Media AS: Putin Siap Berunding untuk Gencatan Senjata Sementara, Tak Menolak Beijing Kirim Pasukan Perdamaian

EtIndonesia. Gara-gara Rusia melancarkan serangan militer besar-besaran terhadap Ukraina, Presiden Amerika Serikat Donald Trump secara terbuka menyatakan sedang mempertimbangkan pemberlakuan sanksi besar-besaran terhadap Moskow hingga tercapai kesepakatan damai dalam perang Rusia-Ukraina.

Media Amerika Serikat melaporkan bahwa pemerintah Moskow, di bawah pimpinan Presiden Vladimir Putin, bersedia melakukan perundingan dengan pemerintah Kyiv mengenai kesepakatan gencatan senjata sementara. 

Menariknya, Rusia juga tidak menolak kemungkinan Beijing dan negara-negara netral lainnya mengirimkan pasukan perdamaian untuk menjaga stabilitas di Ukraina.

Media AS: Rusia Bersedia Berunding untuk Gencatan Senjata Sementara dengan Syarat

Media Bloomberg mengutip sumber yang mengetahui situasi di Moskow, mengungkapkan bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin bersedia untuk melakukan perundingan terkait kesepakatan gencatan senjata sementara dalam perang Rusia-Ukraina, asalkan ada kemajuan nyata menuju solusi damai yang permanen.

Sumber tersebut, yang terlibat dalam diskusi kebijakan internal Rusia dan memilih untuk tetap anonim, menyebutkan bahwa ini merupakan sinyal positif pertama dari Putin sebagai respons atas seruan Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk gencatan senjata dalam perang Rusia-Ukraina. Menurut sumber tersebut, usulan ini telah disampaikan Rusia dalam pertemuan dengan pejabat tinggi Amerika Serikat di Arab Saudi bulan lalu.

Dua dari sumber tersebut menambahkan, agar kesepakatan gencatan senjata tercapai, baik Rusia maupun Ukraina harus memiliki pemahaman yang jelas mengenai prinsip-prinsip kerangka perjanjian damai akhir.

Sumber lain menyebutkan bahwa Rusia akan sangat menekankan pada penentuan isi misi perdamaian di Ukraina, termasuk menyepakati negara mana saja yang akan berpartisipasi dalam operasi perdamaian tersebut.

Rencana Pertemuan Langsung di Arab Saudi

Bocoran informasi ini muncul menjelang rencana pertemuan langsung pertama antara pejabat Amerika Serikat dan Ukraina di Arab Saudi pekan depan. Pertemuan ini juga akan menjadi yang pertama sejak perselisihan antara Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky di Kantor Oval Gedung Putih pekan lalu.

Steve Witkoff, utusan khusus Amerika Serikat untuk urusan Timur Tengah, mengatakan bahwa pembicaraan di Arab Saudi bertujuan mencapai “kerangka perdamaian dan gencatan senjata awal.”

Ancaman Sanksi Baru terhadap Rusia

Pada Jumat pagi, 7 Maret, Trump melalui media sosialnya mengancam akan memberlakukan sanksi dan tarif baru terhadap Rusia untuk memaksa Kremlin menyetujui perjanjian damai terkait perang Ukraina.

Pada malam yang sama, dalam pidatonya di Kantor Oval Gedung Putih, Trump menyatakan dirinya tengah mendorong tercapainya kesepakatan untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina dan percaya bahwa Putin juga ingin mencapai kesepakatan tersebut.

Trump mengatakan kepada media, “Saya pikir hubungan kita dengan Rusia sangat baik. Tetapi sekarang mereka tengah membombardir Ukraina dengan keras.” Ia juga menambahkan, “Sejujurnya, saya merasa lebih sulit berurusan dengan Ukraina daripada dengan Rusia.”

Respons dari Pihak Rusia dan NATO

Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, tidak segera memberikan tanggapan atas permintaan komentar dari media. 

Sebelumnya, Moskow secara tegas menolak masuknya pasukan NATO ke wilayah Ukraina dan menolak usulan negara-negara Eropa untuk membentuk “koalisi sukarela” (Coalition of the Willing) guna mengawasi perjanjian damai Rusia-Ukraina.

Dua sumber lainnya mengungkapkan bahwa Rusia tidak keberatan jika negara-negara netral seperti Tiongkok mengirimkan pasukan untuk turut serta dalam operasi perdamaian di Ukraina.

Zelenskyy: Fokus untuk Perdamaian dan Keamanan

Dalam pidato video hariannya pada 7 Maret, Presiden Zelenskyy mengatakan, “Hari ini kami melakukan kerja paling intensif yang pernah ada dengan tim Presiden Trump di semua tingkat. Tujuannya sangat jelas: mencapai perdamaian secepat mungkin dan memastikan keamanan yang dapat diandalkan.”

