EtIndonesia. Wakil Presiden Amerika Serikat, JD Vance, pada Selasa (4/3) membantah tuduhan bahwa eia tidak menghormati Inggris dan Prancis dalam isu pengiriman pasukan perdamaian ke Ukraina. Sebelumnya, Vance menyatakan bahwa pasukan perdamaian yang direncanakan akan terdiri dari 20.000 tentara dari “negara acak yang sudah 30 atau 40 tahun tidak terlibat dalam perang”. Pernyataan ini dianggap mengarah kepada Inggris dan Prancis, yang memimpin pengorganisasian pasukan tersebut.
Reaksi Politik di Inggris dan Prancis: Tuduhan Penghinaan terhadap Pasukan Sekutu
Beberapa politisi dan veteran militer di Inggris dan Prancis merasa tersinggung oleh pernyataan tersebut. Mereka menilai komentar Vance seolah-olah merendahkan ribuan tentara dari kedua negara yang telah bertempur bersama pasukan Amerika di Afghanistan dan Irak.
Namun, Vance membantah tuduhan tersebut. Dalam platform media sosial X, eia menyebut anggapan bahwa komentarnya mengkritik pasukan Inggris atau Prancis sebagai sesuatu yang “sangat tidak jujur dan tidak masuk akal” (absurdly dishonest). Vance menegaskan bahwa dia sama sekali tidak menyebut Inggris atau Prancis dalam wawancaranya dengan Fox News. Dia bahkan memuji keberanian kedua negara tersebut yang selama lebih dari 20 tahun telah berjuang bersama Amerika Serikat di berbagai medan perang.
Kontribusi Inggris dan Prancis dalam Operasi Militer Global
Memang, dalam 40 tahun terakhir, pasukan Inggris dan Prancis telah berpartisipasi dalam berbagai operasi militer bersama Amerika Serikat, termasuk di Irak dan Afghanistan. Saat ini, hanya Inggris dan Prancis yang secara resmi menyatakan komitmen mereka untuk mengirimkan pasukan dalam misi perdamaian multinasional di Ukraina.
Vance menjelaskan bahwa pernyataannya sebenarnya ditujukan kepada negara-negara lain yang mungkin akan bergabung dalam “koalisi sukarela” (coalition of the willing), seperti yang disebut oleh Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer akhir pekan lalu. Negara-negara tersebut kemungkinan akan berkontribusi dalam pasukan perdamaian pascaperang di Ukraina.
Pendekatan Pemerintahan Trump: Prioritaskan Kepentingan Ekonomi AS di Ukraina
Dalam wawancara sebelumnya, Vance juga menekankan kebijakan pemerintahan Trump mengenai Ukraina. Menurutnya, cara terbaik untuk menjaga perdamaian di Ukraina adalah dengan membuka akses sumber daya mineral negara tersebut bagi Amerika Serikat. Dengan demikian, Presiden Rusia Vladimir Putin akan berpikir dua kali untuk melakukan agresi.
“Jika Anda benar-benar ingin memastikan Vladimir Putin tidak akan menginvasi Ukraina lagi, jaminan keamanan terbaik adalah memberikan Amerika keuntungan ekonomi di Ukraina di masa depan,” jelas Vance. Dia menambahkan bahwa pendekatan ini jauh lebih efektif dibandingkan sekadar mengirimkan 20.000 tentara dari negara yang sudah lama tidak berperang.
Kesimpulan: Diplomasi atau Keuntungan Ekonomi?
Pernyataan Vance menunjukkan adanya perbedaan pendekatan antara sekutu Eropa dan Amerika Serikat dalam menjaga stabilitas di Ukraina. Sementara Inggris dan Prancis lebih fokus pada penyebaran pasukan perdamaian, pemerintahan Trump tampaknya lebih mementingkan pengamanan kepentingan ekonomi Amerika di wilayah tersebut. Hal ini membuka perdebatan lebih luas mengenai cara terbaik untuk mencapai perdamaian yang berkelanjutan di Eropa Timur. (jhn/yn)