EtIndonesia. Menteri Pertahanan Prancis, Sébastien Lecornu, pada Kamis (27/2) mengumumkan bahwa Prancis tengah berunding dengan Ukraina untuk mendapatkan akses terhadap sumber daya mineral strategisnya. Negosiasi ini telah berlangsung selama berbulan-bulan, mengindikasikan bahwa Amerika Serikat bukan satu-satunya pemain utama dalam persaingan mendapatkan mineral penting Ukraina.
Menurut laporan Associated Press (AP) pada 27 Februari, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy diperkirakan akan bertolak ke Gedung Putih pada Jumat (28/2) untuk menandatangani perjanjian pertambangan dengan AS. Namun, Prancis juga berusaha mengamankan pasokan mineral penting guna mendiversifikasi sumber daya industrinya. Dalam wawancara dengan France Info, Lecornu menegaskan bahwa negosiasi antara Paris dan Kyiv sedang berlangsung secara aktif.
Negosiasi Berbulan-bulan untuk Mineral Strategis
Lecornu tidak secara spesifik menyebutkan jenis mineral yang diincar Prancis, tetapi Ukraina sebelumnya telah menandatangani kesepakatan dengan AS untuk memasok elemen tanah jarang, termasuk:
- Litium, yang digunakan dalam baterai untuk kendaraan listrik,
- Uranium, untuk keperluan pembangkit listrik tenaga nuklir dan perangkat medis,
- Logam langka lainnya, yang digunakan dalam industri pertahanan dan manufaktur senjata.
Lecornu mengungkapkan bahwa Prancis memiliki kebutuhan besar terhadap pasokan bahan mentah untuk industri pertahanannya dalam beberapa dekade mendatang. Oleh karena itu, Presiden Emmanuel Macron telah memberikan mandat kepadanya untuk melakukan perundingan dengan Ukraina sejak Oktober tahun lalu.
“Kita harus mendiversifikasi sumber pasokan kita,” kata Lecornu. “Presiden Macron telah menginstruksikan saya untuk membuka jalur negosiasi dengan Ukraina, dan saya sudah memulai tugas ini sejak lama.”
Namun, dia menegaskan bahwa Prancis tidak berniat mengeksploitasi Ukraina sebagai imbalan atas bantuan militer dan ekonomi yang telah diberikan selama perang.
“Kami bukan mencari keuntungan dari bantuan yang telah diberikan kepada Ukraina,” ujar Lecornu. “Industri pertahanan kita akan membutuhkan bahan mentah ini selama 30 hingga 40 tahun ke depan untuk memastikan sistem persenjataan kita tetap beroperasi.”
Dia juga menyatakan bahwa negosiasi ini masih dalam tahap awal, dan masih banyak hal yang harus dibahas sebelum mencapai kesepakatan final.“Ini baru permulaan,” tambahnya.(jhn/yn)