Perjalanan dinas yang seharusnya hanya 8 hari berubah menjadi 286 hari! pada Selasa, 18 Maret, dua astronot Amerika Serikat akhirnya berhasil kembali ke Bumi dengan pesawat ruang angkasa Crew Dragon milik SpaceX. Misi penyelamatan dramatis ini menandai titik balik dalam persaingan antara Boeing dan SpaceX.
EtIndonesia. Pada 5 Juni 2024, Butch Wilmore (62 tahun) dan Suni Williams (59 tahun) diluncurkan ke Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) dengan pesawat ruang angkasa Starliner buatan Boeing. Awalnya, mereka dijadwalkan hanya 8 hari di luar angkasa sebelum kembali ke Bumi.
Namun, segera setelah Starliner merapat ke ISS, masalah muncul. Kebocoran gas helium terdeteksi, diikuti oleh kerusakan pada sistem pendorong. Karena alasan keamanan, NASA membatalkan rencana kepulangan mereka dengan Starliner. Pada September 2024, Starliner kembali ke Bumi tanpa awak, meninggalkan dua astronot terdampar di luar angkasa selama 286 hari!
Akhirnya, pada 18 Maret 2025, NASA memutuskan menggunakan Crew Dragon milik SpaceX untuk membawa mereka pulang. Pada pukul 17:57 waktu Timur, pesawat ruang angkasa itu berhasil mendarat dengan selamat di dekat pantai Florida, setelah mengorbit Bumi lebih dari 4.600 kali.
Saat dikeluarkan dari kapsul, Williams harus ditandu karena ototnya melemah dan keseimbangannya terganggu akibat terlalu lama berada di lingkungan tanpa gravitasi. Sementara itu, Wilmore, dengan bantuan, berhasil berdiri sebentar dan mengacungkan jempol, meskipun terlihat lemah. Williams mengakui bahwa ia sudah lupa cara berjalan dan akan membutuhkan rehabilitasi panjang untuk bisa bergerak normal kembali.
Pada awalnya, NASA ragu apakah akan menggunakan Starliner untuk membawa pulang para astronot atau menyerahkan misi ini kepada SpaceX. Namun, insiden ini menjadi pukulan telak bagi Boeing.
Pesawat Starliner, yang dikembangkan selama 10 tahun dengan biaya USD 4,2 miliar, gagal dalam uji pertamanya. NASA nyaris kehilangan dua astronot akibat kegagalan tersebut.
Sebaliknya, SpaceX dengan Crew Dragon telah sukses dalam 10 misi penerbangan berawak. Keberhasilan menyelamatkan dua astronot ini semakin memperkuat posisinya sebagai pemimpin dalam industri penerbangan luar angkasa. NASA pun akhirnya memberikan kontrak eksklusif kepada SpaceX, termasuk misi pendaratan di Bulan pada 2027 dalam program Artemis, dengan nilai mencapai USD 2,9 miliar.
Pada November 2024, Boeing mengumumkan akan menjual divisi luar angkasanya dan akan fokus kembali pada pesawat komersial dan pertahanan.
Dengan teknologi inovatif dan biaya operasional rendah, SpaceX kini mendominasi industri luar angkasa. Crew Dragon hanya memerlukan biaya sekitar USD 55 juta per peluncuran, jauh lebih murah dibandingkan biaya penerbangan berawak konvensional yang bisa mencapai ratusan juta dolar.
Pada 2023, valuasi SpaceX telah melampaui USD 150 miliar, menjadikannya perusahaan antariksa swasta paling bernilai di dunia.
Ke depan, dengan rencana pensiun Stasiun Luar Angkasa Internasional pada 2031, permintaan untuk misi di orbit rendah mungkin akan berkurang. Namun, Elon Musk telah mengumumkan bahwa misi eksplorasi Mars akan segera dimulai. Selain itu, proyek pembangunan pangkalan di Bulan dan misi ke Mars akan menjadi medan persaingan baru di dunia penerbangan luar angkasa.
Dengan pencapaian ini, masa depan SpaceX tampak semakin cerah! 🚀