EtIndonesia. Pada 6 Maret, situs berita politik Amerika Serikat, Politico, mengutip tiga anggota parlemen Ukraina dan seorang ahli kebijakan luar negeri Partai Republik, melaporkan bahwa empat orang kepercayaan Presiden AS, Donald Trump baru-baru ini diam-diam bertemu dengan lawan politik Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy. Pertemuan tersebut melibatkan tokoh oposisi, termasuk pemimpin partai oposisi Yulia Tymoshenko dan para petinggi partai mantan Presiden Ukraina Petro Poroshenko, untuk membahas kemungkinan percepatan pemilihan presiden di Ukraina.
Perseteruan di Gedung Putih dan Tersendatnya Kesepakatan
Laporan tersebut juga menyebutkan bahwa kunjungan Zelenskyy ke Gedung Putih pekan lalu berakhir dengan pertengkaran sengit dengan Trump. Akibatnya, tidak ada kesepakatan terkait pertambangan yang ditandatangani. Setelah itu, Penasihat Keamanan Nasional AS, Michael Waltz, mengisyaratkan bahwa untuk mencapai kesepakatan damai, Zelenskyy mungkin perlu mundur dari jabatannya. Pandangan serupa juga diungkapkan oleh para petinggi Partai Republik.
Inti dari pembicaraan rahasia ini adalah mempercepat pemilu presiden sebelum gencatan senjata sementara Rusia-Ukraina diberlakukan dan pembicaraan damai penuh dimulai.
Elon Musk dan Trump Mendesak Pemilu di Ukraina
Pada 6 Maret, orang terkaya di dunia, Elon Musk, mengomentari berita tersebut di media sosial X dengan mengatakan: “Ukraina perlu mengadakan pemilu. Zelenskyy akan kalah telak.”
Sebelumnya, Trump juga telah menyerukan agar Ukraina segera mengadakan pemilu. Sementara itu, Direktur Intelijen Nasional AS, Tulsi Gabbard, menuduh Kyiv membatalkan pemilu.
Namun, menurut Sky News Inggris, konstitusi Ukraina tidak mengizinkan pemilu diadakan selama darurat militer, dan sulit bagi warga di wilayah pendudukan dan tentara di garis depan untuk memberikan suara.
Negosiasi AS-Rusia Tanpa Melibatkan Ukraina dan Eropa
Menurut laporan CNN dan media lainnya, pemerintahan Trump baru-baru ini memulai pembicaraan dengan Rusia, tetapi tidak melibatkan Ukraina dan Eropa. Langkah ini memicu ketidakpuasan. Pada 6 Maret, Uni Eropa mengadakan KTT khusus di Brussels untuk secara khusus membahas pertahanan Eropa dan masalah Ukraina.
Pernyataan Penasihat Keamanan Nasional: Zelenskyy Mungkin Harus Mundur
Pemerintah Trump baru-baru ini menangguhkan semua bantuan militer dan berbagi intelijen dengan Ukraina. Penasihat Keamanan Nasional AS, Mike Waltz, menyiratkan bahwa untuk mencapai kesepakatan damai, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mungkin harus mundur.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat AS, Mike Johnson, juga menyatakan bahwa Zelenskyy harus kembali ke meja perundingan dengan sikap yang lebih rasional dan bersyukur, jika tidak, Ukraina perlu menemukan pemimpin baru.
Senator Partai Republik dari Carolina Selatan, Lindsey Graham, menambahkan bahwa jika Zelenskyy tidak dapat memperbaiki hubungannya dengan Trump, maka Ukraina membutuhkan pemimpin baru.
Calon Pengganti Zelenskyy: Vitali Klitschko dan Valery Zaluzhny
Pada 25 Februari, parlemen Ukraina mengesahkan resolusi yang menegaskan kembali kewenangan Presiden Zelenskyy dan menekankan bahwa pemilu tidak boleh diadakan selama masa perang. Meskipun demikian, diskusi mengenai kemungkinan pengganti Zelenskyy sudah mulai muncul di dalam negeri.
