara kedua belah pihak.

Sumber menyebutkan bahwa meningkatnya jumlah korban di antara tentara Korea Utara telah menimbulkan ketakutan besar dan tekanan psikologis. Ketidakmampuan mereka untuk beradaptasi juga memperburuk situasi, menyebabkan daya juang yang rendah. Bahkan, dikhawatirkan ada tentara yang bisa melakukan pengkhianatan.

Oleh karena itu, pihak berwenang Korea Utara sedang mempertimbangkan untuk mengirimkan lebih banyak pejabat tingkat tinggi ke Rusia guna mencegah gangguan ideologis di kalangan tentara.

Kekalahan Fatal: Pasukan Khusus Korea Utara Hancur dalam 4 Jam

Pada Januari 2024, pasukan Ukraina melancarkan serangan besar-besaran di wilayah Kursk, Rusia, yang berhasil menghancurkan pasukan khusus Korea Utara. Peristiwa ini mengungkap kelemahan fatal dalam aliansi militer Rusia-Korea Utara dalam perang modern.

Foto-foto yang dirilis oleh militer Ukraina menunjukkan banyaknya mayat tentara Korea Utara di hutan pegunungan di bagian timur Kursk. Pasukan khusus Korea Utara yang merupakan unit paling elit dari Tentara Rakyat Korea terkena jebakan tembakan Ukraina, sehingga hampir seluruh pasukan musnah hanya dalam waktu kurang dari empat jam.

Pasukan Ukraina menggunakan teknologi drone canggih dan peluncur granat otomatis untuk menyerang formasi infanteri Korea Utara dengan presisi. Karena kurangnya perlindungan lapis baja, pasukan aliansi Rusia-Korea Utara hampir tidak bisa melawan serangan ini, hanya bergantung pada kendaraan ringan seperti sepeda motor, kendaraan listrik, dan kendaraan segala medan (ATV) untuk bergerak di medan perang, yang memperlihatkan kerentanan besar mereka.

Sejak akhir 2024, Korea Utara dilaporkan telah mengirim lebih dari 10.000 tentara ke Rusia, termasuk sejumlah besar pasukan khusus. Mereka ditugaskan dalam unit tempur darat dan lintas udara Rusia.

Keterlibatan Korea Utara bertujuan untuk mendapatkan pengalaman tempur nyata. Namun, hambatan bahasa dan budaya membuat kerja sama mereka dengan tentara Rusia menjadi sulit.

Selain mengirimkan pasukan khusus, Korea Utara juga menyediakan peralatan tempur berat. Menurut akun X NOELreports, sistem artileri swa-gerak 170 mm “Koksan” milik Korea Utara aktif digunakan oleh militer Rusia di Ukraina. Beberapa kereta yang membawa sistem artileri ini terlihat di Rusia, menunjukkan bahwa dukungan Korea Utara tidak hanya berupa personel tetapi juga peralatan militer berat. Penggunaan sistem artileri ini telah meningkatkan intensitas perang.

Strategi Taktik yang Usang Menyebabkan Tingginya Korban Jiwa

Laporan dari berbagai sumber menyebutkan bahwa tentara Korea Utara di medan perang menggunakan taktik serangan frontal dalam kelompok yang terdiri dari 30-40 personel. Strategi ini menyebabkan tingginya korban jiwa akibat serangan cluster munition dan drone Ukraina, bahkan dalam satu serangan seluruh unit bisa musnah.

Kekurangan peralatan modern, seperti senjata berat dan dukungan tank, semakin memperburuk situasi. Tentara Korea Utara bahkan tidak memiliki pakaian kamuflase salju yang memadai, hanya mengandalkan mantel putih sederhana yang mereka buat sendiri untuk menghadapi cuaca dingin.

Taktik perang Korea Utara yang usang dan kurangnya sumber daya diduga berasal dari beberapa alasan berikut:

  1. Mencegah pembelotan: Pasukan kecil lebih rentan terhadap ketakutan atau turunnya daya juang, sehingga Korea Utara memilih serangan frontal dalam kelompok besar untuk menekan kemungkinan pembelotan.
  2. Pola pelatihan yang kaku: Tentara Korea Utara telah lama dilatih dengan pendekatan kolektif dan serangan frontal, tanpa adaptasi terhadap perang modern yang lebih fleksibel.
  3. Kurangnya peralatan: Ketiadaan senjata berat dan tank membuat mereka tidak punya pilihan selain mengandalkan jumlah dan keberanian untuk mengatasi kelemahan teknis.

Meskipun tentara Korea Utara menunjukkan loyalitas yang tinggi terhadap Kim Jong Un dalam surat dan buku harian mereka, pengorbanan mereka yang simbolis tampaknya diragukan dapat mengubah jalannya perang. (jhn/yn)

FOKUS DUNIA

NEWS