James Gorrie
Saat ini, sebagian besar perhitungan geopolitik rezim Tiongkok bergantung pada sekutunya dengan Rusia—sekutu yang penting tetapi tidak sepenuhnya tak tergoyahkan. Perang di Ukraina, yang kini memasuki tahun ketiga, memperlihatkan kerentanan dalam kemitraan ini, begitu pula dengan potensi kesepakatan damai yang sedang diupayakan oleh pemerintahan Trump.
Strategi Global
Faktanya, langkah Amerika Serikat dalam “memainkan kartu Rusia” tidak hanya bertujuan menghentikan pertumpahan darah di Ukraina, tetapi juga merupakan strategi global untuk melemahkan pengaruh Beijing terhadap Moskow dan negara-negara lain di seluruh dunia. Manuver berani ini membalikkan strategi triangulasi era Nixon.
Pada awal 1970-an, Amerika Serikat melawan pengaruh global Uni Soviet yang dipimpin Rusia dengan menjalin hubungan diplomatik dan ekonomi dengan Tiongkok, yang berfungsi sebagai penyeimbang terhadap musuh utama AS di dunia.
Gagasan ini masuk akal. Ekonomi Rusia sedang terpuruk, militernya kewalahan, dan isolasi globalnya semakin dalam. Sanksi Barat telah mempersempit aksesnya ke teknologi dan pasar, membuatnya sangat membutuhkan penyelamat.
Selain itu, Moskow kini menjadi mitra yang lebih lemah dalam hubungannya dengan Beijing, bergantung pada Tiongkok untuk perdagangan dan perlindungan diplomatik. Jika Amerika Serikat berhasil menarik Rusia, Tiongkok akan kehilangan penyeimbang terhadap tekanan Barat, membuatnya semakin terisolasi menghadapi NATO yang bersatu dan sekutu-sekutu Indo-Pasifiknya.
Membuat Beijing Semakin Rentan
Bagi Tiongkok, posisinya juga semakin rentan. Ketergantungannya pada Rusia sangat dalam, terutama untuk sumber daya. Sebagai contoh, Rusia memasok lebih dari 15 persen impor minyak mentah Tiongkok serta sejumlah besar gas alam melalui pipa seperti Power of Siberia. Selain itu, Beijing juga melihat cadangan air tawar Rusia—seperti Danau Baikal, yang menyimpan 20 persen air tawar dunia yang tidak membeku—sebagai jaminan terhadap kelangkaan air di dalam negeri.
Kehilangan atau bahkan pengurangan akses terhadap sumber daya Rusia, termasuk lahan subur dan kayu, akan memberikan tekanan besar bagi Tiongkok untuk mencari alternatif dengan biaya yang jauh lebih tinggi. Namun, hal ini bisa menjadi konsekuensi dari hubungan yang lebih erat antara AS dan Rusia.
Hubungan yang Tidak Seimbang
Selain itu, perdagangan Rusia dengan Tiongkok—senilai $240 miliar pada tahun 2023—membantu Moskow bertahan, tetapi hubungan ini tidak seimbang. Tiongkok membeli energi Rusia dengan harga murah, sementara menjual barang jadi, menjadikan Rusia sebagai mitra junior. Moskow tidak nyaman dan bahkan merasa kesal dengan peran sebagai bawahan Beijing.
Di sisi lain, Amerika Serikat dapat menawarkan kesepakatan yang lebih menarik: akses ke pasar global, investasi dalam infrastruktur, dan bantuan teknologi. Bagi Presiden Rusia Vladimir Putin, yang dikenal pragmatis, prospek membangun kembali ekonomi Rusia mungkin lebih menggoda dibandingkan sekadar kesetiaan ideologis kepada pemimpin Tiongkok, Xi Jinping.
Potensi perkembangan ini bukan hanya sekadar teori. Sebuah kesepakatan negosiasi di Ukraina—di mana Rusia mempertahankan sebagian wilayah yang telah direbut tetapi menarik diri dari sebagian besar Ukraina—dapat dikemas sebagai “kemenangan” untuk konsumsi domestik. Sebagai gantinya, AS dapat mendorong NATO untuk mundur dari posisinya yang paling timur—mungkin kembali ke batas sebelum tahun 1997, seperti yang telah lama dituntut Rusia, atau kembali pada batas yang disepakati sebelumnya dengan jaminan netralitas bagi negara-negara non-NATO yang berbatasan dengan Rusia, seperti Ukraina.
Détente Baru AS–Rusia?
Kesepakatan semacam itu tidak akan membubarkan NATO, tetapi dapat mengurangi ketakutan Moskow akan pengepungan, sehingga membuat pergeseran dari Tiongkok lebih dapat diterima. Ini adalah konsesi yang berbiaya rendah bagi Amerika Serikat: inti NATO tetap utuh, dan hubungan Rusia dengan Tiongkok melemah.
Tentu saja, ini belum menjadi kenyataan. Putin dan elit Rusia masih waspada terhadap janji AS/NATO. Selain itu, Tiongkok bisa saja membalas dengan menawarkan kesepakatan yang lebih menggiurkan—lebih banyak pinjaman, lebih banyak teknologi senjata. Namun, hal itu masih perlu dilihat lebih lanjut.
Kepemimpinan Ukraina juga menjadi faktor yang tidak terduga. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy terbukti lebih tidak terduga dan lebih sulit dikendalikan daripada yang diperkirakan pemerintahan Trump. Selain itu, anggota NATO di Eropa Barat kurang berminat untuk mencapai kesepakatan damai dengan Putin.
Karena itu, sebagian dari upaya pemerintahan Trump adalah memaksa Ukraina ke meja perundingan—yang sedang berlangsung saat ini—dan meyakinkan anggota NATO seperti Inggris, Prancis, dan Jerman untuk menerima perjanjian damai. Amerika Serikat juga harus menemukan cara untuk memenuhi syarat-syarat Rusia tanpa kehilangan persetujuan Ukraina untuk gencatan senjata. Kedua hal ini seharusnya dapat dicapai, tetapi waktu yang akan membuktikan.
AS Memegang Kartu yang Lebih Kuat Dibandingkan Tiongkok
Bagi Moskow, Washington memiliki kartu yang lebih baik untuk dimainkan dibandingkan Beijing—dari segi ukuran pasar, keunggulan teknologi, serta kemungkinan NATO yang mengurangi tekanan di perbatasan Rusia. Semua faktor ini menarik bagi Moskow.
Pada saat yang sama, kesepakatan semacam ini akan semakin menyulitkan rezim Tiongkok, yang sudah menjadi sasaran pemerintahan Trump dalam berbagai isu, termasuk Terusan Panama, kenaikan tarif perdagangan, dan percepatan pemisahan ekonomi AS dari Tiongkok.
Saat ini, Trump menunjukkan baik ancaman maupun insentif kepada Putin. Sementara itu, ekonomi Tiongkok yang menyusut serta isolasi diplomatik yang semakin dalam akibat tindakan AS menjadi masalah yang terus berkembang bagi Beijing.
Bagi rezim Tiongkok, ini bukan sekadar teori belaka—melainkan skenario mimpi buruk yang mengancam kedalaman strategisnya, keamanan sumber dayanya, dan dominasinya di kawasan.
Taruhannya sangat tinggi, dan Tiongkok berisiko kehilangan banyak hal.
Pandangan yang diungkapkan dalam artikel ini merupakan opini penulis dan tidak mencerminkan pandangan The Epoch Times.