EtIndonesia. Di wilayah yang kini menjadi negara Kolombia, dahulu terdapat sebuah peradaban kuno bernama Tairona, yang berarti “Anak Macan Tutul”. Peradaban ini memilih untuk berpindah ke pegunungan guna menghindari kontak dengan orang-orang Spanyol, meninggalkan sebuah kota yang kemudian dikenal sebagai “Kota yang Hilang”. Kota ini bahkan lebih tua dari Machu Picchu, yang dijuluki sebagai “Kota di Atas Langit”.
Kota Hilang Kolombia
Kota yang dibangun oleh suku Tairona ini dikenal dengan nama Ciudad Perdida atau Teyuna dalam bahasa Spanyol, yang berarti “Kota yang Hilang”. Berdasarkan penelitian arkeologi, para ahli memperkirakan bahwa Ciudad Perdida pertama kali dibangun sekitar tahun 800 Masehi, yang berarti kota ini lebih tua 650 tahun dibandingkan Machu Picchu.
Kota yang Hilang ini diyakini sebagai pusat politik dan manufaktur di wilayah sepanjang Sungai Buritaca. Di antara peninggalannya terdapat batu-batu besar yang diukir dengan tanda-tanda misterius, yang menurut para ahli merupakan peta kota ini. Dahulu, tanda-tanda ini berfungsi sebagai petunjuk bagi orang-orang yang hendak menuju kota dan wilayah sekitarnya.
Kota ini memiliki lebih dari 150 teras batu yang terpahat di lereng gunung. Jaringan transportasi dalam kota ini terdiri dari jalanan batu yang menghubungkan berbagai alun-alun berbentuk lingkaran. Namun, mencapai kota ini bukanlah hal yang mudah. Untuk sampai ke pintu masuk Ciudad Perdida, seseorang harus mendaki sekitar 1.200 anak tangga yang terjal, melewati hutan lebat yang ditumbuhi pepohonan rimbun.
Peradaban yang Maju 1.500 Tahun yang Lalu
Lebih dari 1.500 tahun yang lalu, Suku Tairona telah membangun masyarakat yang makmur di Ciudad Perdida. Mereka menciptakan sistem jalan batu yang mempermudah pertukaran barang seperti makanan, keramik, dan emas.
Penduduknya tinggal di pegunungan dan memiliki kebun yang subur di mana mereka menanam jagung, tomat, nanas, alpukat, dan jambu biji. Selain itu, karena lokasi kota ini dekat dengan laut, mereka juga dapat memperoleh makanan laut dalam jumlah yang melimpah, meskipun tinggal jauh di dalam pegunungan.
Anak-anak yang tumbuh di kota ini belajar tentang mitos dan legenda dari para tetua, serta diajarkan cara membuat pakaian dan kain dari serat alami. Masyarakat Tairona terbagi menjadi beberapa kelompok yang tinggal di pegunungan dan di sepanjang pesisir pantai, bekerja sama dalam berbagai aktivitas dan perdagangan. Struktur sosial mereka sangat tertata dengan baik.
Hingga saat ini, Suku Kogi, Wiwas, dan Arhuacos diyakini sebagai keturunan langsung dari Suku Tairona. Suku Kogi yang masih hidup hingga sekarang percaya bahwa mereka harus secara rutin mengunjungi Ciudad Perdida, karena mereka menganggapnya sebagai pusat spiritual nenek moyang mereka.
Menurut kepercayaan Suku Kogi, Suku Tairona telah menghuni wilayah ini selama ribuan tahun hingga kedatangan orang-orang Spanyol. Meskipun peradaban Tairona kini telah punah, Suku Kogi meyakini bahwa mereka memiliki banyak kesamaan dengan leluhur mereka.
Bagi mereka, prinsip utama kehidupan adalah kebaikan dan kesetaraan. Suku Tairona percaya bahwa tugas mereka di dunia ini adalah untuk melindungi dan merawat Bumi, bukan hanya untuk diri mereka sendiri, tetapi juga untuk semua makhluk hidup. Mereka merupakan masyarakat yang menjunjung tinggi keharmonisan dan kepedulian.
Kehancuran Peradaban Tairona dan Penemuan Kembali Kota yang Hilang
Ketika para penjajah Eropa tiba di wilayah ini, mereka memperbudak penduduk asli dan merampas emas mereka. Akhirnya, pada abad ke-16, Suku Tairona meninggalkan tanah tempat mereka tinggal selama ribuan tahun.
Seiring berjalannya waktu, Ciudad Perdida perlahan dilupakan oleh dunia. Baru pada tahun 1970-an kota ini ditemukan kembali. Sayangnya, kabar tentang harta karun emas yang tersembunyi di dalamnya menarik perhatian para penjarah. Akibatnya, kota ini menjadi saksi bisu sejarah berdarah, di mana banyak orang terbunuh karena keserakahan mereka terhadap emas.
Kemudian, Suku Kogi, yang mewarisi budaya dan tradisi Tairona, berjuang untuk mendapatkan kembali hak atas tanah leluhur mereka. Setelah belajar bahasa Spanyol, mereka mengajukan proposal kepada Pemerintah Kolombia. Berkat upaya mereka, akhirnya hak atas Ciudad Perdida berhasil dikembalikan kepada mereka.
Kini, berbagai organisasi melindungi kota kuno ini, menjaga peninggalan budaya yang hampir terlupakan, dan memastikan bahwa warisan peradaban Tairona tetap hidup bagi generasi mendatang.(jhn/yn)