EtIndonesia. Pada tanggal 24 Februari, Presiden Amerika, Serikat Donald Trump mengungkapkan bahwa dia sedang berdiskusi dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin mengenai penghentian perang Rusia-Ukraina serta transaksi ekonomi besar antara Amerika Serikat dan Rusia. Pada hari yang sama, Putin secara terbuka mengusulkan agar Rusia dan Amerika Serikat bekerja sama dalam eksplorasi logam tanah jrang. Dalam konteks kebijakan Tiongkok yang membatasi ekspor beberapa sumber daya mineral khusus ke Amerika Serikat, usulan Putin ini semakin menunjukkan bahwa Rusia sedang mendekat ke pemerintahan Trump.
Tiga Tahun Perang Rusia-Ukraina: Trump Ungkap Pembicaraan dengan Putin tentang Penghentian Perang dan Perjanjian Ekonomi AS-Rusia
Tepat tiga tahun sejak pecahnya perang Rusia-Ukraina, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump mengunggah pernyataan yang menyebutkan bahwa dia dan Presiden Rusia Vladimir Putin sedang mendiskusikan perjanjian ekonomi “besar” sebagai bagian dari upaya untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina.
Trump bersama Presiden Prancis Emmanuel Macron menghadiri konferensi virtual dengan para pemimpin negara anggota G7 di Gedung Putih. Setelah pertemuan tersebut, Trump mengunggah pernyataan di media sosialnya.
Dalam unggahan di platform “Truth Social”, Trump menulis: “Hari ini, saya bersama Presiden Prancis Macron berbicara dalam KTT G7 di Oval Office. Pertemuan ini dipimpin oleh Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau dan memperingati tiga tahun perang Rusia-Ukraina. Jika saya yang menjadi presiden saat itu, perang ini tidak akan pernah terjadi.”
Trump menegaskan: “Semua orang menyampaikan harapan mereka untuk mengakhiri perang ini, dan saya menekankan pentingnya ‘perjanjian mineral dan logam tanah jarang’ antara Amerika Serikat dan Ukraina. Kami berharap perjanjian ini bisa segera ditandatangani!”
Trump menambahkan: “Perjanjian ‘kemitraan ekonomi’ ini akan memastikan bahwa rakyat Amerika mendapatkan kembali miliaran dolar serta peralatan militer yang telah disuplai ke Ukraina. Perjanjian ini juga akan membantu Ukraina membangun kembali ekonominya setelah perang yang brutal dan biadab ini berakhir.”
Selain itu, Trump juga mengungkapkan: “Saya sedang dalam pembicaraan serius dengan Presiden Rusia Vladimir Putin mengenai penghentian perang serta transaksi ekonomi besar antara Amerika Serikat dan Rusia. Pembicaraan ini berlangsung dengan sangat baik!”
Putin Mengusulkan Kerja Sama Eksplorasi Logam Tanah Jarang dan Pemasokan Aluminium ke AS
Pada hari Senin (24/2), Reuters melaporkan bahwa dalam rencana perjanjian ekonomi masa depan, Presiden Rusia Vladimir Putin mengusulkan kepada Amerika Serikat untuk bersama-sama mengeksplorasi tambang logam tanah jarang di Rusia serta menyediakan pasokan aluminium ke pasar domestik Amerika Serikat.
Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyatakan bahwa Amerika Serikat akan menjalankan “transaksi ekonomi besar” dengan Rusia. Hanya dalam dua jam setelah Trump mengeluarkan pernyataannya, Putin langsung memimpin rapat dengan para menteri dan penasihat ekonominya mengenai logam tanah jarang.
Setelah pertemuan itu, melalui siaran televisi nasional, Putin menyatakan bahwa Rusia siap untuk bekerja sama dengan mitra Amerika Serikat dalam proyek bersama. Dia juga menyebut bahwa istilah “mitra” tidak hanya merujuk pada institusi pemerintahan tetapi juga perusahaan-perusahaan yang tertarik untuk bekerja sama.
