EtIndonesia. Dalam serangkaian pernyataan yang mengguncang kancah politik internasional, Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, mengeluarkan kritik keras terhadap Amerika Serikat karena dianggap mengecualikan dalam proses perundingan antara Ukraina dan Rusia, serta tidak melibatkan negara-negara Eropa. Kritik ini muncul bersamaan dengan tuduhan bahwa survei yang dikutip mantan Presiden AS Donald Trump—yang menunjukkan dukungan terhadap Zelenskyy hanya mencapai 4%—adalah hasil manipulasi informasi palsu dari Rusia.
Tanggapan Keras dari Trump
Dalam pernyataan yang dilontarkan pada tanggal 18 Februari 2025 di kediaman pribadinya di Mar-a-Lago, Trump menuduh Zelenskyy sebagai diktator yang tidak pernah dipilih melalui proses pemilu. Dia mengatakan bahwa konflik yang tengah berlangsung adalah “perang kejam” yang tidak seharusnya terjadi.
Trump menambahkan bahwa meski dukungan publik untuk Zelenskyy dilaporkan rendah, Ukraina tetap harus melaksanakan pemilihan presiden karena kondisi negara yang telah hancur lebur. Dia menegaskan bahwa Amerika Serikat telah mengeluarkan dana miliaran dolar untuk mendukung Ukraina—dengan angka pengeluaran AS yang diklaim jauh melebihi dukungan yang diberikan Eropa—dan menuduh Zelenskyy telah meyakinkan Amerika untuk menghabiskan 350 miliar dolar dalam perang yang menurutnya tidak mungkin dimenangkan.
Respons dan Kritik dari Vance
Mewakili pihak Amerika, Wakil Presiden JD Vance pun menyampaikan kecaman atas respons Zelenskyy yang dianggap buruk dalam menghadapi upaya perundingan perdamaian. Dalam wawancara dengan Daily Mail pada tanggal 19 Februari 2025, Vance mengkritik Zelenskyy karena menyebut Presiden Amerika secara negatif di media, yang dianggapnya sebagai upaya mengubah opini publik terhadap Pemerintahan AS yang baru. Vance menegaskan bahwa meskipun rakyat Ukraina dikagumi atas keberaniannya, perang yang sedang berlangsung perlu segera diakhiri sesuai dengan kebijakan Presiden Amerika.
Perselisihan Informasi dan Survei Publik
Zelenskyy menolak klaim Trump mengenai survei 4% yang dilontarkan sebagai dukungan terhadap dirinya. Dia menyatakan bahwa klaim tersebut merupakan “informasi palsu dari Rusia” dan menegaskan bahwa segala upaya untuk menggantikan posisinya akan berakhir dengan kegagalan.
Di sisi lain, sebuah survei telepon yang dilakukan oleh Institut Studi Sosial Internasional di Kiev melibatkan 1.000 warga Ukraina, dan hasilnya menunjukkan bahwa 57% responden mempercayai Zelenskyy, sementara 37% tidak mempercayainya. Komentator Tang Jingyuan juga menyebut angka 4% tersebut tidak akurat dan mengkritik gaya bicara Trump yang sering kali spontan tanpa memedulikan ketelitian data.
Dialog Diplomatik dan Pertemuan Tingkat Tinggi
Dalam perkembangan selanjutnya, sebelum pertemuan dengan utusan khusus Trump untuk urusan Ukraina, Keith Kellogg, Zelenskyy kembali menegaskan bahwa pernyataan Trump terkait dukungan publik tersebut tidak berdasar. Kellogg juga mengungkapkan bahwa pihak Amerika memahami kekhawatiran Ukraina dan akan menyampaikan pendapat secara langsung kepada Presiden Trump.
Di sisi lain, Presiden Prancis Emmanuel Macron dijadwalkan untuk kembali mengadakan pertemuan mengenai isu Ukraina bersama pemimpin dari 15 negara. Namun, kehadiran beberapa negara pendukung setia Ukraina seperti Rumania dan Republik Ceko dikabarkan tidak diundang, menambah dinamika negosiasi di tingkat internasional. Ketua Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, baru-baru ini menyatakan kesediaannya untuk bekerja sama dengan Amerika demi mencapai perdamaian yang tahan lama dan adil.
Penataan Kekuatan Militer dan Proyeksi Konflik Regional
Dalam konteks kekuatan militer, Komando Eropa Amerika mengonfirmasi penempatan sekitar 78.000 tentara Amerika di wilayah Eropa. Trump menegaskan tidak ada niatan untuk menarik seluruh pasukan tersebut, sementara Menteri Pertahanan Amerika menyatakan akan dilakukan peninjauan ulang atas penempatan militer global.
Pakar hubungan Tiongkok-Amerika, Lan Shu, bersama komentator Tang Jingyuan, menekankan pentingnya Amerika untuk segera menata ulang kekuatan militernya guna menghadapi ketegangan yang kian meningkat di kawasan Pasifik Barat. Menurut mereka, langkah strategis awal adalah mewujudkan gencatan senjata di medan perang Ukraina dan mendorong negara-negara Eropa untuk secara mandiri menghadapi tekanan Rusia, sehingga aliansi pertahanan dapat lebih efektif.
Implikasi Strategis dan Harapan Perdamaian
Serangkaian pernyataan ini mencerminkan pergeseran pandangan strategis di antara para pemimpin global. Sementara Trump dan Vance menekankan perlunya penyelesaian konflik secara cepat melalui negosiasi yang melibatkan Amerika, pandangan di Eropa dan NATO menunjukkan kesiapan untuk mendukung proses perdamaian jangka panjang, termasuk kemungkinan pengerahan pasukan penjaga perdamaian. Langkah-langkah tersebut diharapkan dapat menekan eskalasi konflik dan mencegah kemungkinan meletusnya perang besar di kawasan, terutama mengingat prediksi konflik besar di Pasifik Barat dalam tiga sampai lima tahun ke depan.
Dengan dinamika yang begitu kompleks dan beragam kepentingan, upaya mencapai perdamaian di tengah konflik Ukraina-Rusia tetap menjadi tantangan besar yang harus dihadapi oleh seluruh komunitas internasional. Langkah-langkah strategis yang diambil oleh Amerika, Eropa, dan sekutu-sekutunya diharapkan dapat membuka jalan menuju penyelesaian konflik yang lebih adil dan berkelanjutan.