Fokus pada Pengelolaan oleh Teknokrat dan Orang Palestina Tetap di Gaza
EtIndonesia. Presiden Mesir Abdul Fattah as-Sisi mengumumkan bahwa para pemimpin Arab yang berkumpul di Kairo pada Selasa (4 Maret) telah menyetujui rencana Mesir sebagai alternatif dari usulan Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk membangun kembali Jalur Gaza.
Pertemuan ini dihadiri oleh Emir Qatar, Wakil Presiden Uni Emirat Arab, dan Menteri Luar Negeri Arab Saudi. Rencana ini merupakan respons atas usulan Trump pada Januari lalu, yang menyarankan agar warga Palestina direlokasi keluar dari Gaza selama proses rekonstruksi berlangsung.
Isi Rencana Alternatif Mesir
Mesir, bersama sejumlah negara Arab lainnya, menolak bagian dari rencana Trump yang mengusulkan agar warga Palestina dipindahkan sementara dari Gaza selama proses pembersihan puing-puing dan ranjau darat.
Sebagai gantinya, Mesir mengusulkan agar warga Palestina tetap tinggal di tujuh lokasi khusus di dalam Jalur Gaza dengan menggunakan perumahan sementara.
Presiden Abdul Fattah as-Sisi menjelaskan, rencana tersebut mencakup pembentukan badan pengelola sementara yang terdiri dari para teknokrat untuk memimpin Gaza, melatih pasukan polisi Palestina yang baru, dan menggalang dana internasional untuk rekonstruksi wilayah yang hancur.
Konferensi Donatur Akan Digelar
Mesir juga berencana mengadakan konferensi donatur pada bulan depan untuk mengumpulkan dana bagi rekonstruksi Gaza. Badan pengelola sementara ini akan bertugas memastikan keamanan dan stabilitas selama proses pembangunan kembali.
Situasi di Gaza Masih Memanas
Di sisi lain, situasi di Gaza tetap tegang dengan kemungkinan pecahnya konflik kembali. Israel menuduh Hamas, yang dianggap Amerika Serikat sebagai organisasi teroris, menggunakan bantuan kemanusiaan sebagai sumber pendapatan utama mereka. Pada Sabtu lalu, Israel menghentikan pengiriman bantuan ke Gaza sebagai bentuk protes.
Tantangan Menghadapi Hamas
Said Sadek, profesor politik dan sosiologi dari Universitas Mesir-Jepang di Alexandria, menjelaskan bahwa banyak negara Arab enggan mendukung upaya melucuti senjata Hamas atau memaksa kelompok tersebut untuk menyerahkan kontrol atas rekonstruksi Gaza.
“Pertanyaan utamanya adalah bagaimana Anda bisa memaksa Hamas untuk meninggalkan Gaza dan melucuti senjata mereka?” kata Sadek. Menurutnya, KTT Arab kali ini juga membahas rencana pembentukan pasukan perdamaian Muslim internasional serta pelatihan polisi Palestina untuk memastikan proses rekonstruksi berjalan lancar.
Pasukan Perdamaian Gabungan Arab-Internasional Diusulkan
Menurut laporan dari stasiun televisi Al Arabiya yang berbasis di Saudi, para pemimpin Arab diperkirakan akan menyetujui usulan untuk meminta PBB membentuk pasukan perdamaian gabungan Arab-Internasional. Pasukan ini akan ditempatkan di Gaza hingga polisi Palestina baru selesai dilatih dan para teknokrat bisa mengambil alih pengelolaan wilayah tersebut.
Mesir menolak untuk mengambil kembali kontrol Gaza, yang pernah dikuasainya antara tahun 1948 hingga 1967. Sejak Perang Enam Hari, wilayah tersebut telah berada di bawah pendudukan Israel.
Arab League Redam Perbedaan Pendapat Mengenai Rencana Mesir
Jamal Rushdy, juru bicara Liga Arab, dalam pernyataannya kepada media Arab, berusaha mengurangi kesan adanya perbedaan pendapat terkait rencana Mesir untuk Gaza. Ia menyebut rencana ini sebagai langkah awal dari proses panjang untuk merekonstruksi Gaza dan mengamankan pendanaan yang diperlukan.
Hamas Menolak dan Tegaskan “Garis Merah”
Namun, Hamas menolak usulan untuk menyerahkan kontrol atas Gaza dan menyatakan akan tetap mempertahankan senjata mereka. Pimpinan Hamas menyebut senjata mereka sebagai “garis merah” yang tidak dapat dinegosiasikan.
Sebagai tanggapan, Israel mengancam akan melanjutkan aksi militer. Media Israel melaporkan bahwa Hamas telah merekrut lebih banyak pejuang, meningkatkan kekuatan mereka kembali ke sekitar 30.000 personel, jumlah yang sama sebelum konflik terakhir.
Kesimpulan: Mungkinkah Perdamaian di Gaza Tercapai?
Rencana Mesir mendapat dukungan dari banyak negara Arab, tetapi tantangan di lapangan tetap besar. Dengan Hamas yang tetap bersikeras mempertahankan kendali dan senjata, serta Israel yang mengancam aksi militer, masa depan Gaza masih diliputi ketidakpastian.
Dunia kini menanti bagaimana PBB dan komunitas internasional akan merespons usulan pembentukan pasukan perdamaian, serta apakah dialog diplomatik bisa menjadi jalan keluar bagi perdamaian abadi di Gaza. (Jhon)
Sumber :Â aboluowang.com