Perundingan damai antara AS dan Rusia. Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, hari ini menyatakan harapannya agar perang segera berakhir dan menyerukan Presiden Trump untuk terus mendukung Ukraina.
Sementara itu, Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer dijadwalkan mengunjungi Gedung Putih minggu ini untuk membahas rencana perdamaian Ukraina dengan Trump. Gedung Putih mengatakan bahwa Presiden Trump optimis konflik ini dapat diakhiri pada minggu ini.
EtIndonesia. Pada 24 Februari 2025, menandai peringatan tiga tahun invasi Rusia ke Ukraina. Presiden Zelenskyy berharap perang ini dapat berakhir tahun ini dan tidak berlarut hingga tiga tahun lagi.
Zelenskyy menghindari membahas perselisihannya dengan Trump yang terjadi minggu lalu. Sebaliknya, ia meminta Trump untuk tetap memberikan dukungan kepada Ukraina.
“Saya ingin mengatakan dengan sangat jujur: bagi rakyat kami, dukungan dan bantuan berkelanjutan dari Amerika Serikat sangatlah penting,” ujarnya.
Zelenskyy menegaskan kembali pentingnya aliansi antara AS dan Ukraina, serta menyoroti solidaritas antara AS dan Eropa.
Setelah Gedung Putih melanjutkan dialog langsung dengan Kremlin, Ukraina dan negara-negara Eropa khawatir mereka akan dikesampingkan dari perundingan gencatan senjata. Selain itu, mereka juga khawatir pemerintahan Trump akan mengurangi perhatian dan minatnya terhadap Eropa.
Pemimpin Uni Demokrat Kristen Jerman (CDU), Friedrich Merz, yang baru saja memenangkan pemilu parlemen Jerman, menyatakan dalam konferensi pers pertamanya bahwa ia akan berusaha semaksimal mungkin untuk menjaga hubungan aliansi antara Eropa dan Amerika Serikat.
Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer dijadwalkan akan mengunjungi Gedung Putih minggu ini, setelah sebelumnya berkoordinasi melalui sambungan telepon.
Pada 24 Februari, Macron bertemu terlebih dahulu dengan Trump. Ia berharap dapat meyakinkan Trump agar tidak bersikap terlalu ramah terhadap Putin, demi menjaga citra kuat yang ingin dibangun Trump.
Selain itu, Macron juga akan memaparkan konsensus baru dari negara-negara Eropa mengenai isu perdamaian Ukraina. Pekan lalu, Prancis mengadakan pertemuan darurat kedua dengan para pemimpin utama Eropa dan mencapai kesepakatan awal tentang pertahanan Eropa dan perdamaian di Ukraina. Salah satu poinnya adalah pengiriman pasukan perdamaian ke Ukraina sebagai bagian dari perjanjian damai.
Dalam pertemuannya dengan Macron, Trump mengonfirmasi bahwa ia telah menanyakan kepada Putin tentang kemungkinan kehadiran pasukan perdamaian Eropa, dan Putin disebut bersedia menerima hal tersebut dalam perjanjian.
Namun, hingga saat ini masih terdapat perbedaan besar antara sikap AS dan para sekutunya di Eropa terhadap Rusia.
Pada 24 Februari, Wakil Duta Besar AS untuk PBB, Dorothy Shea, mendesak negara-negara anggota PBB untuk menolak proposal perdamaian Ukraina versi Eropa. Proposal tersebut menuntut Rusia segera menarik pasukannya dari wilayah Ukraina. Shea menyatakan bahwa proposal Ukraina dan Eropa tersebut hanya bertujuan untuk mendapatkan keuntungan secara retorika, tanpa memberikan solusi nyata untuk menghentikan pertempuran dan pembunuhan.
Di sisi lain, para pemimpin Eropa menegaskan kembali dukungan mereka terhadap Ukraina.
Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, saat berada di Kyiv, mengumumkan bahwa Inggris akan segera memberlakukan sanksi terbesar sejak dimulainya perang Rusia-Ukraina, dengan tujuan memaksa Rusia untuk mundur dalam perundingan gencatan senjata. Langkah ini merupakan bagian dari putaran baru sanksi Eropa terhadap Rusia.
Kremlin menanggapi bahwa tindakan Eropa ini membuat dialog antara kedua pihak semakin sulit. Namun, pemerintahan Trump disebutkan memahami akar konflik Ukraina dan sedang mencari solusi.
Upaya AS untuk memediasi gencatan senjata Rusia-Ukraina saat ini berlangsung di tiga jalur secara paralel. Pertama, Gedung Putih dan Kremlin tengah mempersiapkan pertemuan antara Trump dan Putin, yang diharapkan dapat terlaksana sebelum akhir Februari. Kedua, Washington sedang melakukan komunikasi dan koordinasi dengan negara-negara Eropa. Ketiga, kerja sama ekonomi antara AS dan Ukraina, terutama dalam sektor sumber daya mineral, telah mencapai terobosan. Berdasarkan pernyataan pejabat tinggi dari kedua negara, kesepakatan tersebut hampir tercapai.
“Tim kami telah melakukan kerja sama ekonomi yang produktif dengan Amerika Serikat. Kami berharap dapat menandatangani perjanjian tersebut di Washington,” ujar Zalenskyy.
Pemerintahan Trump meminta Ukraina untuk memprioritaskan pembukaan sumber daya mineralnya bagi perusahaan-perusahaan Amerika sebagai imbalan atas bantuan militer besar-besaran yang telah diberikan AS. Perjanjian ekonomi ini juga disebut-sebut sebagai bagian dari komitmen AS untuk menjamin keamanan Ukraina.
Beberapa pihak mengkritik perjanjian ini sebagai bentuk “kolonialisme” dari AS. Namun, mantan Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, justru melihatnya sebagai perjanjian yang menguntungkan.
“Sekilas, tampaknya AS mendapat keuntungan besar dari sumber daya Ukraina. Namun, faktanya, jika Ukraina tidak memiliki kebebasan, kedaulatan, dan keamanan, AS tidak akan memperoleh apa pun. Jadi, itu sebenarnya adalah hadiah besar,” ujarnya.
Meskipun jalan menuju gencatan senjata antara Rusia dan Ukraina masih penuh tantangan, Juru Bicara Gedung Putih, Karoline Levitt, menyatakan kepada media pada 22 Februari bahwa Presiden Trump sangat optimis konflik ini dapat diakhiri pada minggu ini. Pernyataan ini merupakan target terbaru Gedung Putih terkait gencatan senjata Rusia-Ukraina. Sebelumnya, tim Trump pernah menyatakan bahwa Presiden berharap gencatan senjata dapat tercapai sebelum perayaan Paskah. (Hui)
Sumber : NTDTV.com