Forum Elite – NTD & Epoch Times
Trump telah berulang kali menghadirkan berbagai kejutan ke dunia sejak ia kembali duduk di Gedung Putih. Kejutan terbaru dari Trump adalah AS berniat untuk mengakuisisi Jalur Gaza demi pembangunannya kembali.
Sebelumnya, ia juga menyatakan keinginan untuk mengakuisisi Greenland, mengambil alih kembali hak pengelolaan Terusan Panama, juga ingin menjadikan Kanada sebagai negara bagian ke-51 Amerika Serikat. Sekarang ia mengincar wilayah di Timur Tengah yang sedang dilanda perang paling dahsyat.
Para ahli mengatakan, bahwa rencana akuisisi atau kepemilikan atas Jalur Gaza telah mengubah tradisi politik Amerika Serikat selama 100 tahun terakhir, dari yang sebelumnya bersifat defensif menjadi ofensif. Namun sebaliknya, intervensi aktif Amerika Serikat ini justru dapat menjadi unsur penting dalam upaya mencapai perdamaian.
Akuisisi Gaza bertujuan untuk mendapatkan kendali secara faktual
Henry Wu, seorang ekonom makro Taiwan mengatakan, dirinya yakin bahwa keinginan Trump mengakuisisi Jalur Gaza berkaitan dengan masalah kendali secara faktual. Oleh karena Trump melihat ada Tiongkok dan Rusia dalam PBB yang dikhawatirkan akan menjadi penghalang dalam mewujudkan keinginannya, jika masalah akuisisi dilakukan lewat PBB, maka ia memilih untuk “terjun sendiri”.
Jalur Gaza yang awalnya dihuni oleh warga Palestina dan Israel, kini tempat tersebut berada di bawah kendali militer Israel yang kemudian akan menarik pasukannya. Oleh karena itu, jika Amerika Serikat benar-benar ingin mengakuisisinya, ia harus bernegosiasi dengan Israel yang saat ini mengendalikannya, jika tidak, ia harus bernegosiasi dengan pemerintah Palestina. Singkatnya, Trump tidak akan mengakuisisi Gaza dari Mesir, Lebanon atau negara Timur Tengah lainnya.
Henry Wu mengatakan bahwa pemerintah Palestina berbeda dengan Hamas, yang dianggap sebagai faksi yang lebih ekstrem di Palestina. Jadi, konsepnya di sini adalah bahwa Trump sedang membangun kerangka perdamaian permanen di Timur Tengah. Dalam kerangka ini, para teroris dan organisasi mereka di Timur Tengah harus disingkirkan terlebih dahulu, baru kemudian antek-antek Iran, serta Hizbullah Lebanon, Hamas, kelompok bersenjata Houthi Yaman, beberapa organisasi teroris di Suriah, dan seterusnya.
Setelah hal tersebut teratasi barulah mengangkat persoalan bagaimana membuat orang Arab dan Israel hidup damai. Jika Israel pergi, yang mereka inginkan sekarang adalah mengusir Hamas dan Palestina dari Jalur Gaza. Ini melanggar atau tidak konsisten dengan gagasan awal Perserikatan Bangsa-Bangsa. Namun hal itu terpaksa diabaikan karena sejak berakhirnya Perang Dunia II, kerangka politik dan hukum internasional mengenai Timur Tengah belum mampu memberikan perdamaian sejati. Yang paling banyak kita lihat adalah gencatan senjata hanya bisa bertahan untuk jangka waktu tertentu, kemudian pertempuran kembali berkobar, atau serangan teroris muncul lagi. Begitulah yang terjadi selama ini.
Oleh karena itu, dengan pemikiran Trump yang imajinatif dan kreatif, kondisi tersebut perlu diubah. Sekarang dia ingin mengusir semua warga Palestina dari Jalur Gaza. Jika Jalur Gaza diserahkan kepada Israel, pasti konflik di masa mendatang sulit dicegah, jadi Amerika Serikat masuk. Jika teroris ingin berperang, mereka akan melawan militer AS, jadi mereka perlu berpikir ulang tentang hal ini.
