EtIndonesia. Dalam suasana yang tegang pasca serangan udara Rusia di Ukraina, Presiden Trump mengeluarkan pernyataan keras yang menegaskan niatnya untuk menekan Presiden Putin. Menurut pernyataan tersebut, serangan besar-besaran di medan perang telah memicu Trump mempertimbangkan penerapan sanksi maksimal—mulai dari sanksi perbankan dan ekonomi hingga tarif tinggi—hingga tercapainya gencatan senjata dan solusi damai final. Trump menegaskan: “Jika tidak, semuanya akan terlambat,” sekaligus menekankan perlunya agar Rusia dan Ukraina segera duduk bersama di meja perundingan.
Respon Putin dan Imbauan Pembicaraan Damai
Dalam perkembangan terbaru, Bloomberg melaporkan bahwa Presiden Putin telah menunjukkan kesediaannya untuk menyetujui gencatan senjata sementara dengan Ukraina, meskipun dengan syarat-syarat tertentu. Rusia menginginkan kendali penuh terhadap rincian misi penjaga perdamaian, termasuk penentuan negara-negara yang diizinkan ikut serta. Sementara itu, Putin menolak keberadaan pasukan NATO di Ukraina namun menyetujui kehadiran pasukan dari Tiongkok. Pernyataan ini tidak hanya menjadi pesan untuk Rusia, melainkan juga sinyal kepada pihak Ukraina.
Di sisi lain, pejabat Ukraina mulai menunjukkan sikap yang lebih lunak. Utusan khusus Trump untuk ukraina, Keith Kellogg, mengungkapkan bahwa perwakilan seperti Rubio dan Waltz akan mengadakan pertemuan awal dengan pejabat Ukraina di Saudi Arabia (Riyadh atau Jeddah) pada pekan depan guna membahas kesepakatan gencatan senjata sementara dan kerangka perdamaian.
Banyak analis melihat langkah ini sebagai indikasi perbaikan hubungan antara AS dan Ukraina. Sebelumnya, Presiden Zelenskyy pun menyatakan keinginan untuk memperbaiki hubungan dengan AS, termasuk kesediaannya untuk menandatangani kesepakatan terkait sumber daya mineral, namun Trump menegaskan bahwa perjanjian tersebut hanya akan terjadi jika Ukraina sungguh-sungguh mengadakan perundingan damai.
Isyarat Dukungan PKT dan Dinamika Netizen
Di tengah suasana politik yang memanas, warga Ukraina yang berada di luar Kedutaan Besar PKT di AS menyuarakan seruan agar PKT turut membantu Ukraina. Aksi ini memicu perhatian luas, terutama ketika Ukraina dan PKT baru saja menandatangani kesepakatan untuk memperluas ekspor produk pertanian Ukraina ke Tiongkok. Kebijakan ini menuai beragam komentar, di mana sebagian pihak mempertanyakan apakah kerja sama tersebut merupakan langkah strategis atau justru mengalihkan perhatian dari upaya penyelesaian konflik. Terdapat pula perdebatan mengenai sumber pendanaan untuk mendukung perang yang telah berlangsung selama tiga tahun, dengan kritik mengarah pada kebijakan bantuan militer AS dan peran PKT sebagai alat tawar-menawar dalam perundingan.
Beberapa netizen menyuarakan keprihatinan terkait apakah jika AS menghentikan pengiriman senjata dan terus terjadi kedekatan Trump dengan Putin, Ukraina akan lebih cenderung berpihak pada PKT. Dalam pernyataan gencatan senjata yang dikeluarkan, salah satu syaratnya adalah kehadiran PKT di Ukraina, yang dianggap oleh sebagian pihak sebagai upaya Rusia untuk mengendalikan dinamika geopolitik dan meredakan kekhawatiran PKT.
