EtIndonesia. Institute for the Study of War (ISW), sebuah think tank yang berbasis di Washington, AS, merilis laporan yang menyatakan bahwa 12.000 tentara Korea Utara yang dikirim ke Rusia untuk berpartisipasi dalam perang Rusia-Ukraina mengalami kerugian yang sangat besar. Hingga pertengahan April tahun ini, mereka kemungkinan akan kehilangan semua kemampuan tempur, baik karena tewas maupun terluka.
Dalam laporan yang dirilis pada 16 Januari, ISW mengutip pernyataan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy pada awal Januari, yang menyebutkan bahwa di wilayah Kursk, Rusia, 3.800 tentara Korea Utara telah tewas atau terluka.
Menteri Pertahanan Ukraina, Rustem Umerov, pada 5 November, mengatakan bahwa tentara Korea Utara telah terlibat dalam bentrokan kecil dengan tentara Ukraina. Namun, sejak 6 Desember, blog militer Rusia melaporkan bahwa tentara Korea Utara mulai terlibat dalam operasi yang lebih besar.
Tingginya Tingkat Kehilangan Tentara Korea Utara
Menurut laporan tersebut, sejak awal keterlibatan dalam operasi besar pada Desember 2023, kerugian harian tentara Korea Utara diperkirakan mencapai 92 personel per hari. Saat ini, terdapat sekitar 12.000 tentara Korea Utara yang dikerahkan di wilayah Kursk. Jika tingkat kehilangan ini terus berlanjut, semua tentara Korea Utara tersebut diperkirakan akan tewas atau terluka dalam waktu 12 minggu (sekitar pertengahan April).
Badan Intelijen Nasional Korea Selatan, dalam laporan pada 13 Januari, menyebutkan bahwa hingga saat ini, 300 tentara Korea Utara telah tewas di wilayah Kursk, dan 2.700 lainnya luka-luka.
ISW menganalisis bahwa kerugian yang dialami tentara Korea Utara lebih sering berupa luka-luka daripada kematian, tetapi tidak jelas apakah tentara yang terluka akan kembali ke medan perang atau tidak.
Analisis dari Ahli Militer Ukraina
Analis militer Ukraina, Oleksandr Kovalenko, pada 18 Januari, memposting di Telegram bahwa kelompok pertama tentara Korea Utara mulai berpartisipasi dalam perang di wilayah Kursk pada akhir Oktober hingga awal November. Keterlibatan mereka mencapai puncaknya pada Desember.
Menurut Kovalenko, sebagian besar kerugian tentara Korea Utara terjadi pada Desember dan paruh pertama Januari. Berdasarkan perkiraannya, tentara Korea Utara kehilangan 80 hingga 90 personel per hari, setara dengan kekuatan satu kompi. Dalam waktu dua bulan, kekuatan tempur tentara Korea Utara telah mengalami penurunan sebesar 30%.
Kovalenko menambahkan bahwa tidak ada satu pun unit militer Rusia yang mengalami kerugian sebesar itu dalam waktu singkat.
Dia percaya bahwa sebelum 12.000 tentara Korea Utara yang dikerahkan ke Kursk habis karena tewas atau terluka, Pemerintah Korea Utara tidak akan memiliki pilihan lain selain mengirim gelombang kedua pasukan ke Rusia.
Faktor Kerugian Besar Tentara Korea Utara
Sebelumnya, the Epoch Times melaporkan bahwa tentara Korea Utara mengalami kerugian besar karena ditempatkan sebagai pasukan penyerang garis depan di medan perang terbuka, lingkungan yang sama sekali tidak mereka kenal. Selain itu, kemampuan mereka untuk menghadapi serangan drone sangat terbatas. Hal ini membuat mereka menderita kerugian besar dan bahkan dianggap sebagai “beban” oleh militer Rusia.
Kim Jong-un Kemungkinan Akan Mengirim Pasukan Gelombang Kedua ke Rusia
Invasi penuh Rusia ke Ukraina telah berlangsung selama 1060 hari. Pasukan Rusia, yang kehabisan tenaga dan gagal mencapai hasil yang memadai, hanya bisa meminta dukungan Korea Utara. Namun, pasukan Korea Utara justru mengalami kerugian yang jauh lebih besar saat menghadapi tentara Ukraina, dengan rata-rata kehilangan satu kompi setiap hari. Para ahli memperkirakan, Kim Jong-un kemungkinan besar harus mengirim gelombang kedua pasukan ke Rusia.
Defense Express, dalam laporan terbarunya yang mengutip informasi dari kelompok Information Resistance Group, mengungkapkan analisis militer dan politik dari Oleksandr Kovalenko. Menurut Kovalenko, pasukan Korea Utara yang dipimpin oleh Brigade Marinir ke-810 pertama kali terlibat dalam pertempuran melawan tentara Ukraina di wilayah Kursk, Rusia, pada akhir Oktober hingga awal November 2024. Awalnya, jumlah pasukan yang dikerahkan masih sedikit, namun mencapai puncaknya pada Desember.
Kovalenko memperkirakan bahwa Kim Jong-un tidak akan memiliki pilihan lain selain mengirimkan gelombang kedua pasukan Korea Utara ke Rusia. Hal ini akan dilakukan sebelum gelombang pertama benar-benar hancur total.Rusia dan Ukraina sama-sama berupaya mendapatkan lebih banyak keuntungan strategis sebelum Donald Trump dilantik sebagai presiden. Putin dan Kim Jong-un bergegas mencoba merebut kembali wilayah Kursk dari tentara Ukraina sebelum tanggal 21 Januari, tetapi target tersebut tampaknya sudah tidak mungkin tercapai.(jhn/yn)