EtIndonesia. Setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump menjabat dan memberlakukan tarif tambahan pada semua barang impor dari Tiongkok, nilai tukar RMB. mengalami fluktuasi tajam. Para analis memperingatkan bahwa jika RMB. mengalami depresiasi dengan cepat, hal ini dapat mempercepat keruntuhan ekonomi Tiongkok.
Pada 20 Februari, Bank Sentral Tiongkok (PBOC) mengumumkan nilai tengah RMB. terhadap dolar AS sebesar 7,1712 RMB., turun 7 basis poin.
Pada sesi perdagangan sebelumnya, nilai tengah RMB. terhadap dolar AS adalah 7,1705 RMB. Kurs pasar dolar AS terhadap RMB. tercatat pada 7,2673, turun 0,14%, lebih rendah dari level tertinggi tiga minggu sebesar 7,2424 yang dicapai pada Senin.
Sejak pertengahan November tahun lalu, Bank Sentral Tiongkok terus menetapkan nilai tukar resmi RMB. yang relatif kuat. Para analis dan pedagang melihat ini sebagai indikasi bahwa pemerintah Partai Komunis Tiongkok (PKT) merasa khawatir dengan depresiasi RMB.
“Nilai tukar RMB. adalah sistem nilai tukar mengambang yang dikelola. Pemerintah Tiongkok mengontrol nilai tengah RMB., dan fluktuasinya tidak boleh melebihi 2% setiap hari. Ini bukan murni mekanisme pasar. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar RMB., pemerintah harus menggunakan cadangan devisa dalam jumlah besar. Namun, saat ini mereka menyadari bahwa tren utama adalah depresiasi RMB. yang akan terus berlanjut,” ujar kolumnis Epoch Times, Wang He.
Para ahli memandang depresiasi RMB. sebagai tren yang tak terhindarkan.
“Selama beberapa tahun terakhir, kebijakan ekonomi dan politik Tiongkok semakin condong ke kiri, sehingga RMB. tidak mungkin tetap kuat. Perdagangan luar negeri melemah, ekspor menurun, ekonomi terpuruk, dan sektor properti runtuh. Hampir semua sektor sedang mengalami kemunduran, sehingga depresiasi RMB. tidak terelakkan. Jika depresiasi terjadi terlalu cepat, hal ini dapat mempercepat keruntuhan ekonomi Tiongkok,” kata Liang Shaohua, Ketua Pengacara Citizens Court of America.
Selama masa jabatan pertama Trump, perang dagang AS-Tiongkok menyebabkan RMB. melemah lebih dari 12% terhadap dolar AS. Pada masa jabatan keduanya, Trump tidak hanya menerapkan tarif tambahan pada semua produk Tiongkok tetapi juga terus memperketat kebijakan ini.
“Ketika Trump melancarkan perang tarif melawan Tiongkok pada tahun 2018, proporsi ekspor Tiongkok di pasar impor AS turun secara signifikan, sehingga Tiongkok kehilangan posisinya sebagai mitra dagang terbesar AS. Namun, banyak produk Tiongkok tetap masuk ke AS melalui negara ketiga. Kali ini, Trump menerapkan kebijakan tarif yang lebih menyeluruh, sehingga jalur ini pun tertutup bagi Tiongkok,” kata Wang He.
Sumber : NTDTV.com