EtIndonesia. Pada 21 Maret, Steve Witkoff, utusan khusus untuk Ukraina dan Rusia yang ditunjuk oleh Presiden AS, Donald Trump, mengungkapkan bahwa Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy secara garis besar telah mengakui bahwa Ukraina tidak dapat bergabung dengan NATO. Selain itu, Zelenskyy juga menyetujui untuk menggelar pemilu nasional yang sempat tertunda akibat konflik Rusia-Ukraina.
Pada hari yang sama, Trump mengatakan bahwa gencatan senjata penuh antara Rusia dan Ukraina akan segera tercapai, dan dia akan berdiskusi langsung dengan Zelenskyy terkait pembagian wilayah, termasuk wilayah timur dan selatan Ukraina yang kini dikuasai Rusia serta Semenanjung Krimea.
Dijadwalkan pada 24 Maret mendatang di Riyadh, Arab Saudi, kedua pihak—dengan mediasi Amerika Serikat—akan menggelar pembicaraan tentang perjanjian gencatan senjata parsial, yang mencakup isu-isu penting seperti energi, jalur kereta api, fasilitas pelabuhan, dan keamanan pelayaran di Laut Hitam.
Zelenskyy Terima Realita: Ukraina Tak Jadi Anggota NATO
Mengutip Reuters, seorang pejabat tinggi Pemerintah AS mengungkapkan bahwa pada 19 Maret, Trump berbicara dengan Zelenskyy selama satu jam melalui sambungan telepon. Dalam pembicaraan tersebut, mereka menyinggung perjanjian tambang dan mineral baru antara AS dan Ukraina, meski isu Krimea tidak dibahas secara langsung.
Zelenskyy sendiri menyampaikan bahwa Trump sempat menanyakan pandangannya mengenai pembangkit listrik tenaga nuklir Zaporizhzhia, namun tidak membahas soal kepemilikan resminya.
Dalam kunjungannya ke Norwegia pada 20 Maret, Zelenskyy menjawab pertanyaan media dengan tegas mengatakan: “Semua pembangkit listrik tenaga nuklir yang berada di wilayah Ukraina adalah milik negara dan milik rakyat Ukraina. Jika kepemilikan pembangkit listrik Zaporizhzhia berpindah tangan, hal itu tidak hanya ilegal, tetapi juga akan mengganggu kelancaran operasionalnya.”
Sementara itu, Trump menandatangani perintah eksekutif yang mempercepat kerja sama dalam sektor logam tanah jarang dengan Ukraina dan mengatakan bahwa progresnya berjalan lancar. Dia juga menyampaikan optimismenya terhadap komunikasi terakhirnya dengan para pemimpin Rusia dan Ukraina, dengan keyakinan bahwa gencatan senjata bisa menyelamatkan banyak nyawa.
Kunci Damai: Ukraina Harus Melepas Cita-cita Menjadi Anggota NATO
Steve Witkoff menegaskan bahwa jika kesepakatan damai tercapai, maka Ukraina harus melepaskan aspirasinya untuk menjadi anggota NATO. Menurutnya, Zelenskyy dan para penasihat utamanya telah menerima kenyataan ini.
Perlu diketahui, Ukraina seharusnya menggelar pemilihan umum nasional pada tahun 2024, namun tertunda akibat status darurat militer. Trump sebelumnya mengecam Zelenskyy sebagai “diktator yang belum pernah dipilih melalui pemilu”.
Di sisi lain, negara-negara besar Eropa kini tengah menyusun rencana jangka menengah dan panjang (5–10 tahun) untuk mengambil alih peran pertahanan yang selama ini dijalankan Amerika, jika pada akhirnya AS benar-benar keluar dari NATO di masa mendatang.
Situasi di Medan Tempur: Rusia Unggul, Ukraina Tertekan
Di medan pertempuran, Rusia dilaporkan berhasil merebut kembali sebagian besar wilayah Oblast Kursk, dengan pasukan Ukraina mengalami kekacauan saat melakukan penarikan mundur.
Seorang prajurit Ukraina, Artem Kariakin, mengatakan kepada BBC bahwa perintah mundur datang terlambat, yang menyebabkan pasukan kehilangan koordinasi. Meskipun drone Rusia melakukan serangan, evakuasi pasukan Ukraina tetap dilakukan.
Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan bahwa dalam proses mundur, militer Ukraina meledakkan fasilitas gas alam Suja. Sementara itu, pada 20 Maret, drone Ukraina juga disebut menyerang fasilitas minyak Rusia, yang menurut Moskow melanggar kesepakatan penghentian serangan terhadap infrastruktur energi kedua pihak.
Namun, militer Ukraina membantah tuduhan tersebut, menyebut bahwa serangan itu adalah operasi yang dilakukan Rusia sendiri untuk menciptakan narasi propaganda. Ukraina menuduh ini adalah bagian dari kampanye disinformasi Moskow.
Penutup: Babak Baru dalam Konflik Rusia-Ukraina?
Isyarat bahwa Ukraina siap mundur dari aspirasi NATO, bersamaan dengan pembicaraan gencatan senjata dan pengaturan ulang wilayah, menandai pergeseran besar dalam dinamika konflik Rusia-Ukraina.
Jika kesepakatan tercapai dalam pertemuan di Riyadh pada 24 Maret, ini bisa menjadi langkah awal menuju stabilitas, meskipun dengan harga mahal berupa pengorbanan wilayah dan ambisi geopolitik.
Apakah ini tanda bahwa impian lama Ukraina akan tergusur oleh kenyataan baru geopolitik dunia? Atau, justru menjadi momen kebangkitan diplomasi global?
Jawabannya mungkin akan terungkap dalam beberapa pekan ke depan.(jhn/yn)