Putin menegaskan bahwa Rusia memiliki sumber daya logam tanah jarang yang lebih besar dibandingkan dengan Ukraina. Dia juga menambahkan bahwa Rusia tidak terlalu memperdulikan perjanjian potensial yang mungkin terjadi antara Amerika Serikat dan Ukraina terkait logam tanah jarang.
Menurut data dari Survei Geologi Amerika Serikat (USGS), Rusia diperkirakan memiliki cadangan logam tanah jarang sebanyak 3,8 juta ton, menjadikannya sebagai negara dengan cadangan terbesar kelima di dunia setelah Tiongkok, Brasil, India, dan Australia.
Putin juga mengungkapkan bahwa perjanjian eksplorasi logam tanah jarang ini bisa diperluas hingga ke wilayah Ukraina Timur yang saat ini berada di bawah kendali Rusia. Jika pasar Amerika Serikat kembali terbuka, perusahaan-perusahaan Rusia dapat mengekspor hingga 2 juta ton aluminium ke Amerika Serikat setiap tahunnya.
Tiongkok Menggunakan Logam Tanah Jarang untuk Membalas Amerika Serikat
Setelah Trump kembali terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat, Tiongkok diam-diam telah memulai persaingan dalam perebutan sumber daya. Pada Desember 2024, Tiongkok mengumumkan bahwa mereka akan menghentikan ekspor beberapa sumber daya mineral khusus ke Amerika Serikat. Sebagai tanggapan, Presiden Trump pada tanggal 3 Februari tahun ini mengusulkan perjanjian baru dengan Ukraina yang berisi skema “sumber daya sebagai imbalan bantuan”.
Sebelumnya, Voice of America (VOA) melaporkan bahwa kepentingan Tiongkok dalam mendapatkan lebih banyak kontrol atas mineral penting sangat besar. Jika Washington memutuskan untuk secara drastis menaikkan tarif pada barang-barang Tiongkok, diperkirakan Tiongkok akan menggunakan sumber daya mineral ini sebagai alat untuk membalas kebijakan Amerika Serikat.
Zhiqun Zhu, seorang pakar politik dari Universitas Bucknell, Pennsylvania, dalam wawancara via email dengan VOA mengatakan: “Jika perang tarif meningkat, logam tanah jarang akan menjadi alat yang kuat bagi PKT untuk membalas pemerintahan Trump.”
Baru-baru ini, Kementerian Perdagangan Tiongkok mengumumkan pengendalian yang lebih ketat terhadap ekspor beberapa logam tanah jarang ke Amerika Serikat. Pada awal Desember 2024, Tiongkok memberlakukan larangan ekspor tiga jenis mineral utama ke Amerika Serikat—galium, germanium, dan antimon, yang memiliki berbagai aplikasi militer. Ini merupakan langkah lanjutan dari pembatasan yang telah dimulai sejak tahun 2023.
Beatrix Keim, Direktur Pusat Penelitian Otomotif Jerman (Center Automotive Research), mengungkapkan: ” Tiongkok mengendalikan sebagian besar kapasitas pemurnian logam tanah jarang dan lithium yang digunakan dalam pembuatan baterai. Tiongkok membutuhkan mineral ini untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat di sektor kendaraan listrik mereka.”
Menurut Now-Gmbh, lembaga penelitian yang dikelola pemerintah Jerman, Tiongkok memiliki 36% dari total cadangan logam tanah jarang dunia, tetapi mengontrol 70% dari pasokan global melalui sumber daya yang berasal dari berbagai negara. Lembaga ini juga menyebutkan bahwa Tiongkok mengendalikan 77% kapasitas pemurnian logam tanah jarang dunia.
Pada September 2024, Gedung Putih mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan: ” Tiongkok telah memonopoli pasar pemrosesan dan pemurnian mineral penting, membuat Amerika Serikat, sekutu, dan mitra-mitranya rentan terhadap gangguan rantai pasokan, yang pada akhirnya membahayakan ekonomi dan keamanan nasional.”
Logam tanah harang yang berasal dari Tiongkok bukan hanya digunakan dalam produksi jet tempur siluman F-35 di Amerika Serikat, tetapi juga dalam turbin angin, motor kendaraan listrik, lensa kamera, serta konverter katalitik dalam mobil berbahan bakar bensin.(jhn/yn)