Trump Mengubah Kebijakan AS terhadap Perang Rusia-Ukraina

Sejak kembali menjabat pada 20 Januari, Trump telah membalikkan kebijakan Amerika terhadap perang Rusia-Ukraina. Ia berupaya untuk segera mengakhiri konflik yang telah berlangsung selama tiga tahun ini—perang terburuk di Eropa dalam 80 tahun terakhir.

Pada Februari, Trump berbicara melalui telepon dengan Putin, dan keduanya sepakat untuk mengadakan KTT para pemimpin negara, meskipun tanggal pastinya belum ditentukan. Trump juga mengubah kebijakan Amerika yang sebelumnya mendukung Ukraina untuk bergabung dengan NATO.

Menurut pejabat tinggi pemerintah AS, Kyiv berharap Rusia akan mengembalikan seluruh wilayah Ukraina yang diduduki sejak 2014, tetapi ini dianggap tidak realistis.

Putin Menolak Gencatan Senjata Cepat

Putin sebelumnya telah menolak usulan Trump untuk segera mengakhiri perang Rusia-Ukraina. Dalam konferensi pers tahunan pada akhir Desember lalu, Putin menegaskan, “Kami tidak membutuhkan gencatan senjata—kami membutuhkan perdamaian: perdamaian yang panjang, berkelanjutan, yang menjamin keamanan bagi Federasi Rusia dan warganya.”

Rusia Tolak Proposal Gencatan Senjata Eropa

Pada 6 Maret, Rusia menolak proposal dari Prancis dan Inggris untuk gencatan senjata sebagian selama sebulan dalam perang Rusia-Ukraina. Usulan ini mencakup penghentian operasi militer di udara dan laut serta penghentian serangan terhadap infrastruktur energi kedua belah pihak.

Trump Pertimbangkan Sanksi Ekonomi Besar-besaran terhadap Rusia

Menurut laporan dari Reuters dan NBC News, beberapa hari sebelumnya terjadi perdebatan sengit antara Trump dan Zelensky di Gedung Putih mengenai kesepakatan mineral Ukraina. Akibatnya, pemerintahan Trump menghentikan bantuan militer dan dukungan intelijen kepada pemerintah Kyiv.

Setelah penghentian intelijen tersebut, Rusia untuk pertama kalinya melancarkan serangan besar-besaran dengan rudal pada malam hari, merusak infrastruktur energi dan gas alam di Ukraina.

Sebelumnya, Trump berencana mencabut sanksi terhadap Rusia sebagai bagian dari upaya mengakhiri perang Rusia-Ukraina dan memperbaiki hubungan diplomatik serta ekonomi antara Washington dan Moskow.

Namun, serangan drone dan militer besar-besaran Rusia terus berlanjut terhadap Ukraina. Menanggapi hal ini, Trump menulis di media sosial Truth Social, “Berdasarkan fakta bahwa Rusia sekarang melakukan ‘pukulan berat’ militer terhadap Ukraina, saya mempertimbangkan dengan serius untuk memberlakukan sanksi besar-besaran pada sektor perbankan, sanksi ekonomi, dan tarif, hingga tercapai kesepakatan gencatan senjata dan solusi damai final.”

Trump juga mendesak Rusia dan Ukraina untuk segera berunding, dengan menulis, “Rusia dan Ukraina, duduklah di meja perundingan sekarang juga, sebelum semuanya terlambat. Terima kasih!!!”

Sikap AS terhadap Bantuan Militer untuk Ukraina

Saat menjawab pertanyaan wartawan di Gedung Putih, Trump menyatakan bahwa ia memahami alasan Rusia meningkatkan serangan militer terhadap Ukraina. Trump mengatakan, “Sebenarnya, saya rasa siapa pun yang berada di posisi Putin mungkin akan melakukan hal yang sama. Saya tidak melihat Ukraina benar-benar ingin mengakhiri ini, dan itulah mengapa mereka sekarang menghadapi hukuman yang berat. Saya benar-benar tidak mengerti.”

Mengenai kemungkinan memberikan lebih banyak rudal pertahanan kepada Ukraina, Trump menegaskan bahwa Amerika Serikat tidak akan menyediakan senjata pertahanan semacam itu. “Saya perlu tahu bahwa mereka (pihak Ukraina) benar-benar ingin menyelesaikan masalah ini. Saat ini, saya bahkan tidak yakin mereka ingin menyelesaikannya. Jika mereka tidak mau, kami juga tidak akan ikut campur.” (Jhon)

Sumber : Secretchina.com

FOKUS DUNIA

NEWS