Melindungi Kebebasan Korea Selatan: Para Profesor dari Seluruh Negeri Mengutuk Pemakzulan

ETIndonesia. Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol diberhentikan melalui pemakzulan oleh parlemen setelah mengumumkan darurat militer pada 3 Desember lalu. Saat ini, persidangan kasus tersebut sedang bergulir. Pada  Kamis (23/1/2025), beberapa anggota Aliansi Profesor Korea Selar mengadakan rapat umum di depan stasiun Gwanghwamun, Seoul. Aliansi Profesor Korea Selatan menyatakan bahwa pemakzulan presiden adalah tindakan ilegal, serta mengecam partai oposisi yang dianggap mengacaukan konstitusi negara.

Profesor dari Universitas Keimyung memperingatkan kekuatan pro-Korea Utara, pro-Partai Komunis Tiongkok (PKT), dan kelompok anti-demokrasi Korea Selatan untuk tidak melawan demokrasi. 

Ia juga menyatakan bahwa rakyat Korea akan bangkit dan mengadili mereka. Profesor tersebut juga mendesak Komisi Pemilihan Umum Pusat untuk menjelaskan kecurangan pemilu yang dirumorkan.


“Sistem konstitusi bebas Korea sedang runtuh. Korea berada di persimpangan jalan: apakah kita akan ditarik oleh kekuatan pro-Korea Utara menuju otoritarianisme, menjadi negara bawahan PKT, atau mempertahankan kebebasan menuju kemakmuran,” kata Profesor Lee Ji-yong dari Universitas Keimyung. 

“Demokrasi Korea yang bebas didasarkan pada pemilu, dan Komisi Pemilihan Umum Pusat memiliki tanggung jawab untuk melindungi integritas pemilu. Tetapi, muncul keraguan terkait kecurangan pemilu yang harus dijelaskan untuk memastikan transparansi dan keadilan,” tambahnya. 

Darurat militer yang diumumkan Presiden Yoon pada 3 Desember hanya berlangsung selama enam jam, menjadikannya periode darurat militer terpendek di dunia. Hal ini terjadi karena Presiden menerima permintaan parlemen untuk mencabut darurat militer. 

Namun, partai oposisi menganggap keputusan tersebut sebagai pemberontakan dan memulai pemakzulan terhadap Presiden. Setelah pemungutan suara pemakzulan pertama gagal, mereka kembali mengajukan pemakzulan dengan alasan bahwa pemungutan suara sebelumnya tidak sah.

“Dalam pemungutan suara pemakzulan kedua, mereka menambahkan tuduhan pemberontakan yang tidak disebutkan dalam pemakzulan pertama dan mempengaruhi beberapa anggota parlemen partai berkuasa untuk mendukung mereka,” kata Profesor Kim Byung-joon dari Universitas Gangnam. 

“Ini jelas merupakan penghinaan terhadap konstitusi Korea dan rakyat Korea. Ini adalah pelanggaran hukum yang serius dan, singkatnya, merupakan pemakzulan yang penuh tipu daya,” ujarnya. 

Pada hari yang sama, berbagai kelompok masyarakat juga ikut serta dalam rapat umum tersebut. Mereka menganggap bahwa tuduhan pemberontakan terhadap Presiden Yoon Suk-yeol dan pemakzulan ini adalah hal yang belum pernah terjadi sebelumnya. Mereka juga menegaskan bahwa demokrasi perlu dilindungi.

Sekretaris Jenderal Institut Pasar Bebas, Lee Han-yeol: “Kondisi saat ini bukan karena invasi musuh dari luar, tetapi politisi dalam negeri yang memanfaatkan pemilu untuk meraih kekuasaan, memaksa rakyat untuk melawan. Kami percaya bahwa melalui perlawanan rakyat, kami pada akhirnya akan melewati krisis ini.”

Peserta rapat umum mengungkapkan kekhawatiran terhadap situasi saat ini. Mereka menyerukan pembubaran partai-partai yang bekerja sama dengan Partai Komunis Tiongkok (PKT),  penghentian manipulasi opini publik, serta penghapusan kecurangan pemilu dan tindakan buruk lainnya. (Hui)

Sumber : NTDTV.com

FOKUS DUNIA

NEWS