Jadi Israel juga ikut senang, karena masuknya Amerika Serikat menjamin keamanan Israel. Karena dengan Gaza tidak lagi diduduki Israel, anggaran militer Israel bisa menurun. Lalu mereka dapat berkonsentrasi dalam mengembangkan pemandangan Mediterania dan tempat-tempat wisata untuk diubah menjadi Paris kecil, yang tentunya tidak akan dipermasalahkan oleh orang-orang Arab.
Henry Wu mengatakan bahwa karena masih terdapat sekitar 30.000 bom aktif yang berada dalam terowongan di Gaza, sehingga pembangunan kembali Jalur Gaza oleh AS perlu melakukan pembersihan terlebih dulu, setelah itu baru memperbaiki saluran air, listrik, gas yang mengalami kerusakan parah sehingga membuat penduduk sulit bertahan hidup.
Setelah pembangunan, tentu saja beberapa orang Arab dan Palestina mungkin dapat kembali menghuni dengan cara membeli rumah baru, tetapi sebagian besar orang Palestina tidak akan diizinkan untuk menghuni kembali di Jalur Gaza. Oleh karena itu, yang benar-benar diinginkan Trump adalah dapat mengendalikan Gaza secara faktual untuk menggantikan pendudukan Israel dan kemudian mengusir semua warga Palestina keluar dari Jalur Gaza. Inilah skenarionya.
Akuisisi Gaza menandai beralihnya politik defensif AS yang sudah berlangsung selama seabad menjadi politik ofensif
Tokoh media kawakan Guo Jun mengatakan bahwa perekonomian AS menjadi yang terbesar di dunia pada tahun 1890-an, dan sekitar masa Perang Dunia I, AS mulai beralih dari negara yang ofensif menjadi negara defensif, terutama setelah berhasil melakukan perluasan wilayah di beberapa pulau yang berada di Lautan Pasifik usai Perang Dunia II. Namun secara geopolitik, AS cenderung bersikap defensif hampir sepanjang waktu, baik selama Perang Dingin maupun usai Perang Dingin. Politik defensif yang menyerang balik setelah diserang telah dipraktikkan oleh Washington selama satu abad.
Oleh karena itu, banyak orang merasa sangat tidak nyaman dengan beberapa pernyataan yang dibuat oleh Trump setelah ia menjabat. Trump mengajukan beberapa tuntutan geopolitik. Yang satu adalah terkait Terusan Panama, yang lain adalah Greenland, dan kali ini adalah untuk mengakuisisi atau memiliki Jalur Gaza. Menurut pendapat saya, ini pada dasarnya adalah strategi geopolitik ofensif yang sepenuhnya menumbangkan tradisi politik Amerika Serikat yang sudah berlangsung selama 100 tahun terakhir.
Di satu sisi, hal ini disebabkan oleh gaya pribadi seorang Donald Trump, di sisi lain, hal ini juga diakibatkan oleh berbagai perubahan besar dalam situasi global yang terjadi saat ini. Perubahan ini akan berdampak besar pada situasi global di masa mendatang. Jika Trumpisme dapat mendominasi Amerika Serikat, maka masing-masing negara perlu melakukan adaptasi kembali kebijakannya terhadap Amerika Serikat. Tentunya dapat menimbulkan banyak ketidaknyamanan.
Misalnya, banyak negara yang selama ini telah memperoleh banyak manfaat dari Amerika Serikat, tetapi mungkin sebentar lagi akan terhenti. Karena, setelah Perang Dunia II, mulai dari Rencana Marshall, Amerika Serikat telah mempromosikan kepada dunia kebijakannya yang berupa pertumbuhan ekonomi secara bersama. AS dengan menyediakan pasar konsumen domestiknya yang kuat untuk memungkinkan banyak negara terlibat dalam perdagangan tidak adil dengannya agar tercapai pertumbuhan ekonomi mereka. Tidak dapat dipungkiri bahwa hal ini memang sejalan dengan situasi di akhir Perang Dunia II.
