Badai Geopolitik! Resolusi DPR dan Pertemuan Rahasia Trump-Ishiba: Taiwan Siap Mengguncang Tiongkok!

EtIndonesia. Langkah berani dalam kancah geopolitik semakin terlihat ketika dua inisiatif strategis di Amerika Serikat dan Jepang menyasar penguatan posisi Taiwan di mata dunia dan menekan dominasi Tiongkok di kawasan Indo-Pasifik.

Resolusi Bersama DPR: Mendorong Pengakuan Kedaulatan Taiwan

Pada tanggal 6 Februari, 24 anggota DPR dari Partai Republik mengajukan resolusi bersama yang digagas oleh anggota DPR Tom Tiffany dan Scott Perry. Resolusi ini secara tegas menuntut agar Pemerintah Amerika Serikat:

  • Menghapus Kebijakan “Satu Tiongkok”
    Kebijakan yang dianggap sudah usang ini dinilai menghambat pengakuan nyata terhadap kedaulatan Taiwan.
  • Mengembalikan Hubungan Diplomatik Resmi dengan Taiwan
    Meskipun hubungan resmi antara Amerika dan Taiwan terputus sejak tahun 1979, kedua negara selama ini tetap menjalankan kerja sama intensif di bidang militer, ekonomi, dan budaya melalui payung kebijakan seperti Taiwan Relations Act dan Enam Janji.
  • Mendorong Penandatanganan Perjanjian Perdagangan Bebas Bilateral
    Sebagai upaya meningkatkan hubungan ekonomi dan membuka peluang pasar baru, terutama mengingat Taiwan merupakan ekonomi terbesar ke-21 dan mitra dagang ke-10 bagi Amerika Serikat.
  • Mendukung Keanggotaan Taiwan di Organisasi Internasional
    Upaya ini bertujuan mengoreksi praktik Tiongkok yang selama ini menggunakan kebijakan “Satu Tiongkok” untuk menekan partisipasi Taiwan dalam forum-forum global seperti PBB, WHO, dan IMF.

Resolusi tersebut menegaskan bahwa Taiwan tidak pernah berada di bawah kendali Tiongkok, bahkan tidak untuk satu hari pun. Sejak dulu, Taiwan telah berkembang sebagai negara yang bebas, demokratis, dan merdeka. Melalui dokumen ini, para anggota DPR menekankan bahwa Taiwan harus dilihat sebagai mitra yang mandiri dan berdaulat, bukan sekadar “anak buah” Tiongkok.

Sebelum resolusi ini diajukan, para politisi Amerika Serikat juga telah memperkenalkan rancangan undang-undang lintas partai yang dikenal sebagai “Undang-Undang Non-Diskriminasi terhadap Taiwan”. RUU ini mengajak pemerintah untuk memperjuangkan hak suara Taiwan di International Monetary Fund (IMF) sehingga Taiwan tidak terpinggirkan dalam pengambilan keputusan keuangan global. Pesan utama yang ingin disampaikan adalah agar, sebelum mengembalikan hubungan diplomatik secara normal, Amerika memberikan dukungan baik dari segi dana maupun ruang gerak, sehingga Taiwan dapat tumbuh menjadi negara yang lebih kuat dan diakui sebagai anggota penting dalam komunitas demokrasi global.

Pertemuan Strategis Trump-Ishiba: Sinergi Melawan Dominasi Tiongkok

Di sisi lain, terjadi pertemuan penting antara Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dengan Perdana Menteri Jepang, Ishiba Shigeru. Pertemuan ini dilihat sebagai pukulan berat terhadap upaya Tiongkok untuk menggiring Jepang melalui kebijakan lunak. Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Tiongkok, Wang Yi, telah menyusun analisis hubungan Amerika-Jepang untuk Xi Jinping dengan harapan agar Tiongkok dapat memperoleh simpati Jepang melalui pemberian fasilitas visa dan pencabutan pembatasan produk laut Jepang.

