Tiongkok mendominasi dalam paten AI generatif dan bidang lainnya—apa artinya bagi Amerika Serikat dan dunia?
oleh James Gorrie
Saat ini, banyak diskusi di kalangan pakar kecerdasan buatan (AI) dan media mengenai kemungkinan Tiongkok memimpin dunia dalam teknologi penting ini.
DeepSeek, sebuah startup baru dari Tiongkok, baru-baru ini mengejutkan Amerika Serikat dengan kinerjanya yang unggul dibandingkan model AI populer dari OpenAI, Google, atau Meta.
Dalam hal kekuatan dan pengaruh global, taruhannya sangat tinggi. Dalam satu dekade, Tiongkok telah menjadi pemimpin global dalam teknologi AI.
Meskipun kemajuan pesat ini sebagian besar didorong oleh inisiatif negara untuk keamanan publik dan kontrol sosial, ada beberapa kelemahan mendasar yang perlu diperhatikan.
Di bidang AI mana Tiongkok unggul atau tertinggal, dan apa dampaknya bagi industri AI Amerika dan dunia?
Tiongkok sebagai Pemimpin Global dalam Beberapa Kategori AI
Tiongkok memimpin dunia dalam beberapa teknologi AI utama dan paten, termasuk:
- Pengenalan Wajah dan Teknologi Pengawasan
- Partai Komunis Tiongkok (PKT) telah mengintegrasikan AI dengan jaringan pengawasannya yang luas, memberikan Tiongkok keunggulan tak tertandingi di bidang ini.
- Perusahaan seperti SenseTime dan Megvii telah mengembangkan sistem pengenalan wajah yang sangat canggih dan digunakan secara luas di kota-kota pintar.
- Pengenalan Suara
- Perusahaan teknologi besar seperti Baidu, Alibaba, dan Tencent telah mengembangkan teknologi pengenalan suara yang sangat canggih, diterapkan dalam layanan pelanggan, perangkat pintar, dan layanan terjemahan.
- Namun, karena sebagian besar fokusnya adalah pada bahasa Mandarin dan dialek Tiongkok lainnya, dampaknya masih terbatas di dalam negeri.
- Teknologi Drone
- Perusahaan seperti DJI memimpin pasar drone konsumen global, terutama dalam penerapan AI untuk penerbangan otonom dan pemrosesan data real-time.
- Kemajuan ini sangat penting dalam operasi patroli perbatasan dan pertempuran, seperti yang terlihat dalam perang di Ukraina.
- Industri Manufaktur Cerdas
- Melalui inisiatif seperti “Made in China 2025,” China telah mengintegrasikan AI ke dalam banyak proses industrinya.
- AI digunakan untuk mengoptimalkan lini produksi, pemeliharaan mesin otomatis, dan pengendalian kualitas berbasis AI.
Kelemahan Tiongkok dalam AI
Namun, ada beberapa bidang di mana Tiongkok masih tertinggal dalam pengembangan AI, di antaranya:
- Kurangnya Standarisasi Global untuk Teknologi AI-nya
- Tidak seperti framework deep learning Amerika seperti TensorFlow (Google) atau PyTorch (Meta), versi AI Tiongkok kurang diadopsi secara global.
- Kelemahan dalam Teknologi Semikonduktor
- Tiongkok tertinggal dalam produksi chip semikonduktor canggih yang dibutuhkan untuk melatih model big AI.
- Kontrol ekspor chip canggih oleh Amerika Serikat menjadi hambatan besar bagi Tiongkok dalam mencapai kemandirian teknologi di bidang ini.
- Keterbatasan dalam Layanan Cloud
- Meskipun memiliki perusahaan besar seperti Alibaba Cloud, Tiongkok masih berada di tingkat kedua dalam penyediaan layanan cloud secara global.
- Manajemen data AI Tiongkok juga kurang efektif dibandingkan standar Amerika dan Eropa, terutama dalam hal privasi dan keamanan.
