ETIndonesia. Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan bahwa Gaza akan “diserahkan ke Amerika Serikat oleh Israel setelah pertempuran berakhir,” saat ia menjelaskan lebih lanjut rencananya untuk wilayah tersebut pada 6 Februari.
Trump menyampaikan melalui platform Truth Social bahwa warga Palestina akan dipindahkan ke komunitas yang “jauh lebih aman dan indah, dengan rumah-rumah baru dan modern, di kawasan tersebut,” sehingga mereka dapat hidup dengan “bahagia, aman, dan bebas.”
“AS, bekerja sama dengan tim pengembang hebat dari seluruh dunia, secara perlahan dan hati-hati akan mulai membangun salah satu proyek pengembangan terbesar dan paling spektakuler di dunia. Tidak akan ada tentara AS yang diperlukan! Stabilitas untuk kawasan ini akan terwujud!!!” tulisnya.
Pernyataan ini muncul setelah juru bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt, pada 5 Februari menyebut proposal Trump sebagai pemikiran inovatif yang “di luar kebiasaan,” namun menekankan bahwa presiden tidak berjanji untuk mengirimkan pasukan AS ke Gaza. Namun, ia juga tidak menutup kemungkinan tersebut.
Leavitt juga mengklarifikasi pernyataan Trump sebelumnya yang menyatakan bahwa warga Gaza perlu dipindahkan secara permanen ke negara-negara tetangga. Ia menjelaskan bahwa mereka hanya akan dipindahkan sementara ke negara-negara seperti Mesir dan Yordania agar AS bisa “membangun kembali rumah mereka.”
“Saya dapat memastikan bahwa presiden berkomitmen untuk membangun kembali Gaza dan sementara waktu merelokasi penduduknya, karena … wilayah itu saat ini adalah area reruntuhan. Tidak ada air bersih. Tidak ada listrik. Presiden ingin mereka bisa hidup damai. Ia berkomitmen untuk mewujudkan hal ini dengan rencana baru yang sangat berani, dan kami akan terus memberikan pembaruan seiring perkembangan,” ujarnya.
Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, juga mengatakan bahwa rencana tersebut bertujuan agar warga Gaza meninggalkan wilayah itu untuk sementara waktu selama proses rekonstruksi dan pembersihan puing-puing berlangsung. Ia menekankan bahwa proposal presiden “bukan tindakan permusuhan,” melainkan “tawaran untuk membangun kembali.”
“Apa yang ditawarkan dengan sangat murah hati oleh presiden adalah bantuan dari AS dalam membersihkan puing-puing, menghilangkan bahan peledak, serta membangun kembali rumah dan bisnis, sehingga masyarakat dapat kembali,” katanya.
Pada 4 Februari, dalam konferensi pers bersama Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Trump menyebut Jalur Gaza sebagai “bencana selama puluhan tahun” dan menyarankan bahwa AS bisa mengembangkan serta memiliki wilayah tersebut untuk jangka panjang guna memastikan stabilitas.
Presiden mengatakan bahwa Gaza memiliki potensi luar biasa dan bisa dibangun kembali menjadi “Riviera Timur Tengah.”
Netanyahu menyebut proposal ini sebagai sesuatu yang “luar biasa” dan mendukung agar ide tersebut dieksplorasi lebih lanjut.
Pernyataan Gedung Putih pada 5 Februari diikuti dengan perintah Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, kepada militer pada 6 Februari untuk menyiapkan rencana yang memungkinkan “kepergian sukarela” warga Gaza.
Katz memuji pengumuman Trump bahwa AS berencana mengambil kendali atas Gaza dan mengubah wilayah tersebut.
“Saya menyambut baik rencana berani Presiden Trump. Warga Gaza harus diberikan kebebasan untuk pergi dan beremigrasi, sebagaimana norma yang berlaku di seluruh dunia,” tulis Katz di platform media sosial X.
Ia mengatakan rencananya mencakup opsi keluar melalui jalur darat, serta pengaturan khusus untuk keberangkatan melalui laut dan udara.
Katz menambahkan bahwa negara-negara yang menentang operasi militer Israel di Gaza seharusnya menerima warga Palestina.
“Negara-negara seperti Spanyol, Irlandia, Norwegia, dan lainnya menuduh Israel dengan klaim palsu atas tindakannya di Gaza, memiliki kewajiban hukum untuk menerima warga Gaza ke wilayah mereka,” katanya.
“Kemunafikan mereka akan terungkap jika mereka menolak melakukannya. Ada juga negara seperti Kanada, yang memiliki program imigrasi terstruktur, dan sebelumnya telah menyatakan kesediaan menerima warga Gaza.”
Basem Naim, pejabat dari kelompok Hamas, mengatakan bahwa rakyat Palestina sangat terikat dengan tanah mereka dan tidak akan pernah meninggalkannya. Ia menuduh Katz berusaha menutupi kegagalan Israel dalam mencapai tujuan perangnya di Gaza.
Pernyataan Trump juga mendapat kritik dari negara-negara lain di kawasan. Arab Saudi secara tegas menolak proposal tersebut, sementara Raja Yordania Abdullah, yang dijadwalkan bertemu di Gedung Putih minggu depan, pada 5 Februari menyatakan penolakannya terhadap setiap upaya pencaplokan tanah dan pengusiran warga Palestina.
Iran juga menolak mentah-mentah rencana relokasi warga Gaza. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Esmail Baghaei, pada 6 Februari mengatakan, “Rencana untuk membersihkan Gaza dan merelokasi warga Palestina ke negara-negara tetangga dianggap sebagai kelanjutan dari rencana rezim Zionis untuk melenyapkan rakyat Palestina sepenuhnya,” tulisnya di X.
Sumber: Reuters dan The Associated Press/Theepochtimes.com