Para pemimpin Amerika Serikat percaya bahwa ada dua faktor yang menyebabkan cepatnya peyebaran paham komunis di seluruh dunia: pertama adalah kemiskinan, dan kedua adalah kolonialisme Eropa. Jadi di satu sisi, Amerika Serikat memimpin perlawanan terhadap kolonialisme Eropa, yang mendorong kemerdekaan sejumlah besar negara Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Di sisi lain, Amerika Serikat memberikan bantuan ekonomi kepada negara-negara tersebut dan membuka pasar domestik Amerika Serikat. Kebijakan ini sangat efektif.
Guo Jun mengatakan bahwa populasi dunia meningkat secara signifikan setelah Perang Dunia II, dan standar hidup umum masyarakat di seluruh dunia juga meningkat berlipat ganda. Pencapaian ini harus diakui sebagai hasil dari dominasi Amerika Serikat. Namun, kini kekuatan nasional AS relatif menurun, dari 40% lebih PDB dunia menjadi 20% lebih saat ini. Model masa lalu itu sudah tidak dapat dipertahankan lagi. Jadi, Amerika Serikat sedang bertransformasi dari negara adikuasa menjadi adidaya. Dulu ia mendominasi permainan sepenuhnya, namun kini ia beralih menjadi aktor utama dalam permainan.
Partai Komunis Tiongkok selalu menekankan bahwa Amerika Serikat harus beradaptasi dengan perubahan multipolarisasi global, apa yang terjadi sekarang adalah bagian dari perubahan ini. Termasuk menyeimbangkan transaksi perdagangan, menambahkan pungutan tarif, dan menjadi negara ekspansif lagi.
Tentu saja, Trump mungkin adalah kandidat yang paling cocok. Amerika Serikat tidak perlu memikul tanggung jawab tatanan global ini sendirian, tetapi perlu mengubahnya menjadi tanggung jawab bersama. Jika menyangkut isu Timur Tengah, Amerika Serikat kemungkinan besar akan menjadi peserta super kuat di Timur Tengah di masa mendatang, bukan sekadar penjaga ketertiban. Dengan kata lain, Amerika Serikat tidak lagi menjadi wasit, tetapi akan berpartisipasi langsung dalam kompetisi itu.
Guo Jun juga menyebutkan bahwa apa yang dikatakan Trump ingin mengakuisisi Jalur Gaza, menurut dirinya adalah Trump tidak bermaksud membeli wilayah Gaza, tetapi membeli hak komersial dan politik untuk membangun kembali Jalur Gaza. Dengan mendapatkan hak untuk memimpin pembangunan kembali Gaza, maka Amerika Serikat bisa memiliki basis penting di Timur Tengah. Satuan tugas Mediterania dari Armada Kelima atau Armada Keenam AS nantinya dapat menjadikan Gaza sebagai pangkalan permanen. Hal ini akan membawa perubahan besar terhadap geopolitik Timur Tengah.
Geopolitik Trump: Menekan PKT dengan target akhir melindungi Taiwan
Henry Wu mengatakan bahwa jika Amerika Serikat berhasil mengakuisisi atau mengambil alih Gaza, hal itu juga akan sangat bermanfaat bagi strategi internasional global Amerika Serikat. Titik start awalnya yaitu membangun kerangka perdamaian permanen di Timur Tengah, yang mencakup pembersihan terhadap para teroris dan organisasi teroris, kemudian mengusir warga Palestina dari Jalur Gaza. Jalur Gaza akan digunakan untuk pembangunan dan tujuan lainnya.
