Trump Beri Ultimatum kepada Iran: Setuju dengan Perjanjian Nuklir Baru atau Hadapi Tindakan Militer
EtIndonesia— Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Jumat (7 Maret) mengisyaratkan bahwa kecuali Iran setuju dengan perjanjian baru untuk membatasi program nuklirnya yang berkembang pesat, ia siap untuk mengambil tindakan militer terhadap Iran.
“Hari-hari mendatang akan sangat menarik, hanya itu yang bisa saya katakan kepada kalian,” ujar Trump kepada wartawan di Kantor Oval Gedung Putih.
Dalam wawancara dengan Fox Business News yang direkam Kamis malam dan ditayangkan Jumat pagi, Trump mengungkapkan bahwa ia telah mengirim surat kepada Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menyatakan bahwa negosiasi tentang perjanjian nuklir akan “jauh lebih baik untuk Iran.”
“Jika kita harus mengambil tindakan militer, itu akan menjadi hal yang mengerikan bagi mereka,” kata Trump dalam wawancara tersebut.
Tahap Akhir Negosiasi dan Kepentingan Minyak Iran
Trump menyatakan bahwa Amerika Serikat telah “memasuki tahap akhir negosiasi dengan Iran” dan memberikan sinyal bahwa ia juga memperhatikan “ladang minyak berkualitas tinggi” milik Iran.
“Sesuatu akan segera terjadi dengan Iran, sangat cepat, bahkan lebih cepat dari yang kalian kira,” ujar Trump. “Saya lebih suka melihat perjanjian damai, tetapi jika tidak, kita punya pilihan lain yang juga bisa menyelesaikan masalah ini.”
Perjanjian yang dimaksud Trump akan menggantikan Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) atau Kesepakatan Nuklir Iran 2015 yang merupakan pencapaian utama kebijakan luar negeri mantan Presiden Barack Obama. Trump sendiri menarik Amerika Serikat keluar dari perjanjian tersebut pada 2018.
Meskipun demikian, detail spesifik dari perjanjian baru yang diusulkan Trump belum jelas. Gedung Putih tidak menanggapi permintaan VOA (Voice of America) untuk memberikan salinan surat tersebut atau penjelasan lebih lanjut tentang isinya.
Kantor Perwakilan Tetap Iran di PBB juga menyatakan bahwa kantor Khamenei belum mengonfirmasi menerima surat dari Trump. “Sampai saat ini, kami belum menerima surat semacam itu,” kata pernyataan perwakilan Iran kepada VOA pada Jumat.
Kebijakan Berisiko Tinggi: Diplomasi di Tepi Jurang
Farzin Nadimi, peneliti senior di The Washington Institute, menyebut strategi Trump ini sebagai “kebijakan di tepi jurang” klasik. Menurutnya, Trump sedang mencoba meningkatkan taruhan politik untuk memaksa Iran menyetujui kesepakatan.
Nadimi menyebut langkah awal yang mungkin diambil Trump adalah memblokir kapal tanker minyak Iran, yang akan menghancurkan sisa-sisa ekonomi Iran yang sudah tertekan oleh sanksi berat. Namun, tindakan ini bisa memperburuk situasi dan memicu pembalasan dari Iran.
“Saya tidak berpikir pemerintah AS saat ini sedang mempertimbangkan untuk mengebom fasilitas minyak Iran,” kata Nadimi. “Fokus awal mungkin akan tertuju pada sistem pertahanan udara Iran, kemampuan misil jarak jauh, dan fasilitas nuklirnya.”
Latihan Militer AS-Israel: Sinyal Kuat untuk Iran
Pada Kamis, militer Israel mengumumkan bahwa mereka baru saja menyelesaikan latihan udara gabungan dengan Angkatan Udara AS. Pesawat tempur Israel F-15I dan F-35I terbang bersama dengan pembom B-52 milik Amerika, yang dianggap sebagai sinyal kuat kepada Iran.
Israel menyebut latihan ini bertujuan untuk “meningkatkan koordinasi operasional antara kedua angkatan udara guna menghadapi berbagai ancaman di kawasan.”
Krisis Timur Tengah: Iran Menolak Bernegosiasi di Bawah Sanksi
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi menegaskan bahwa selama Washington terus menjalankan kebijakan “tekanan maksimum” dan ancaman militer, Iran tidak akan melakukan negosiasi langsung dengan Amerika Serikat.
“Selama Amerika Serikat terus memberlakukan sanksi dan ancaman, kami tidak akan membuka negosiasi langsung,” ujar Araghchi kepada Agence France-Presse (AFP) pada Jumat. Ia menambahkan bahwa Iran masih menjalin konsultasi dengan “tiga negara Eropa” serta “anggota JCPOA lainnya seperti Rusia dan Tiongkok.”
Apakah Trump Bersiap untuk Perang?
Seth Jones, Ketua Departemen Penelitian Pertahanan dan Keamanan di Center for Strategic and International Studies (CSIS), mengatakan bahwa belum jelas mengapa Trump tiba-tiba meningkatkan tekanan terhadap Iran, terutama di tengah situasi dunia yang sedang tidak stabil dengan konflik di Gaza dan Ukraina.
“Ini jelas lebih agresif dibandingkan kebijakan sebelumnya,” ujar Jones. “Tetapi saya tidak yakin apakah ada rencana strategi yang jelas di balik ini.”
Trump juga secara lebih luas berbicara tentang keinginannya untuk menghilangkan senjata nuklir Iran dan mengisyaratkan bahwa ia juga ingin bernegosiasi mengenai denuklirisasi dengan Tiongkok dan Rusia.
“Akan sangat bagus jika semua orang bisa melepaskan senjata nuklir mereka,” kata Trump kepada wartawan di Kantor Oval pada Kamis.
Ancaman Serangan Militer, lalu Selanjutnya…?
Dengan retorika yang semakin memanas, Trump tampaknya siap mengambil tindakan lebih tegas terhadap Iran jika diplomasi gagal. Namun, langkah militer apa yang mungkin diambilnya masih menjadi tanda tanya besar.
Apakah Amerika Serikat akan benar-benar meluncurkan serangan militer terhadap Iran? Ataukah ini hanyalah upaya untuk menekan Iran agar kembali ke meja perundingan? Dunia kini menanti dengan cemas, sambil berharap bahwa pilihan damai tetap menjadi prioritas utama di tengah ancaman perang yang semakin nyata. (jhon)
Sumber : aboluowang.com