EtIndonesia. Dalam sebuah perkembangan yang mengguncang kawasan, Israel dan Hamas telah mencapai kata sepakat atas gencatan senjata dan pelepasan sandera setelah melalui mediasi intensif yang dihadiri oleh perwakilan Qatar dan Amerika Serikat. Namun, suasana yang tadinya dipenuhi harapan rekonsiliasi segera berubah ketika beberapa jam setelah pengumuman kesepakatan, situasi di Jalur Gaza kembali memanas.
Serangan Balasan yang Meningkat
Menurut laporan Reuters, militer Israel mengonfirmasi telah melancarkan serangan terhadap sekitar 50 target di wilayah Gaza. Serangan ini terjadi sebagai respons atas tembakan sebuah roket oleh kelompok bersenjata di Gaza ke wilayah Israel. Kejadian ini memicu kekhawatiran di kalangan masyarakat internasional yang berharap kesepakatan akan membawa stabilitas di kawasan.
Klarifikasi dari Pemerintah Israel
Dalam pernyataan resmi pada 16 Januari 2025, kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menuduh Hamas telah melanggar ketentuan kesepakatan yang disepakati pada hari sebelumnya di Doha. Menurut pernyataan tersebut, Hamas diduga sengaja mencabut beberapa poin penting dari perjanjian dalam upaya menciptakan krisis di detik-detik terakhir guna memperoleh konsesi tambahan dari pihak Israel. Akibatnya, pemungutan suara di kabinet yang berkaitan dengan kesepakatan gencatan senjata pun ditunda, dengan penegasan bahwa pertemuan kabinet tidak akan dilanjutkan sebelum Hamas menyetujui seluruh ketentuan yang telah disepakati.
Ancaman dan Tekanan dari Kedua Belah Pihak
Tak hanya pihak Israel, Hamas juga memberikan peringatan keras terkait kelanjutan serangan udara dan artileri pasca pengumuman gencatan senjata. Hamas menilai bahwa tindakan militer tersebut akan membahayakan sandera yang hampir segera dibebaskan.
Sementara itu, Menteri Keuangan Israel, Bezalel Yoel Smotrich, mendesak Perdana Menteri Netanyahu untuk menandatangani jaminan bahwa meskipun tahap pertama kesepakatan telah tercapai, perang melawan Hamas akan terus berlanjut.
Di sisi lain, calon penasihat keamanan nasional AS, Michael Waltz , menyatakan dukungan penuh bagi Israel apabila Hamas terbukti melanggar perjanjian, dengan menegaskan bahwa dukungan tersebut akan mengembalikan modus operandi peperangan, sehingga kekuasaan Hamas atas Jalur Gaza nantinya dapat ditiadakan.
Detail Pelepasan Sandera dan Respon Publik
Tahap pertama dari kesepakatan pelepasan sandera diperkirakan akan menghasilkan pembebasan 33 sandera. Namun, laporan menyebutkan bahwa dari 33 sandera tersebut, hanya 23 yang diyakini masih hidup. Di antara sandera asal Amerika Serikat di Jalur Gaza, hanya tiga dari tujuh yang masih berada dalam kondisi hidup. Kesepakatan ini memicu reaksi keras di kalangan masyarakat Israel, di mana ribuan demonstran melakukan aksi protes di Yerusalem dengan menolak perjanjian antara Israel dan Hamas.
Proses Negosiasi Lanjutan dan Rencana Taktis
Menurut laporan Saluran Channel 12, sejak pagi tanggal 16 Januari, sebagian besar konflik terkait kesepakatan telah diatasi melalui negosiasi intensif antara perwakilan Israel dan Hamas. Kedua belah pihak telah menandatangani kesepakatan akhir, sementara kabinet Israel direncanakan untuk mengadakan pemungutan suara pada tanggal 17 Januari 2025. Efektivitas kesepakatan ini diharapkan mulai diberlakukan pada 19 Januari 2025.
Dalam langkah strategis lainnya, Pasukan Pertahanan Israel dijadwalkan melakukan pertemuan koordinasi di Mesir pada tanggal 17 Januari 2025. Tujuan pertemuan ini adalah untuk mengoordinasikan pengiriman pulang sandera, yang dijadwalkan berlangsung pada hari Minggu bersamaan dengan implementasi gencatan senjata.
Kesimpulan
Meski kesepakatan gencatan senjata dan pelepasan sandera tersebut sempat memberikan secercah harapan akan meredanya ketegangan di kawasan, situasi di lapangan terus menunjukkan dinamika yang tidak menentu. Tudingan pelanggaran perjanjian dari pihak Hamas, serta serangan balasan dari Israel, menandakan bahwa jalan menuju perdamaian masih panjang dan penuh tantangan. Masyarakat internasional dan regional kini mengawasi dengan seksama perkembangan ini, sambil berharap bahwa upaya diplomatik dapat segera membawa stabilitas dan keamanan kembali ke kawasan yang selama ini dilanda konflik berkepanjangan.