Sekarang semua tindakan Trump telah dengan jelas ia nyatakan sebagai upaya untuk menghadapi PKT. Dari Terusan Panama ke Greenland, Ukraina, dan Timur Tengah juga. Oleh karena itu, seluruh ide Trump untuk memanipulasi geopolitik sekarang bertujuan untuk menargetkan PKT. Dengan mengikuti logika ini, begitu keempat tempat itu selesai dilakukan, maka tempat kelima atau target akhir yaitu Taiwan dan Selat Taiwan.
Sekarang kita lihat situasi di Timur Tengah adalah seperti ini. Tujuannya adalah memindahkan pabrik dunia keluar dari Tiongkok daratan ke India. Jika India secara bertahap menjadi pabrik dunia yang baru di masa mendatang, produk yang dihasilkannya, termasuk iPhone, akan masuk ke Timur Tengah dari India, dan masuk ke Eropa dari Timur Tengah. Jika diperlukan, bisa masuk AS dari Eropa dengan melintasi Lautan Atlantik. Ini adalah seluruh rute pengirimannya. Rute perjalanan ini lebih pendek daripada perjalanan dari Tiongkok dan biaya transportasinya pun lebih murah. Kuncinya terletak pada perlu adanya Timur Tengah yang damai.
Henry Wu mengatakan, awalnya Israel berencana menjalin hubungan diplomatik dengan Arab Saudi pada paro pertama bulan September 2024. Namun, Hamas yang bertujuan menggagalkan terjalinnya hubungan diplomatik Israel-Arab Saudi tak kuasa menahan diri dan melancarkan serangan ke Israel pada 7 Oktober.
Jadi apa yang dimaksud Trump sekarang adalah merobohkan dan membangun kembali Jalur Gaza, memulai dari awal. Pertama, konsep membangun koridor ekonomi baru di Timur Tengah, dari India ke Timur Tengah hingga Eropa, Ini merupakan tindakan untuk melawan “Inisiatif Sabuk dan Jalan” Tiongkok. Kedua, membangun terusan baru yang dinamakan Terusan Ben-Gurion sebagai cadangan Terusan Suez bila terjadi sesuatu gangguan, agar pengiriman barang lewat laut tidak terganggu.
Pembuatan terusan baru ini adalah ide dari mantan Perdana Menteri Israel yang bernama David Ben-Gurion. Terusan tersebut awalnya dimaksudkan untuk menghubungkan Laut Mediterania dari utara Jalur Gaza, tetapi sekarang ada kemungkinannya untuk melewati Jalur Gaza secara langsung, yang membuat proyek tersebut lebih sederhana.
Henry Wu juga mengatakan bahwa pembangunan kembali Jalur Gaza akan sepenuhnya mengubah seluruh situasi di Timur Tengah dan menciptakan pola benar-benar baru yang akan menghambat langkah ekspansi PKT di Timur Tengah.
Keterlibatan aktif AS di Timur Tengah merupakan elemen penting dalam mencapai perdamaian
Guo Jun mengatakan meskipun masih ada keraguan besar mengenai apakah perdamaian dapat dicapai di Timur Tengah. Tetapi Timur Tengah selalu menjadi persimpangan beberapa peradaban manusia besar, dan Gaza terletak di perbatasan antara Asia Barat dan Afrika Utara. Penduduk di sana sekarang sebagian besar adalah orang Arab dan Yahudi, yang semuanya termasuk rumpun Semit. Sebagaimana yang disebutkan dalam Alkitab, bahwa mereka ini pada awalnya bersaudara. Hubungan itu sebelumnya berjalan normal, tetapi setelah Perang Dunia II mereka menjadi tidak akur sama sekali.
Banyak negara di Timur Tengah memilih untuk bekerja sama dengan Amerika Serikat pada tahun-tahun sebelum dan sesudah PD.II. Masih teringat, bahwa saya pernah membaca sepotong informasi yang berbunyi: Arab Saudi dan Iran memiliki banyak minyak yang belum mampu mereka eksplorasi sendiri, tetapi mereka tidak menyukai Inggris dan Prancis lantaran selalu menindas, jadi mereka memilih Amerika Serikat.