Namun, dalam pertemuan tersebut, Trump dan Ishiba secara tegas menekankan pentingnya kerjasama strategis antara Amerika dan Jepang untuk menghadapi agresi ekonomi Tiongkok. Kedua pemimpin secara khusus menyebutkan penerapan Pasal 5 dari Pakta Keamanan Amerika-Jepang, yang kini juga diterapkan untuk wilayah Kepulauan Senkaku di Laut Timur. Langkah ini berbeda jauh dari kebijakan ambigu yang selama ini diterapkan oleh Pemerintah Amerika Serikat dan memberikan sinyal jelas bahwa kawasan Indo-Pasifik tidak akan lagi dijadikan arena permainan tawar-menawar bagi Tiongkok.

Dalam pernyataannya, Trump menyampaikan bahwa perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan merupakan hal yang sangat penting bagi seluruh kawasan Indo-Pasifik. Pesan ini, yang tidak kalah tegasnya dibandingkan dengan pernyataan almarhum Perdana Menteri Jepang Abe, menyatakan bahwa jika terjadi sesuatu pada Taiwan, maka konsekuensinya tidak hanya akan dirasakan oleh Taiwan, tetapi juga oleh Jepang dan Amerika Serikat.

Implikasi Besar Bagi Taiwan

Dampak dari kedua langkah strategis ini bagi Taiwan dirasakan dalam tiga bidang utama:

  1. Diplomasi
    Taiwan selama ini tertekan oleh kebijakan “Satu Tiongkok” yang membuatnya terpinggirkan dari berbagai organisasi internasional. Dengan pengakuan lebih luas atas kedaulatan Taiwan, diharapkan posisi diplomatiknya akan mengalami terobosan besar.
  2. Ekonomi
    Dukungan agar Taiwan mendapatkan hak suara di IMF menunjukkan betapa pentingnya peran Taiwan dalam ekonomi global, terutama dalam industri semikonduktor berteknologi tinggi. Kerjasama yang kian erat antara Amerika, Jepang, dan negara-negara lain yang memiliki nilai-nilai demokrasi, diharapkan dapat membentuk aliansi ekonomi yang kuat guna menghadapi tekanan ekonomi Tiongkok.
  3. Pertahanan
    Peningkatan penjualan senjata Amerika kepada Jepang serta kerjasama militer dengan Korea Selatan, Philipina, Australia, dan India merupakan bagian dari upaya membangun sistem pertahanan multi-lapis untuk “mengurung” Tiongkok. Sejak kunjungan Menteri Luar Negeri Rubio ke Departemen Luar Negeri, pertemuan dengan perwakilan dari negara-negara sekutu menunjukkan kesiapan aliansi yang solid jika Tiongkok mencoba mengganggu stabilitas di Selat Taiwan dan kawasan Indo-Pasifik.

Seruan Patriotisme dalam Kancah Politik Internal Taiwan

Di tengah dinamika politik yang berkembang, ada pula seruan keras kepada elemen-elemen di dalam Taiwan yang masih berharap pada penyatuan dengan Tiongkok. Kritik ditujukan kepada mereka yang, meskipun sering mengeluarkan retorika “Satu Tiongkok,” pada hakikatnya seirama dengan narasi Tiongkok. Seruan tersebut mengingatkan kembali nasihat para pendahulu, khususnya pernyataan Presiden Chiang Kai-shek yang menolak konsep “dua Tiongkok” dengan dua syarat utama: pertama, bahwa Republik Tiongkok (Taiwan) adalah representasi sah dari Tiongkok; kedua, penolakan terhadap keabsahan rezim Partai Komunis Tiongkok. Pesan ini diharapkan dapat memobilisasi semangat patriotisme sejati di kalangan masyarakat Taiwan dan memastikan bahwa kedaulatan serta demokrasi yang telah diraih tidak mudah dikompromikan.

Dengan serangkaian langkah strategis dari Amerika Serikat dan Jepang, baik melalui resolusi DPR maupun pertemuan tingkat tinggi, sinyal kepada Beijing semakin jelas: Taiwan tidak lagi dijadikan alat tawar-menawar. Inisiatif ini menjadi momentum penting dalam dinamika geopolitik kawasan Indo-Pasifik dan diharapkan dapat membuka era baru pengakuan terhadap kedaulatan serta peran strategis Taiwan dalam komunitas internasional.

FOKUS DUNIA

NEWS