EtIndonesia. Setelah Donald Trump kembali ke Gedung Putih, banyak pihak bertanya-tanya apakah perang Rusia-Ukraina akan segera berakhir. Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, baru-baru ini menyatakan bahwa jika AS tidak dapat memastikan keanggotaan cepat Ukraina di NATO, maka Kyiv harus mempertimbangkan opsi keamanan lain, termasuk memperoleh kembali senjata nuklir.
Namun, Keith Kellogg, pensiunan letnan jenderal dan utusan khusus untuk Ukraina yang ditunjuk oleh Trump, dengan tegas menyatakan bahwa skenario ini “hampir mustahil”.
Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan presenter Inggris terkenal Piers Morgan pada 4 Februari, Zelenskyy menegaskan bahwa jika proses keanggotaan Ukraina di NATO terus terhambat, maka Kyiv harus mencari cara lain untuk menjamin keamanan nasionalnya.
Zelenskyy mengingatkan bahwa Ukraina pernah menandatangani Memorandum Keamanan Budapest pada tahun 1994, di mana negara itu melepaskan senjata nuklirnya—saat itu merupakan gudang nuklir terbesar ketiga di dunia—dengan imbalan jaminan keamanan dari AS, Inggris, dan Rusia. Namun, aneksasi Krimea oleh Rusia pada tahun 2014 membuktikan bahwa janji tersebut hanyalah formalitas yang tidak berarti.
Menurut laporan Fox News pada 6 Februari, dalam sebuah wawancara, Keith Kellogg menegaskan bahwa mempersenjatai kembali Ukraina dengan senjata nuklir bukanlah opsi yang bisa dijalankan.
Kellogg menyatakan: “Peluang mereka mendapatkan kembali senjata nuklir adalah antara hampir nol hingga nol mutlak. Kita semua tahu ini tidak mungkin terjadi.”
Selain itu, dukungan militer NATO terhadap Ukraina telah mencapai batas maksimal, dan bantuan militer dari AS dan sekutunya di Eropa juga tidak mungkin berubah menjadi dukungan untuk pengembangan nuklir.
“Dari perspektif realitas politik dan keamanan global, hampir tidak mungkin bagi komunitas internasional untuk mendukung Ukraina dalam mengembangkan kembali senjata nuklir,” tegas Kellogg.
Pada 4 Februari, Zelenskyy juga menyatakan bahwa dia bersedia bertemu langsung dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, jika memang itu adalah satu-satunya cara terbaik untuk mengakhiri perang.
Namun, pihak Kremlin sebelumnya telah menegaskan bahwa mereka tidak mengakui keabsahan Zelenskyy sebagai presiden Ukraina. Di sisi lain, AS terus mendorong Ukraina untuk segera mengadakan pemilu baru.
Proses Negosiasi Perdamaian Rusia-Ukraina
Pada 2 Februari, Trump mengungkapkan bahwa AS telah memulai pembicaraan awal dengan Ukraina dan Rusia, membahas kemungkinan kesepakatan perdamaian.
Keith Kellogg kemudian mengonfirmasi bahwa negosiasi semacam itu memang sedang berlangsung, tetapi kedua belah pihak—baik Kyiv maupun Moskow—harus siap memberikan konsesi untuk mencapai kesepakatan.
Meski demikian, pemerintahan Trump masih sangat berhati-hati dalam mengungkap detail negosiasi ini, terutama dalam isu paling kontroversial: apakah Ukraina akan diizinkan bergabung dengan NATO.
Isu ini menjadi garis merah utama bagi Zelenskyy dan Putin, di mana Ukraina menginginkan keanggotaan NATO sebagai jaminan keamanan, sementara Rusia menolak keras gagasan tersebut.
Menurut laporan Daily Mail Inggris pada 6 Februari, Trump disebut berusaha memaksa Zelenskyy menerima rencana perdamaian dengan Rusia sebelum Paskah.
Menurut laporan Ukrainska Pravda, rencana ini telah menyebar di kalangan politisi dan diplomat Ukraina, meskipun belum dikonfirmasi secara resmi.
Poin utama dalam proposal yang beredar mencakup:
- Gencatan senjata sebelum 20 April 2025
- Pelarangan Ukraina bergabung dengan NATO
- Ukraina harus mengakui kedaulatan Rusia atas wilayah yang telah dianeksasi
- Ukraina harus menarik pasukannya dari wilayah Rusia di Kursk
- Pasukan keamanan dari negara-negara Eropa akan ditempatkan di zona demiliterisasi
- Amerika Serikat tidak akan mengirim pasukan ke Ukraina
Selain itu, Uni Eropa akan diminta untuk membantu membiayai rekonstruksi Ukraina. Marshall Fund dari Jerman memperkirakan bahwa biaya pemulihan Ukraina dalam dekade mendatang bisa mencapai 486 miliar dolar.
Namun, Zelenskyy dengan tegas membantah keberadaan proposal gencatan senjata ini. Sementara itu, Gedung Putih masih belum memberikan komentar resmi terkait laporan ini.
Trump juga menyatakan bahwa dia berencana mengadakan konferensi perdamaian internasional dengan mediasi negara-negara besar, guna membantu mencapai kesepakatan dan mengakhiri perang.
Prancis Kirim Jet Tempur Mirage 2000 ke Ukraina
Pada 6 Februari, Menteri Pertahanan Prancis, Sebastien Lecornu, mengumumkan bahwa negaranya telah mengirimkan sejumlah jet tempur Mirage 2000 ke Ukraina.
Zelenskyy pun segera menyampaikan rasa terima kasihnya, menyatakan bahwa pesawat tempur ini akan meningkatkan pertahanan udara Ukraina.
Dalam unggahan di X (Twitter), Lecornu menulis: “Gelombang pertama jet tempur ini telah tiba di Ukraina hari ini… Mereka sekarang dapat membantu mempertahankan langit Ukraina.”
Namun, dia tidak mengungkapkan jumlah jet tempur yang telah dikirimkan.
Laporan dari Majelis Nasional Prancis menyebutkan bahwa dari 26 unit Mirage 2000 yang dimiliki oleh Angkatan Udara Prancis, sebanyak 6 unit telah diserahkan kepada Ukraina. Meski demikian, Kementerian Pertahanan Prancis belum mengonfirmasi angka ini secara resmi.
Zelenskyy kemudian memposting pernyataan resminya di media sosial, menegaskan bahwa Ukraina telah menerima Mirage 2000 dan menyampaikan apresiasinya kepada Presiden Prancis Emmanuel Macron.
“Angkatan udara Ukraina terus berkembang. Gelombang pertama jet tempur Mirage 2000 dari Prancis telah tiba, memperkuat pertahanan udara kami. Saya sangat berterima kasih kepada Presiden Macron atas kepemimpinannya dan dukungannya. Prancis telah menepati janjinya, dan kami sangat menghargainya. Ini adalah langkah maju dalam memperkuat keamanan Ukraina,” tulis Zelenskyy (jhn/yn)