Amerika Serikat menandatangani perjanjian dengan negara-negara ini. Beberapa dekade kemudian, ketika anak-anak mereka belajar di Eropa dan Amerika Serikat serta mempelajari seluruh sistem Barat, mereka kembali memeriksa perjanjian-perjanjian ini dan menemukan bahwa perjanjian-perjanjian tersebut sepenuhnya adil, tidak ada yang saling merugikan. Ini menunjukkan bahwa orang Amerika Serikat memang lebih jujur saat itu dan tidak menindas mereka. Oleh karena itu, alasan mengapa banyak negara Arab di Timur Tengah selalu menjaga hubungan dekat dengan Amerika Serikat, itu ada alasannya. Amerika Serikat bukanlah penjajah yang hanya mementingkan diri sendiri.
Guo Jun mengatakan, oleh karena itu, untuk menyelesaikan masalah di Timur Tengah, mungkin hanya Amerika Serikat yang pantas, yang dapat memainkan peran sebagai kaisar besar. Akan tetapi, wilayah ini memang sangat kompleks sehingga utang darah selama puluhan tahun tidak mudah diselesaikan. Ditambah lagi dengan adanya konflik agama dan etnis. Bahkan jika Amerika Serikat mendapatkan hak untuk mengendalikan Gaza, tidak menutup kemungkinan bahwa masalahnya sulit untuk diatasi.
Henry Wu percaya bahwa Timur Tengah dapat mencapai perdamaian karena pendekatan baru sedang dieksplorasi saat ini. Jalur Gaza awalnya diserbu oleh pasukan penjaga perdamaian PBB. Namun, Tiongkok dan Rusia berada di Perserikatan Bangsa-Bangsa, jadi Amerika Serikat tidak menggunakan Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai saluran, tetapi masuk secara langsung.
Ini mencerminkan suatu hal. Trump selalu dikritik karena bertindak sendiri dan mengejar isolasionisme. Sekarang apakah kita melihat bagaimana ini merupakan isolasionisme? Ini adalah Amerika Serikat yang di bawah internasionalisme. Perdamaian di Timur Tengah sangat mirip dengan situasi internasional. Perdamaian harus datang dari campur tangan Amerika Serikat. Izinkan saya memberikan sedikit mengenai latar belakangnya.
Ketika Hitler melancarkan perang, ia telah membuat perhitungan yang cermat sehingga yakin bahwa ia dapat menguasai Eropa. Kemudian, ketika Jepang yang militerisme melancarkan perang, mereka telah memperkirakan bahwa mereka akan berhasil menguasai Asia Timur, setidaknya wilayah timur Myanmar, asalkan Amerika Serikat tidak campur tangan. Saat itu, Amerika Serikat tidak memiliki rantai produksi industri militer, sehingga baik Jerman maupun Jepang berani menyulut perang. Setelah Amerika Serikat melakukan intervensi, Hitler mengatakan bahwa jika dari awal dirinya tahu Amerika Serikat akan melakukan intervensi, dia tidak akan memulai peperangan.
Kini saatnya Amerika Serikat mengambil inisiatif untuk campur tangan agar perang tidak pecah sejak awal. Jadi, Trump mengatakan tidak akan ada perang jika dia menjadi presiden, tetapi di era Biden banyak perang terjadi. Trump tidak berusaha memenangkan perang, tetapi mencegah perang terjadi. Sekarang Amerika Serikat mengambil inisiatif untuk campur tangan, konsep internasionalisme telah membuat banyak orang yang ingin memulai perang atau melakukan serangan teroris tidak berani bertindak gegabah.
Henry Wu mengatakan bahwa landasan penting bagi perdamaian di Timur Tengah, jika kita mengacu lagi pada konteks Perang Dunia II, yakni internasionalisme dan intervensi proaktif Amerika Serikat mungkin merupakan elemen penting dalam mewujudkan perdamaian. (sin)