EtIndonesia. Rabu (12/3) Duterte menjalani penahanan di Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Duterte dituduh melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan, menyusul ribuan kematian akibat kebijakan perang narkoba yang dia jalankan selama masa kepresidenannya.
Duterte, yang kini berusia 79 tahun, sebelumnya menjabat sebagai Wali Kota Davao di Philipina Selatan selama bertahun-tahun sebelum menjadi presiden pada 2016-2022. Gaya kepemimpinannya yang keras membuatnya mendapat julukan “The Punisher” atau “Sang Penghukum”.
Perang Narkoba Duterte dan Ribuan Korban Jiwa
Sejak menjabat sebagai Presiden Philipina pada 30 Juni 2016, Duterte melancarkan operasi pemberantasan narkoba secara brutal. Hanya dalam beberapa bulan pertama, hingga akhir tahun 2016, lebih dari 2.000 orang tewas dalam operasi polisi, sebagian besar disebut sebagai “terbunuh dalam baku tembak”.
Namun, menurut laporan kelompok hak asasi manusia, banyak dari kematian tersebut diduga dilakukan oleh kelompok eksekutor ilegal yang mendapat restu dari pemerintah. Beberapa laporan bahkan menyebutkan bahwa jumlah korban jiwa jauh lebih tinggi daripada angka resmi yang dirilis oleh Pemerintah Pilipina.
Pada 12 Maret, di Manila, keluarga korban perang narkoba berkumpul untuk mengenang orang-orang tercinta mereka yang tewas akibat kebijakan Duterte. Mereka membawa foto-foto korban sebagai bentuk perlawanan terhadap kekejaman masa lalu.
Menurut data resmi Pemerintah Philipina, jumlah korban tewas akibat perang narkoba hingga Duterte mengakhiri masa jabatannya pada 2022 mencapai 6.248 orang—dua kali lipat dari tahun pertama kebijakannya diberlakukan.
Namun, aktivis hak asasi manusia meyakini bahwa angka sebenarnya bisa mencapai puluhan ribu, terutama di kalangan pengguna narkoba miskin yang berada dalam “daftar pengawasan” pemerintah dan dieksekusi tanpa proses hukum yang jelas.
Ditahan dan Diekstradisi ke Mahkamah Pidana Internasional (ICC)
Pada 12 Maret , Duterte tiba di Bandara Internasional Rotterdam-The Hague, Belanda, di bawah pengawalan ketat untuk dipindahkan ke ICC.
ICC mengeluarkan pernyataan resmi: “Tuan Duterte telah diserahkan ke Mahkamah Pidana Internasional untuk menjalani penahanan. Dia ditangkap oleh otoritas Philipina berdasarkan surat perintah penangkapan yang telah dikeluarkan atas tuduhan pembunuhan yang merupakan bagian dari kejahatan terhadap kemanusiaan.”
Jaksa Penuntut Utama ICC, Karim Khan, menyatakan bahwa penahanan Duterte adalah langkah penting bagi keadilan bagi para korban.
“Kejadian ini membawa arti besar bagi para korban dan keluarga mereka yang selama ini menunggu keadilan,” ujarnya.
Implikasi Politik dan Reaksi Philipina
Penangkapan Duterte menandai titik balik besar dalam pertanggungjawaban pemimpin dunia terhadap kebijakan represif mereka.
Meski selama bertahun-tahun Duterte menolak yurisdiksi ICC dengan mengeluarkan Philipina dari keanggotaan Mahkamah Pidana Internasional pada 2019, ICC tetap melanjutkan penyelidikannya. Kini, dengan penahanannya, dia menjadi salah satu pemimpin dunia yang diadili atas kejahatan terhadap kemanusiaan di pengadilan internasional.Kasus ini diperkirakan akan memicu perdebatan politik di Philipina dan menarik perhatian dunia terhadap praktik “war on drugs” yang brutal di berbagai negara.(jhn/yn)