EtIndonesia. Apa yang sebenarnya terjadi pada otak manusia saat menghadapi kematian? Bayangkan jika semua momen penting dalam hidup muncul kembali dalam hitungan detik, seolah-olah seperti kilat yang menyambar. Kesadaran terlepas dari belenggu tubuh, dan seseorang dapat mengenang kembali seluruh perjalanan hidupnya.
Sebuah tim ilmuwan untuk pertama kalinya berhasil mengamati aktivitas otak manusia saat proses kematian terjadi. Mereka menemukan bahwa fenomena ini memang nyata, dan menyebutnya sebagai “kilasan hidup di depan mata”. Temuan ini memperkuat kesaksian banyak orang yang pernah mengalami pengalaman mendekati kematian (NDE – Near Death Experience).
Menurut laporan Daily Mail, penelitian ini dipimpin oleh dr. Ajmal Zemmar dari Universitas Louisville, AS dan dipublikasikan dalam jurnal Frontiers in Aging Neuroscience pada tahun 2022.
Tim peneliti mengamati seorang pasien lansia berusia 87 tahun yang menderita epilepsi di Kanada. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, aktivitas otak manusia dalam proses kematian berhasil direkam. Hasilnya menunjukkan adanya gelombang otak yang mirip dengan “pemutaran ulang memori”, seolah-olah seseorang sedang mengalami kilasan hidup sebelum meninggal.
Sebagai seorang ahli bedah saraf, dr. Zemmar dan timnya memonitor aktivitas otak pasien selama 900 detik sebelum dan sesudah kematian. Mereka secara khusus fokus pada 30 detik sebelum dan sesudah jantung berhenti berdetak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun jantung pasien telah berhenti berdetak, gelombang otak yang terkait dengan ingatan tetap aktif. Bahkan, gelombang gamma, yang bertanggung jawab atas fungsi kognitif tingkat tinggi, mengalami peningkatan secara drastis.
Gelombang otak ini biasa ditemukan dalam otak manusia yang masih hidup dan berperan dalam berbagai fungsi seperti:
- Konsentrasi
- Mengakses ingatan
- Memproses informasi
- Bermimpi
- Meditasi
- Kesadaran diri
Para ilmuwan mengajukan dua hipotesis utama terkait fenomena ini:
- Hipotesis pertama: Kurangnya oksigen di otak menyebabkan neuron melepaskan sinyal secara tidak terkendali, sehingga memunculkan kembali memori-memori masa lalu.
- Hipotesis kedua: Ketika seseorang menghadapi ancaman kematian, amigdala—bagian otak yang berperan dalam pemrosesan emosi dan memori—memicu pelepasan ingatan lama, menyebabkan seseorang mengalami kilasan hidup dalam beberapa detik terakhirnya.
Implikasi Medis dan Etis dari Temuan Ini
Penelitian ini memberikan bukti nyata bahwa otak manusia masih aktif bahkan setelah jantung berhenti. Temuan ini juga sejalan dengan pengalaman mendekati kematian yang sering dilaporkan oleh pasien yang pernah berada di ambang kematian.
Dr. Zemmar menegaskan bahwa penelitian ini menantang pemahaman kita tentang kapan sebenarnya kehidupan berakhir. Hal ini juga menimbulkan pertanyaan penting dalam bidang medis, seperti:
- Kapan waktu yang tepat untuk menyatakan seseorang benar-benar meninggal dunia?
- Apakah kita harus mencatat aktivitas otak pasien saat mendekati kematian sebelum mengambil keputusan medis?
- Bagaimana implikasi penemuan ini terhadap prosedur donasi organ?
Saat ini, organ seseorang biasanya didonorkan setelah jantung berhenti berdetak, namun jika otak masih aktif setelah kematian, apakah ada waktu terbaik untuk melakukan transplantasi? Penemuan ini berpotensi mengubah kebijakan medis global terkait waktu kematian dan donasi organ.
Misteri Kehidupan Setelah Kematian
Tubuh manusia menyimpan banyak rahasia, dan kematian bukanlah akhir menuju kehampaan.
Dari mitologi, kepercayaan spiritual, hingga penelitian ilmiah, banyak bukti yang menunjukkan bahwa ada lebih banyak hal di luar pemahaman kita yang belum sepenuhnya terungkap.
Temuan ini menjadi langkah awal dalam memahami hubungan antara kesadaran, memori, dan kematian, serta membuktikan bahwa “kilasan hidup di depan mata” bukan hanya mitos, tetapi sebuah fenomena nyata yang didukung oleh ilmu pengetahuan. (jhn/yn)