Tindakan Tegas terhadap Iran dan Kebijakan Imigrasi AS
Pada hari yang sama, 7 Maret, Presiden Trump juga mengumumkan kebijakan baru terkait Iran dan isu imigrasi. Dalam wawancara bersama Fox News, Trump mengungkapkan bahwa pada tanggal 6 Maret, dia telah mengirim surat kepada pemimpin tertinggi Iran, Khamenei, mendesaknya mencapai kesepakatan mengenai program nuklir Iran. Trump menegaskan bahwa ada dua jalan untuk menyelesaikan persoalan ini: melalui negosiasi atau melalui tindakan militer. Walaupun lebih memilih diplomasi, Trump tidak akan mentolerir jika Iran terus mengembangkan senjata nuklir.
Potensi Tindakan Militer dan Tekanan Ekonomi
Dalam konferensi pers bersama Penasihat Keamanan Nasional Waltz, Trump menhatakan : “Iran akan segera mengalami sesuatu—Anda akan mendengar kabar tentang hal ini dalam waktu dekat. Kami sedang melancarkan serangan terakhir terhadap Iran.”
Pernyataan ini memicu spekulasi mengenai kemungkinan operasi militer terhadap Iran. Selain itu, pemerintah AS tengah mempertimbangkan penggunaan “Perjanjian Keamanan Non-Proliferasi Internasional” sebagai dasar untuk melakukan pemeriksaan dan penyergapan terhadap kapal pesiar milik Iran di laut, dengan tujuan menurunkan ekspor minyak Iran hingga nol. Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, menegaskan bahwa seluruh instrumen akan digunakan untuk menargetkan rantai pasokan minyak Iran, sehingga setiap pihak yang terlibat akan menghadapi risiko sanksi berat.
Kebijakan Imigrasi dan Pengetatan Visa
Di ranah kebijakan imigrasi, Menteri Luar Negeri AS, Rubio, melalui platform media sosial X, memperingatkan bahwa mahasiswa internasional yang mendukung aktivitas kelompok ekstremis akan berisiko ditolak visa, pencabutan visa, atau bahkan dideportasi. Selain itu, Trump juga mengeluarkan perintah untuk memberantas antisemitisme di kampus. Dalam kebijakan nol toleransi terhadap dukungan bagi kelompok ekstremis, visa bagi orang asing yang mendukung aksi kekerasan—khususnya yang berkaitan dengan Hamas—akan dibatalkan, dan pihak terkait dapat dikenai deportasi. Salah satu kasus mahasiswa yang terlibat dalam aksi protes dilaporkan menjadi korban pertama pencabutan visa.
Menurut laporan Axios, Pemerintah AS tengah memanfaatkan kecerdasan buatan untuk mendeteksi dan mencabut visa bagi pemegang visa mahasiswa internasional yang terlibat dalam demonstrasi pro-Hamas atau aktivitas ekstremis. Selain itu, Departemen Kehakiman memulai penyelidikan hak sipil di beberapa kampus untuk memastikan lingkungan kampus bebas dari praktik antisemitisme. Sebagai langkah nyata, pemerintah Trump juga mengumumkan pencabutan dana federal sebesar 400 juta dolar kepada Universitas Columbia, yang dianggap gagal menangani isu antisemitisme, memberikan pukulan besar bagi institusi di jajaran Ivy League.
Kesimpulan
Serangkaian kebijakan tegas yang dikeluarkan pada 7 Maret ini menunjukkan bahwa pemerintahan Trump tengah berupaya menekan berbagai pihak—baik dari Rusia, Iran, maupun dalam isu imigrasi—dengan tujuan utama mencapai solusi damai, menekan ancaman nuklir, dan menjaga keamanan nasional. Sementara perundingan damai antara Rusia dan Ukraina diprediksi akan dibahas di Saudi Arabia pekan depan, dinamika dukungan PKT dan kerja sama dengan Tiongkok semakin menambah kompleksitas geopolitik yang tengah berlangsung. Di sektor kebijakan dalam negeri, pengetatan visa bagi mahasiswa internasional yang mendukung kelompok ekstremis serta langkah tegas terhadap antisemitisme menunjukkan bahwa pemerintah AS tidak tinggal diam menghadapi ancaman baik dari dalam maupun luar negeri.