EtIndonesia. Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, beberapa waktu lalu memerintahkan pembekuan seluruh dana bantuan luar negeri selama 90 hari untuk melakukan evaluasi menyeluruh apakah alokasi dana tersebut sudah sesuai dengan prinsip kebijakan “America First.” Kebijakan ini, yang menekankan kepentingan dan keamanan nasional, menunjukkan pergeseran fokus dari bantuan global ke penguatan posisi strategis Amerika di kawasan Indo-Pasifik.
Pencairan Dana Bantuan dan Prioritas Keamanan
Berdasarkan daftar pengecualian yang diperoleh Reuters pada 21 Februari, pemerintahan Trump telah mencairkan dana bantuan luar negeri sebesar 5,3 miliar dolar. Dana tersebut dialokasikan terutama untuk mendukung program keamanan dan penindakan terhadap peredaran narkoba ilegal. Di antara pos-pos penting, bantuan militer untuk Taiwan mencapai 870 juta dolar dan untuk Philipina sebesar 336 juta dolar, yang secara bersama-sama menyumbang hampir 23% dari total pencairan.
Menurut para analis, langkah ini merupakan bagian dari strategi menghadapi ancaman yang semakin meningkat dari Tiongkok. Fokus utama kebijakan ini adalah menjaga stabilitas dan keamanan kawasan Indo-Pasifik, di mana Taiwan dan Philipina memainkan peran strategis dalam aliansi militer Amerika.
Tanggapan Akademisi dan Para Ahli
Wakil Dekan Departemen Ilmu Politik Universitas Taiwan, Chen Shimin, mengungkapkan bahwa sejak masa kepemimpinan Trump, semua dana bantuan luar negeri—termasuk bantuan militer untuk Taiwan yang belum dicairkan pada masa pemerintahan Biden—telah dibekukan. Kini, pencairan kembali bantuan militer untuk Taiwan dianggap selaras dengan pernyataan Menteri Pertahanan Amerika yang menekankan bahwa menghadapi ancaman Tiongkok, khususnya terkait keamanan Selat Taiwan, merupakan prioritas utama.
Direktur Institut Penelitian Keamanan Pertahanan Taiwan, Su Ziyun, menambahkan bahwa pergeseran fokus kebijakan Amerika kini lebih menekankan kawasan Asia dibandingkan Eropa. Pertemuan penting antara Menteri Luar Negeri Amerika, Jepang, dan Korea juga menggarisbawahi pentingnya menjaga perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan. Selain itu, pertemuan puncak antara Perdana Menteri Jepang, Shigeru Ishiba, dan Presiden Trump turut menekankan bahwa stabilitas di kawasan ini sangat krusial bagi keamanan regional.
Su Ziyun mencatat bahwa pengumuman Presiden Taiwan, Lai Ching-te, mengenai peningkatan anggaran pertahanan hingga 3% dari PDB dan upaya penyeimbangan perdagangan dengan Amerika, mencerminkan komitmen Taiwan untuk memperkuat kerjasama strategis dengan Washington.
Dukungan untuk Philipina dan Strategi Aliansi
Selain bantuan untuk Taiwan, dari total dana bantuan sebesar 5,3 miliar dolar, sejumlah 336 juta dolar dialokasikan untuk modernisasi pasukan keamanan Philipina. Chen Shimin menekankan bahwa isu keamanan Indo-Pasifik yang diangkat oleh pemerintahan Trump mencerminkan hubungan yang erat antara Amerika dan Philipina sebagai sekutu militer.
Philipina, yang saat ini menghadapi tekanan militer dari Tiongkok, mendapatkan dukungan strategis dari Amerika sebagai bagian dari upaya memperkuat pertahanan kawasan. Bantuan militer yang diberikan telah berjalan sejak masa pemerintahan Biden dan diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan eskalasi ancaman dari Tiongkok.
Strategi Ambigu dan Isu Gaza
Di sisi kebijakan luar negeri lainnya, pada 16 Januari, Menteri Luar Negeri Amerika, Marco Rubio, dalam sidang konfirmasi di Senat, menyatakan: “Kami tidak akan berjanji untuk membantu pertahanan Taiwan.”
Pernyataan tersebut menegaskan kembali penerapan strategi ambigu Amerika dalam menyikapi isu Taiwan.
Sebelumnya, Trump juga pernah mengusulkan agar Amerika mengambil alih Jalur Gaza dan merelokasi lebih dari 2 juta warga sipil serta militer setempat ke negara tetangga. Dalam pernyataannya kepada Fox News pada Jumat minggu ini, Trump menegaskan bahwa usulan tersebut hanyalah ide yang tidak akan dipaksakan.
Rencana kontroversial tersebut sempat mengejutkan banyak pihak. Trump mengusulkan agar Washington mengambil alih pengelolaan Jalur Gaza dan membangun kembali wilayah tersebut, sekaligus menekan Mesir dan Yordania untuk menerima pengungsi Palestina. Namun, menurut pernyataan Trump pada 21 Februari, kedua negara tersebut menolak usulan karena dianggap tidak adil jika memaksa pengungsi meninggalkan rumah tanpa kehendak mereka. Trump mengungkapkan keterkejutannya dengan penolakan tersebut, mengingat setiap tahun Amerika mengeluarkan puluhan miliar dolar untuk mendukung kedua negara tersebut.
Kesimpulan
Kebijakan pembekuan dan pencairan kembali dana bantuan luar negeri oleh pemerintahan Trump merupakan langkah strategis yang menggarisbawahi prioritas Amerika dalam menghadapi ancaman dari Tiongkok dan menjaga stabilitas kawasan Indo-Pasifik. Dengan penekanan pada keamanan Taiwan dan Philipina, serta penerapan strategi ambigu dalam kebijakan luar negeri, langkah ini mencerminkan pergeseran fokus Amerika dari bantuan global menuju kepentingan nasional dan keamanan regional. Sementara itu, usulan terkait Jalur Gaza menunjukkan kompleksitas dan dinamika kebijakan luar negeri Amerika dalam menangani isu-isu internasional yang sensitif.