Bank Indonesia Pangkas Suku Bunga, Perkuat Dukungan Pertumbuhan Ekonomi

Jakarta, 15 Januari 2025 — Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menurunkan BI-Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,75%, suku bunga Deposit Facility menjadi 5,00%, dan suku bunga Lending Facility menjadi 6,50%. Kebijakan ini diambil dengan mempertimbangkan prakiraan inflasi yang terkendali dalam sasaran 2,5±1% untuk tahun 2025 dan 2026 serta stabilitas nilai tukar Rupiah.

Penurunan suku bunga mencerminkan langkah BI dalam menjaga keseimbangan antara stabilitas makroekonomi dan dorongan untuk pertumbuhan ekonomi di tengah dinamika global. Ke depan, BI akan terus mengarahkan kebijakan moneter untuk memastikan inflasi terkendali, stabilitas nilai tukar terjaga, dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

Kebijakan Makroprudensial dan Sistem Pembayaran

Untuk memperkuat pertumbuhan, BI melanjutkan kebijakan makroprudensial longgar yang menargetkan peningkatan kredit kepada sektor-sektor prioritas, termasuk UMKM dan ekonomi hijau. Melalui strategi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) yang mulai diterapkan pada Januari 2025, BI mendorong perbankan untuk meningkatkan pembiayaan dengan tetap mematuhi prinsip kehati-hatian.

Sektor sistem pembayaran juga menjadi fokus dengan penguatan digitalisasi melalui fitur BI-FAST fase baru, mencakup layanan seperti transfer kolektif dan transfer debit langsung. Langkah ini diharapkan memperluas inklusi keuangan dan mendorong efisiensi di sektor perdagangan dan UMKM.

BI juga memperkenalkan inisiatif elektronifikasi di berbagai sektor, termasuk program kesejahteraan sosial dan transportasi, untuk mendukung efisiensi dan inklusi keuangan.

Bauran Kebijakan dan Langkah Strategis

Untuk menjaga stabilitas dan mendorong investasi, BI memperkenalkan langkah-langkah berikut:

  • Penguatan strategi operasi moneter pro-market dengan optimalisasi instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI) untuk mempercepat pendalaman pasar uang dan mendorong aliran modal asing.
  • Stabilisasi nilai tukar Rupiah melalui intervensi di pasar valuta asing pada transaksi spot dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), serta dukungan di pasar Surat Berharga Negara (SBN) sekunder.
  • Transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan memperdalam analisis sektor prioritas yang menjadi cakupan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial.

Respons Terhadap Kondisi Global

Bank Indonesia mencermati pelebaran divergensi pertumbuhan ekonomi global. Perekonomian Amerika Serikat tumbuh lebih kuat didorong stimulus fiskal dan investasi teknologi, sementara Eropa, Tiongkok, dan Jepang menunjukkan pelemahan akibat rendahnya kepercayaan konsumen dan produktivitas. Ketidakpastian kebijakan moneter global memperkuat preferensi investor untuk aset AS, meningkatkan tekanan pada mata uang negara berkembang.

Di Indonesia, ekonomi tumbuh solid meski di bawah prakiraan. Konsumsi rumah tangga masih lemah, terutama di segmen menengah ke bawah, sementara ekspor terdampak perlambatan permintaan global kecuali dari AS. Investasi swasta juga tertahan karena kapasitas produksi yang masih mencukupi permintaan domestik dan ekspor.

Sinergi Kebijakan dan Ketahanan Eksternal

BI memperkuat koordinasi dengan pemerintah melalui pembelian Surat Berharga Negara (SBN) bilateral untuk menjaga stabilitas pasar obligasi. Selain itu, BI mendukung program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) guna meningkatkan ketahanan pangan dan menekan inflasi volatile food.

BI juga memperluas digitalisasi keuangan daerah melalui Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (TP2DD), mendorong transformasi digital di tingkat pemerintah lokal. Sinergi dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) terus diperkuat untuk memitigasi risiko ketidakpastian global.

Neraca Pembayaran Indonesia tetap sehat dengan surplus perdagangan Desember 2024 mencapai 2,2 miliar dolar AS, didukung ekspor komoditas unggulan. Posisi cadangan devisa sebesar 155,7 miliar dolar AS setara pembiayaan impor lebih dari enam bulan. Meski tekanan global meningkat, Rupiah hanya melemah 1% terhadap dolar AS hingga Januari 2025, lebih baik dibandingkan mata uang Asia lainnya seperti rupee India dan peso Filipina.

Optimisme dan Tantangan ke Depan

Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Desember 2024 berada di 1,57% (yoy), didorong inflasi inti yang stabil di 2,26% (yoy). Bank Indonesia optimistis inflasi tetap terjaga dalam sasarannya 2,5±1% pada 2025-2026 dengan dukungan kebijakan stabilisasi nilai tukar dan sinergi pengendalian inflasi di tingkat pusat dan daerah.

Pertumbuhan kredit pada 2024 mencapai 10,39% (yoy) dengan dukungan insentif likuiditas untuk sektor prioritas. Kredit konsumsi, investasi, dan modal kerja masing-masing tumbuh positif, memperlihatkan potensi pertumbuhan kredit yang lebih tinggi pada 2025 dengan kisaran target 11-13%.

Dengan optimisasi kebijakan makroprudensial, akselerasi digitalisasi, serta koordinasi kebijakan yang solid, BI yakin dapat menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan sepanjang 2025.

FOKUS DUNIA

NEWS