EtIndonesia. Laporan yang dirilis pada tanggal 11 Februari memperingatkan bahwa kemajuan teknologi Tiongkok di bidang kecerdasan buatan dan pengumpulan data mungkin semakin memperparah kontrol pemerintakan Komunis Tiongkok atas masyarakat Tiongkok, sementara ekspor teknologi ini ke luar negeri memberikan alat baru bagi pemerintah otoriter untuk menindas kegiatan yang menyimpang, membuat “dunia semakin mirip Tiongkok”.
Menurut laporan Voice of America, laporan tersebut menyatakan: “Kita hidup di era otoritarianisme yang didorong data yang semakin meningkat. Kecerdasan buatan dan teknologi lainnya untuk mengumpulkan dan menganalisis data digital sedang mengubah cara para diktator menekan perbedaan pendapat.”
Laporan tersebut menyatakan bahwa skala dan jenis data yang dikumpulkan dan digunakan oleh Tiongkok adalah belum pernah terjadi sebelumnya, bersumber dari dalam dan luar Tiongkok, baik dari sektor publik maupun privat, dengan tujuan “untuk mengontrol masyarakat”.
Laporan ini diterbitkan oleh ‘International Forum for Democratic Studies’ dari National Endowment for Democracy Amerika Serikat. Penulisnya adalah Valentin Weber, seorang peneliti senior dari Dewan Hubungan Luar Negeri Jerman.
Empat Area yang Perlu Diwaspadai
Weber dalam laporannya menyebutkan bahwa kemajuan Tiongkok di empat bidang teknologi layak mendapat perhatian dan kewaspadaan, yaitu aplikasi pengawasan kecerdasan buatan, teknologi saraf dan imersif, komputasi kuantum yang dapat mendekripsi informasi yang dienkripsi, dan mata uang digital yang dikontrol pusat.
Sistem pengawasan yang didorong oleh kecerdasan buatan Tiongkok dapat memonitor ekspresi wajah, cara berjalan, dan identifikasi ucapan seseorang, untuk mengidentifikasi perilaku yang tidak “normal”, membantu penegak hukum mendeteksi kejadian yang mungkin terjadi sebelumnya. Laporan tersebut memberi contoh teknologi ‘otak buatan’ Tiongkok. Teknologi ini membantu pihak berwenang memantau aktivitas masyarakat selama pandemi dan juga diterapkan di wilayah Xinjiang di Tiongkok.
Weber menyatakan, pengawasan oleh Pemerintah Tiongkok dapat dibagi menjadi tiga tahap, tahap pertama adalah Pemerintah Tiongkok memantau aktivitas masyarakat melalui kamera yang dipasang di mana-mana, tahap kedua adalah mengidentifikasi aktivitas yang tidak biasa melalui pemantauan, atau memprediksi akan terjadi aktivitas yang tidak biasa. Dan pada tahap ketiga, model kecerdasan buatan seperti DeepSeek akan berperan, “menggantikan beberapa tindakan yang diambil oleh Pemerintah Tiongkok atau lembaga penegak hukum, seperti secara otomatis membatalkan reservasi hotel para pembangkang atau mencegah mereka pergi ke tempat lain untuk berdemonstrasi.”
Teknologi Imersif dan Komputasi Kuantum
Teknologi imersif mencakup perangkat seperti headset realitas virtual dan kacamata pintar. Perangkat ini dapat mengumpulkan perubahan pupil dan respons tubuh lainnya yang sulit untuk diamati. Sementara itu, teknologi saraf, seperti implantasi chip di otak, dapat secara langsung mengumpulkan data otak pengguna. Laporan tersebut menyatakan bahwa teknologi imersif tidak hanya mungkin digunakan untuk menyebarkan propaganda politik yang disetujui pemerintah, tetapi bahkan mungkin digunakan dalam proses interogasi polisi.
Tiongkok adalah pemimpin dunia dalam komputasi kuantum, komunikasi kuantum, dan lainnya. Laporan memperingatkan: “Jika sebuah negara telah membangun komputer kuantum yang cukup kuat, secara teoritis dia bisa mendekripsi sejumlah besar data yang saat ini tersimpan di internet dan dilindungi oleh enkripsi, baik itu data perusahaan atau komunikasi pribadi.”
Selain itu, Tiongkok juga telah mulai mengeluarkan mata uang digitalnya sendiri—yuan digital. Laporan memperingatkan bahwa Tiongkok dapat menggunakan yuan digital untuk mendapatkan data keuangan pengguna, termasuk cara penggunaan dan informasi geografis, dan juga dapat menggunakan yuan digital untuk memantau pengguna, bahkan “dengan membatasi atau memutus pembelian untuk menghukum perilaku yang dianggap tidak pantas.”
Ekspor Teknologi Pengawasan Otoriter
Laporan menyebutkan bahwa sejak pertengahan tahun 2000-an, Tiongkok telah mulai mengekspor teknologi pengawasan, termasuk ekspor peralatan gangguan radio ke Zimbabwe, yang menginterupsi komunikasi jarak jauh di antara orang-orang di Zimbabwe.
Saat ini, ekspor teknologi pengawasan Tiongkok telah menjadi lebih matang dan luas, dan diekspor ke negara-negara dengan kondisi ekonomi yang kurang baik dalam bentuk “percobaan gratis”, subsidi, atau pertukaran sumber daya alam, serta menyediakan dukungan ahli.
Laporan tersebut menyatakan bahwa Tiongkok tidak hanya menjual teknologi pengawasan kepada negara-negara otoriter lainnya, tetapi juga kepada negara-negara “swing” yang berada di antara demokrasi dan otoritarian.
Laporan tersebut mengatakan: ” Tiongkok (Partai Komunis Tiongkok) secara tidak proporsional mengekspor sistem pengawasan kecerdasan buatan ke negara-negara otoriter dan demokrasi yang rapuh, di mana rezim-rezim tersebut lebih mungkin mengimpor teknologi ini dalam periode ketidakstabilan dan penindasan yang meningkat di dalam negeri.”
Ekspor teknologi ini juga dapat memberi manfaat bagi Beijing, memperluas pengaruh penindasan transnasional Beijing, membantu memantau atau menangkap orang-orang yang tidak disukai oleh Tiongkok, seperti Thailand yang telah membeli teknologi Tiongkok, negara ini sering mendeportasi para pembangkang yang melarikan diri dari Tiongkok.
Laporan memperingatkan: “Setiap saat sebuah negara baru mengadopsi alat dan strategi penindasan ala Tiongkok , dunia menjadi semakin mirip Tiongkok.”
Selain itu, perangkat lunak dari perusahaan teknologi Tiongkok juga telah menjadi saluran yang mungkin digunakan oleh Pemerintah Tiongkok untuk mengumpulkan data pengguna di luar Tiongkok dan melakukan pemantauan, seperti TikTok dari ByteDance dan WeChat dari Tencent. Platform belanja Temu dari Pinduoduo juga pernah dikeluarkan dari Play Store Google karena secara pribadi membaca informasi pribadi pengguna dan menganalisis data. (jhn/yn)