Dampak Dominasi AI Tiongkok
Fokus PKT pada pengawasan dan kontrol atas 1,4 miliar penduduknya telah mendorong penerapan AI yang cepat di seluruh negeri dan integrasinya ke dalam sistem keamanan negara.
- Model terpusat ini memungkinkan penerapan dan skala yang luas, tetapi membatasi inovasi karena adanya pembatasan kebebasan berekspresi dan pertukaran ide.
- Ketika ekonomi Tiongkok melambat, kontrol negara atas kebebasan berbicara semakin meningkat, yang dapat menghambat inovasi AI di beberapa bidang.
- Dengan demikian, pertumbuhan AI Tiongkok tampak mengesankan tetapi tidak merata.
Keunggulan Inovasi AI di Amerika Serikat
Sebagai perbandingan, Amerika Serikat memiliki ekosistem dinamis yang mendorong inovasi AI, dengan keunggulan dalam beberapa aspek:
- Lingkungan Inovasi yang Fleksibel
- Universitas, startup teknologi, dan perusahaan besar di AS menciptakan inovasi AI di berbagai bidang.
- Perusahaan seperti OpenAI, Meta, Google, dan Anthropic memimpin dalam pengembangan AI.
- Dominasi dalam Hardware AI
- Perusahaan AS seperti Nvidia mendominasi produksi hardware AI seperti GPU, yang penting untuk pelatihan model AI.
- Kepemimpinan dalam Etika AI
- Perusahaan-perusahaan AS berperan besar dalam diskusi global tentang transparansi dan tanggung jawab dalam pengembangan AI.
- Hal ini memberikan kepercayaan lebih terhadap teknologi AI yang dikembangkan di Amerika.
Tantangan Pendekatan AS dalam AI
Meskipun sistem AI Amerika lebih fleksibel, ada beberapa tantangan yang dihadapi:
- Kurangnya Koordinasi dalam Kebijakan AI
- Tidak seperti Tiongkok yang memiliki strategi nasional yang jelas, kebijakan AI AS lebih bervariasi di tingkat negara bagian dan federal.
- Masalah Privasi Data
- Kurangnya jaminan privasi data dapat membuat perusahaan dan individu ragu dalam berbagi data untuk pelatihan AI.
- Sebaliknya, Tiongkok memiliki kebijakan yang lebih longgar dalam pengumpulan data.
- Ketidakseimbangan antara Komersialisasi dan Penelitian Jangka Panjang
- Perusahaan di AS sering kali lebih fokus pada keuntungan jangka pendek dibandingkan investasi dalam penelitian jangka panjang.
Siapa yang Akan Menang dalam Perlombaan AI?
Tiongkok sedang berupaya mencapai kemandirian teknologi, terutama dalam produksi semikonduktor. Jika berhasil, Tiongkok dapat dengan cepat melampaui AS dalam pengembangan AI dan menjadi superpower AI global.
- Ketegangan geopolitik antara Tiongkok, Amerika Serikat, dan Eropa dapat memperlambat atau justru mempercepat kemandirian teknologi Tiongkok.
- Tiongkok memiliki keunggulan dalam penerapan AI skala besar, terutama dalam pengawasan dan manufaktur.
Beberapa pakar percaya bahwa tidak ada satu negara pun yang akan mendominasi AI sepenuhnya.
- Amerika Serikat kemungkinan besar akan memimpin dalam inovasi AI dan penerapan etis.
- Tiongkok mungkin unggul dalam implementasi AI dalam skala besar.
Namun, dalam perlombaan menuju supremasi AI, baik Amerika maupun Tiongkok tidak ingin—dan tidak mampu—menjadi pihak yang kalah.
James R. Gorrie adalah penulis “The China Crisis” (Wiley, 2013) dan menulis di blognya, TheBananaRepublican.com. Ia tinggal di California Selatan.