Wilayah pesisir Suriah, termasuk Latakia, Jableh, dan Tartus, baru-baru ini dilanda pemberontakan besar-besaran. Pasukan pemberontak melakukan serangan mendadak terhadap militer, pos pemeriksaan, dan markas besar di wilayah pesisir.
Kronologi Pemberontakan di Pesisir Suriah
Wilayah pesisir Suriah, termasuk Latakia, Jableh, dan Tartus, kini tengah dilanda pemberontakan bersenjata besar-besaran. Kelompok pemberontak melancarkan serangan mendadak terhadap pasukan militer, pos pemeriksaan, dan markas besar pemerintah di sepanjang wilayah tersebut.
Menurut laporan dari kolom militer Victory Research International pada Sabtu (8 Maret), kelompok militan Hay’at Tahrir al-Sham (HTS) dan sekutunya berhasil membunuh sekitar 70 mantan pejuang rezim lama. Selain itu, lebih dari 25 orang ditangkap di Jableh dan wilayah sekitarnya.
Televisi nasional Suriah melaporkan bahwa setidaknya 13 anggota pasukan keamanan baru Suriah tewas dalam penyergapan oleh kelompok bersenjata yang terkait dengan rezim Bashar al-Assad di wilayah Jableh.
Konflik Terburuk Pasca Jatuhnya Rezim Assad
Pertempuran ini disebut-sebut sebagai salah satu bentrokan paling mematikan sejak jatuhnya pemerintahan Bashar al-Assad. Setelah pecahnya pemberontakan, Hay’at Tahrir al-Sham langsung melancarkan serangan ofensif, menumpas banyak anggota kelompok-kelompok lawan.
Gelombang baru konflik ini terjadi di sekitar fasilitas militer Rusia, termasuk Pangkalan Udara Khmeimim di dekat Latakia dan fasilitas angkatan laut di Tartus.
Kedekatan lokasi konflik dengan pangkalan militer Rusia memicu kekhawatiran internasional mengenai kemungkinan eskalasi lebih lanjut.
Mengenal Kelompok Hay’at Tahrir al-Sham dan Pengambilalihan Suriah
Hay’at Tahrir al-Sham merupakan kelompok militan jihad yang berhasil menguasai Suriah melalui serangan militer kilat pada akhir 2024. Dalam aksinya, kelompok ini merebut kota-kota strategis seperti Aleppo, Hama, dan Homs, dan akhirnya menguasai ibu kota Damaskus pada 8 Desember 2024.
Keberhasilan ini sekaligus mengakhiri kekuasaan dinasti Assad yang telah berlangsung lebih dari lima dekade.
Saat ini, pemerintahan baru Suriah dipimpin oleh Ahmed al-Sharaa, yang sebelumnya dikenal dengan nama Abu Mohammad al-Jolani, tokoh utama dalam Hay’at Tahrir al-Sham.
Dampak Internasional dan Respons Dunia
Situasi ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan komunitas internasional, terutama Rusia yang memiliki pangkalan militer strategis di Suriah.
Belum ada tanggapan resmi dari pemerintah Rusia mengenai ancaman langsung terhadap fasilitas militernya.
Pengamat politik Timur Tengah memperkirakan bahwa pemberontakan ini dapat memicu intervensi militer baru dari pihak asing, termasuk potensi respons dari Rusia atau sekutunya di wilayah tersebut.
Dengan semakin memanasnya situasi di Suriah, dunia kini menanti langkah diplomatik maupun militer berikutnya, yang mana akan diambil oleh negara-negara besar untuk mencegah meluasnya konflik di kawasan tersebut. (Jhon)
Sumber : aboluowang.com