EtIndonesia. Bursa saham AS terus mengalami penurunan selama empat hari berturut-turut. Bagaimana pandangan tim Trump terhadap situasi ini, dan apa yang harus diperhatikan oleh para investor?
Perang tarif skala besar yang dilancarkan Trump belum pernah terjadi sebelumnya. Ketidakpastian dan sifatnya yang sulit diprediksi membuat pasar mengalami kekacauan karena tidak ada preseden untuk mengatasinya. Saat ini, Wall Street terus mengalami penurunan tajam. Beberapa orang bahkan khawatir jika tren ini berlanjut, bursa saham bisa memasuki pasar bearish. Lantas, apakah Trump akan menghentikan perang dagang karena hal ini?
Pada penutupan perdagangan 13 Maret, indeks Dow Jones anjlok 1,30%, S&P 500 turun 1,39%, dan Nasdaq merosot 1,96%. Saham perusahaan besar seperti Tesla dan Apple juga mengalami penurunan.
Namun, tampaknya semua ini telah diperhitungkan oleh Trump. Pada hari yang sama dengan penutupan bursa, Trump mengumumkan bahwa AS akan mengenakan tarif pembalasan sebesar 200% terhadap semua produk minuman beralkohol dari Uni Eropa. Selain itu, pada 2 April, kebijakan tarif timbal balik akan tetap berlaku. Trump juga mengatakan bahwa gangguan ekonomi akibat tarif ini “tidak akan berlangsung lama.” Dengan pernyataan ini, terlihat jelas bahwa Trump tidak berniat untuk mengalah dalam kebijakan tarifnya.
Bank of America memberikan beberapa data yang dapat menjelaskan alasan Trump bersikeras dengan kebijakan tarifnya:
- Ketergantungan ekonomi AS terhadap pemerintah telah mencapai puncaknya—85% pertumbuhan lapangan kerja berasal dari sektor pemerintah.
- Pengeluaran pemerintah kini telah mencapai sepertiga dari Produk Domestik Bruto (PDB).
- Defisit anggaran mencapai rekor tertinggi.
Dalam situasi seperti ini, AS perlu mengurangi ketergantungan pada belanja fiskal untuk mendukung ekonomi dan penciptaan lapangan kerja, karena model pertumbuhan yang digerakkan oleh utang dan belanja pemerintah dinilai tidak efisien. Sebaliknya, ekonomi AS perlu beralih ke model pertumbuhan yang lebih efisien dengan mengandalkan sektor swasta yang mampu membiayai sendiri operasionalnya. Selama periode transisi ekonomi ini, diperlukan keseimbangan baru, meskipun akan ada rasa sakit jangka pendek.
Menteri Perdagangan AS, Lutnick, menyatakan bahwa rakyat Amerika mungkin baru akan merasakan dampak kebijakan ekonomi Trump pada kuartal keempat tahun ini.
Ada juga beberapa kabar baik bagi investor. Saham raksasa chip Intel naik lebih dari 14% pada Kamis (13 Maret). Selain itu, divisi strategi investasi Nomura Asset Management menyatakan bahwa Trump adalah seorang pendukung kebijakan ekonomi merkantilisme.
Berdasarkan pengalaman sebelumnya, kemungkinan besar ia akan memperkenalkan kebijakan yang menguntungkan dunia usaha. Oleh karena itu, pasar saham AS masih memiliki prospek yang menjanjikan. Secara historis, data menunjukkan bahwa membeli saham saat harga turun dan menyimpannya dalam jangka menengah hingga panjang tetap menjadi strategi investasi yang baik. (Hui)