EtIndonesia. Pada pertengahan Februari, Perdana Menteri Kepulauan Cook melakukan kunjungan ke Tiongkok, di mana kedua negara menyepakati pembentukan “Kemitraan Strategis Komprehensif”. Sebagai bagian dari perjanjian ini, Pemerintah Tiongkok memberikan bantuan sebesar 4 juta dolar AS kepada Kepulauan Cook.
Meskipun rincian kemitraan ini tidak diungkapkan secara terbuka, banyak pihak mencurigai bahwa langkah Beijing bertujuan untuk mendapatkan akses ke tambang mineral di Kepulauan Cook.
Setelah kembali dari Tiongkok, Perdana Menteri Mark Brown menyatakan di bandara bahwa dana 4 juta dolar yang diterima akan digunakan untuk “proyek masa depan”, tetapi saat ini “belum ada proyek yang ditandatangani”. Dia menambahkan bahwa mungkin dalam beberapa bulan atau tahun mendatang, proyek-proyek ini akan diformalkan.
Meskipun 4 juta dolar AS bukanlah jumlah besar bagi Tiongkok, bagi Kepulauan Cook yang hanya memiliki 15.000 penduduk, jumlah ini setara dengan 1,29% dari Produk Domestik Bruto (PDB) mereka. Menurut data Bank Dunia, ekspor Kepulauan Cook per tahun hanya bernilai sekitar 3 juta dolar AS, dengan sebagian besar pendapatan negara berasal dari sektor pariwisata.
Perbedaan Pernyataan Antara Tiongkok dan Kepulauan Cook
Kunjungan Perdana Menteri Mark Brown ke Tiongkok juga disertai perbedaan pernyataan antara Pemerintah Kepulauan Cook dan Beijing, termasuk soal tanggal kunjungan.
Pada 5 Februari, kantor Perdana Menteri Kepulauan Cook mengumumkan bahwa Mark Brown akan mengunjungi Tiongkok pada 10–14 Februari.
Namun, pada 10 Februari, juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Guo Jiakun, menyatakan bahwa Brown diundang ke Tiongkok untuk menghadiri upacara penutupan Asian Winter Games di Harbin pada 10–16 Februari.
Pernyataan dari pihak Tiongkok tidak menyebut kunjungan ini sebagai “kunjungan kenegaraan”, dan media resmi Tiongkok juga tidak mengategorikannya sebagai pertemuan resmi tingkat negara.
Tiongkok Dapatkan Izin Eksplorasi Tambang Laut di Kepulauan Cook
Menurut laporan Radio Nasional Selandia Baru (RNZ), pada 15 Februari, Perdana Menteri Brown menyatakan bahwa prioritas kerja sama dengan Tiongkok mencakup perdagangan, investasi, ilmu kelautan, infrastruktur, dan ketahanan iklim.
Dokumen lengkap mengenai perjanjian ini akan dipublikasikan di situs resmi Kementerian Luar Negeri dan Imigrasi Kepulauan Cook dalam beberapa hari mendatang.
Pada hari yang sama, Otoritas Pengelolaan Sumber Daya Laut Kepulauan Cook juga mengeluarkan pernyataan bahwa pejabat mereka yang mendampingi Brown dalam kunjungan ke Tiongkok telah mengadakan pembicaraan tingkat tinggi dengan lembaga penelitian Tiongkok mengenai eksplorasi tambang di dasar laut.
Menurut pernyataan tersebut, pihak Kepulauan Cook telah memberikan izin eksplorasi kepada tiga perusahaan untuk mencari nodul logam yang kaya akan nikel dan kobalt, yang merupakan komponen penting dalam produksi baterai kendaraan listrik.
Pernyataan ini mengonfirmasi kecurigaan bahwa Tiongkok tertarik untuk mengeksploitasi sumber daya mineral di wilayah Kepulauan Cook.