Salah satu tokoh yang mendapat sorotan adalah Wali Kota Kyiv, Vitali Klitschko. Mantan petinju profesional ini telah menjadi wali kota sejak 2014 dan kerap menentang perintah Zelenskyy selama perang berlangsung. Pada 2023, Klitschko bahkan secara terbuka mengkritik Zelenskyy karena dianggap tidak jujur mengenai situasi perang dan terlalu optimis dalam menggambarkan kondisi di medan pertempuran. Dia juga memuji Jenderal Valery Zaluzhny sebagai orang yang “mengatakan kebenaran”.
Valery Zaluzhny, mantan Panglima Angkatan Bersenjata Ukraina dan saat ini menjabat sebagai Duta Besar Ukraina untuk Inggris, dianggap sebagai kandidat kuat untuk menggantikan Zelenskyy. Dia terkenal karena keberhasilannya dalam menggagalkan serangan pertama Rusia pada 24 Februari 2022. Namun, setelah serangan balik pada 2023 gagal, posisinya digantikan oleh Oleksandr Syrskyi. Ketidakharmonisan hubungan antara Zaluzhny dan Zelenskyy pun menjadi perbincangan hangat.
Menurut survei yang dilakukan oleh media Ukraina, Dzerkalo Tyzhnia pada November 2024, popularitas Zaluzhny mencapai 27%, lebih tinggi dari Zelenskyy yang hanya 16%.
Petro Poroshenko Mengungkap Waktu Pemilu Ukraina
Bulan lalu, Zelenskyy mengumumkan sanksi terhadap mantan Presiden Ukraina dan pemimpin European Solidarity Party, Petro Poroshenko. Dalam wawancara dengan Censor.NET pada 16 Februari, Poroshenko menyebut sanksi tersebut sebagai “inkonstitusional” dan “ilegal”. Dia juga menuduh bahwa Zelenskyy telah membenci dirinya selama enam tahun.
Poroshenko menuduh tindakan Zelenskyy didorong oleh dendam pribadi dan motif politik. Menurutnya: “Zelenskyy takut tidak bisa menang dalam pemilu melawan lawan-lawannya, sehingga ia mencoba menyingkirkan pesaingnya.” Poroshenko juga mengatakan bahwa pengumuman sanksi tersebut sebenarnya merupakan sinyal dimulainya kampanye pemilu.
Ketika ditanya mengenai kapan pemilu Ukraina akan dilaksanakan, Poroshenko menjawab: “Catat ini, 26 Oktober tahun ini.”
Dia menyebutkan bahwa informasi ini didapatkan dari berbagai media Ukraina dan Komisi Pemilihan Pusat Ukraina. Selain itu, dia juga mendapatkan informasi dari pabrik percetakan di Ukraina yang sedang mempersiapkan pencetakan surat suara.
Dalam wawancara terpisah dengan Ukrainska Pravda di hari yang sama, Poroshenko menegaskan bahwa Zelenskyy berencana untuk mengadakan pemilu presiden, parlemen, dan lokal secara bersamaan, sambil melakukan “penganiayaan politik” terhadap dirinya untuk sepenuhnya membersihkan oposisi demi melanjutkan kekuasaannya.
Trump Mendorong Pemilu di Ukraina Setelah Pertemuan dengan Rusia
Pada 18 Februari, delegasi AS dan Rusia bertemu di Arab Saudi dalam pertemuan pertama sejak Trump menjabat kembali sebagai presiden. Menurut perwakilan kedua negara, setelah lebih dari empat jam pembicaraan, keduanya mencapai setidaknya empat kesepakatan, termasuk memperbaiki hubungan diplomatik AS-Rusia, menemukan solusi untuk mengakhiri konflik Rusia-Ukraina, mengevaluasi kerja sama geopolitik dan ekonomi pascakonflik, serta memastikan proses ini berjalan secara efektif.
Setelah pertemuan tersebut, Trump mengatakan kepada wartawan bahwa pembicaraan dengan Rusia berjalan sangat baik dan dia kembali mendesak Ukraina untuk mengadakan pemilu.
Trump berkata: “Situasinya sekarang adalah Ukraina belum mengadakan pemilu. Ukraina memberlakukan darurat militer, meskipun saya tidak suka mengatakannya, namun tingkat dukungan untuk pemimpin Ukraina hanya 4%. Mereka ingin mendapatkan posisi di meja perundingan… tetapi apakah rakyat Ukraina tidak seharusnya berkata, ‘Sudah berapa lama kita tidak mengadakan pemilu?’” (jhn/yn)