Tiga dari lima reservoir telah dikosongkan, yang menurut seorang ahli hidrologi menunjukkan masalah serius.
ETIndonesia. Retakan telah terdeteksi pada lima bendungan pembangkit listrik tenaga air dari 14 yang diperiksa oleh otoritas Tiongkok di Tibet setelah gempa berkekuatan 6,8 mengguncang wilayah tersebut pada 7 Januari, menewaskan setidaknya 126 orang.
Tiga dari lima bendungan yang terdampak tersebut telah dikosongkan, kata seorang pejabat manajemen darurat Tibet dalam konferensi pers pada 16 Januari. Seorang ahli hidrologi mengatakan bahwa hal ini menunjukkan masalah yang sangat serius.
Laporan resmi rezim Tiongkok hanya menyebutkan dua reservoir yang telah dikosongkan: Reservoir Cuoguo di Desa Cuoguo, Kabupaten Tingri dengan kapasitas 580.000 meter kubik; dan Reservoir Laang, yang terletak di Desa Changsuo, Kabupaten Tingri, dengan kapasitas penyimpanan 450.000 meter kubik.

Tingri adalah pusat gempa. Otoritas Tiongkok melaporkan bahwa gempa tersebut berkekuatan 6,8, dengan intensitas mencapai 9 dari 10. Sebuah lembaga pemantau di Amerika Serikat mendeteksi bahwa gempa di Tibet memiliki magnitudo 7,1.

Dinding salah satu bendungan pembangkit listrik tenaga air miring setelah gempa, menyebabkan sekitar 1.500 orang dari enam desa di hilir reservoir dievakuasi ke tempat yang lebih tinggi dan jauh dari sungai, menurut pejabat.
Sebanyak 60 monitor geofisika listrik berteknologi tinggi telah dipasang di bendungan Reservoir Cuoguo di Kabupaten Tingri untuk pemantauan real-time selama proses pengosongan, dan kanal telah digali untuk mengarahkan aliran air, menurut laporan resmi.

Rezim komunis Tiongkok mengontrol informasi secara ketat mengenai gempa bumi di Tibet, tingkat kerusakannya, dan situasi bantuan bencana. Otoritas kini memilih untuk mengungkapkan informasi tentang lima bendungan yang retak dan tiga reservoir yang dikosongkan.
Wang Weiluo, seorang ahli hidrologi terkenal yang berbasis di Jerman, mengatakan kepada The Epoch Times bahwa hal ini menunjukkan masalahnya sangat serius, karena “mengosongkan reservoir adalah langkah terakhir untuk mencegah bencana besar setelah bendungan runtuh.”
“Kebanyakan reservoir di Tibet terutama digunakan untuk mengairi lahan pertanian. Jika mereka mengosongkan reservoir sekarang, tidak akan ada air ketika masa tanam dimulai di musim semi,” katanya.
Rezim Tiongkok telah membangun lebih dari 120 bendungan di Tibet, yang merupakan zona gempa aktif, sementara puluhan lainnya sedang direncanakan, menurut data publik.
Wang mengatakan bahwa ia tidak melihat adanya bukti bahwa rezim Tiongkok telah melakukan penilaian risiko ilmiah sebelum membangun bendungan-bendungan tersebut di Tibet, yang sering dilanda gempa bumi.
Sebagian besar bendungan di Tibet digunakan untuk irigasi, dengan tujuan mengubah cara hidup masyarakat Tibet, membuat mereka menetap seperti masyarakat Han dan bergantung pada pertanian untuk hidup, bukan pada cara hidup nomaden tradisional mereka, menurut Wang.
“Namun pada kenyataannya, hidup nomaden adalah cara terbaik untuk beradaptasi dengan lingkungan lokal di Tibet dan cara terbaik untuk melindungi lingkungan ekologi,” katanya.
Wang menambahkan bahwa gempa bumi sering terjadi di Tibet, dan magnitudonya biasanya tinggi.
“Kebanyakan korban tewas akibat rumah yang runtuh dalam gempa kali ini. Jika orang Tibet masih mempertahankan cara hidup nomaden, tinggal di tenda, apakah tenda-tenda itu akan runtuh dan menimpa orang hingga tewas?” tanyanya.
Beberapa bendungan di sungai-sungai besar di Tibet juga digunakan untuk pembangkit listrik tenaga air, tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan lokal, tetapi juga untuk menyuplai listrik ke daerah lain di Tiongkok, kata Wang.
Pada Desember 2024, Beijing menyetujui rencana pembangunan bendungan tenaga air terbesar di dunia di bagian hilir Sungai Yarlung Tsangpo (atau Yarlung Zangbo) di Tibet, dengan kapasitas pembangkitan listrik lebih dari tiga kali lipat Bendungan Tiga Ngarai, yang saat ini merupakan pembangkit listrik tenaga air terbesar di dunia. Proyek ini telah memicu kekhawatiran akan kerusakan pada ekosistem lokal, termasuk dampaknya terhadap India dan Bangladesh di hilir.
Bendungan raksasa yang direncanakan ini terletak di Dataran Tinggi Qinghai-Tibet, yang berbatasan dengan Nepal dan India utara, yang juga merupakan zona rawan gempa akibat tumbukan lempeng tektonik India dan Eurasia.
Dampak Ekologi
Di antara sungai-sungai yang bersumber dari dataran tinggi Tibet, beberapa mengalir ke timur menuju Tiongkok, sementara yang lain mengalir ke selatan menuju negara-negara Asia Tenggara dan Asia Selatan, menjadi sumber utama air bagi wilayah-wilayah tersebut.
Pembangunan bendungan, terutama bendungan besar di Tibet di bagian hulu sungai lintas negara, membahayakan sistem ekologi Tiongkok dan negara-negara tetangga di selatannya, serta dapat merusak lingkungan lokal dan global, kata Wang.
“Pertama, air yang dibutuhkan orang untuk bertahan hidup dikendalikan [oleh rezim Tiongkok]. Jumlah air yang mengalir ke hilir akan berkurang secara keseluruhan, distribusi air secara musiman akan berubah, dan risiko banjir serta kekeringan akan meningkat,” kata Wang tentang dampak negatif dari bendungan-bendungan itu.
“Selain itu, jumlah sedimen akan berkurang, makanan untuk ikan akan menurun, materi organik dalam air akan berkurang, dan kesuburan akan menurun, yang dapat menyebabkan daratan di muara sungai menyusut,” katanya.
Luo Ya dan Reuters berkontribusi pada laporan ini.
Sumber : Theepochtimes.com