Tiongkok Mengincar Cadangan Mineral Langka di Cekungan Penrhyn
Tiongkok kini menargetkan Cekungan Penrhyn, yang terletak di bawah yurisdiksi Kepulauan Cook. Cekungan ini diyakini menyimpan salah satu cadangan terbesar di dunia untuk logam langka, termasuk:
- Kobalt,
- Titanium,
- Telurium,
- Niobium,
- Unsur tanah jarang (Rare Earth Elements/REE) seperti Yttrium.
Cekungan Penrhyn adalah satu dari hanya tiga lokasi di dunia yang memiliki deposit mineral langka dalam jumlah besar.
Unsur-unsur ini sangat penting bagi industri baterai dan teknologi energi terbarukan.
Sebagian besar wilayah cekungan ini berada dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Kepulauan Cook yang mencakup 2 juta kilometer persegi.
Saat ini, Amerika Serikat tengah mencari cara untuk mengurangi ketergantungannya pada pasokan mineral baterai dari Tiongkok. Washington juga mendukung perusahaan tambang laut AS dalam mengeksplorasi dan menambang logam ini.
Selandia Baru Kecewa karena Dikesampingkan
Kedekatan Tiongkok dengan Kepulauan Cook mendapat perhatian serius dari Selandia Baru, yang selama ini memiliki hubungan erat dengan negara kepulauan tersebut.
Juru bicara Wakil Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Selandia Baru, Winston Peters, menyatakan bahwa pemerintah Selandia Baru telah mengetahui tentang bantuan 4 juta dolar AS dari Tiongkok.
Dia mengatakan: “Kami akan terus menganalisis isi kesepakatan ini dan dampaknya bagi Selandia Baru, rakyat Kepulauan Cook, serta bagi Kerajaan Selandia Baru. Kami berencana untuk segera membahasnya dengan pemerintah Kepulauan Cook.”
Peters juga menyatakan kepada the Epoch Times bahwa mereka mengharapkan transparansi penuh dalam semua kesepakatan yang ditandatangani antara Kepulauan Cook dan Tiongkok.
Selandia Baru sebelumnya telah meminta akses untuk meninjau kesepakatan yang ditandatangani Brown dengan Beijing. Namun, hingga saat ini dokumen tersebut belum diberikan kepada Wellington.
Selain itu, ketika Brown kembali ke Kepulauan Cook dan mengadakan konferensi pers, wartawan Selandia Baru tidak diizinkan masuk ke ruangan.
Dalam pernyataannya, Brown berusaha meredam kekhawatiran, dengan menegaskan bahwa hubungan Kepulauan Cook dengan Tiongkok “bersifat saling melengkapi”, bukan sebagai pengganti hubungan lama mereka dengan Selandia Baru dan mitra lainnya.
Meskipun Kepulauan Cook adalah negara merdeka, dia tetap memiliki hubungan asosiasi bebas dengan Selandia Baru. Semua 17.000 warga Kepulauan Cook adalah warga negara Selandia Baru, dan Selandia Baru memberikan dukungan finansial serta bantuan dalam bidang diplomasi dan pertahanan.
Berdasarkan konstitusi, urusan pertahanan dan keamanan Kepulauan Cook seharusnya dibahas bersama dengan Selandia Baru.
Perdana Menteri Brown Menghadapi Mosi Tidak Percaya
Pendekatan Brown dalam menjalin kesepakatan dengan Tiongkok, terutama kurangnya konsultasi dengan pihak internal dan eksternal, telah memicu kemarahan di dalam negeri.
Pada 18 Februari, partai oposisi menggelar demonstrasi di ibu kota Avarua, yang dihadiri lebih dari 400 orang.
Para demonstran membawa spanduk bertuliskan “Tetap Bersama Selandia Baru”, menuntut transparansi pemerintah.
Pemimpin oposisi, Tina Browne, mengatakan:“Kami tidak menentang pemerintah mencari bantuan, tetapi kami menentangnya jika itu mengancam kedaulatan kami dan hubungan kami dengan Selandia Baru.”
Parlemen Kepulauan Cook dijadwalkan untuk menggelar pemungutan suara tidak percaya terhadap Brown pada 25 Februari. (jhn/yn)