EtIndonesia. Kontroversi terkait pernyataan yang diduga dipalsukan oleh pihak Tiongkok mengenai ucapan Perdana Menteri Jepang, Shigeru Ishiba terus memanas. Pemerintah Jepang, pada Senin (24/3), menyatakan bahwa PM Ishiba memang telah bertemu dengan Menteri Luar Negeri Tiongkok Wang Yi pada 21 Maret. Namun, mereka menegaskan bahwa pihak Tiongkok mengutip pernyataan yang tidak pernah diucapkan oleh Perdana Menteri, dan Jepang telah secara resmi mengajukan protes diplomatik serta meminta penghapusan pernyataan yang tidak benar tersebut.
Pertemuan antara PM Ishiba dan Menlu Wang Yi terjadi dalam rangka kunjungan Wang ke Jepang untuk menghadiri pertemuan ekonomi bilateral. Dalam siaran pers yang dikeluarkan oleh Kementerian Luar Negeri Tiongkok, disebutkan bahwa PM Ishiba “menghormati posisi yang dijelaskan oleh pihak Tiongkok “. Namun, menurut Kementerian Luar Negeri Jepang, PM Ishiba tidak pernah menyatakan hal tersebut.
Meskipun pernyataan Tiongkok tidak menjelaskan secara spesifik posisi mana yang dihormati oleh PM Ishiba, dalam pernyataan itu Wang Yi menyebut bahwa Jepang seharusnya berpegang pada prinsip-prinsip yang ditetapkan dalam empat dokumen politik antara Tiongkok dan Jepang, termasuk Deklarasi Bersama Tiongkok -Jepang, serta menjalankan komitmen politik terkait sejarah dan isu Taiwan, demi menjaga landasan politik dan hukum dalam hubungan kedua negara.
Namun hingga berita ini ditulis, pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri Tiongkok yang mengandung kutipan kontroversial tersebut masih belum dihapus.
Jepang: Pernyataan Tiongkok Tidak Sesuai Fakta
Menteri Sekretaris Kabinet Jepang, Yoshimasa Hayashi, dalam konferensi pers hari Senin (24/3) mengatakan: “Kami telah mengajukan protes dan menuntut agar pernyataan yang tidak sesuai dengan fakta tersebut segera dihapus.”
“Sangat disayangkan bahwa pihak Tiongkok telah mengeluarkan pernyataan yang bertentangan dengan kenyataan,” tambahnya.
Namun Hayashi tidak memberikan rincian lebih lanjut mengenai apakah pihak Tiongkok sudah memberikan tanggapan atas protes Jepang tersebut.
Menurut Kementerian Luar Negeri Jepang, dalam pertemuan dengan Wang Yi, PM Ishiba menyampaikan bahwa penting untuk mengatasi berbagai isu antara kedua negara, termasuk situasi di Laut China Timur, pembebasan warga negara Jepang yang ditahan di Tiongkok, serta penghapusan pembatasan impor produk laut dan pertanian Jepang.
Ketegangan Regional Meningkat
Kabar mengenai penyimpangan kutipan tersebut sudah lebih dulu dilaporkan oleh Nikkei selama akhir pekan, dan setelah pernyataan resmi Pemerintah Jepang pada Senin, media internasional seperti Bloomberg dan Reuters mulai menyorot isu ini.
Protes Jepang ini muncul di tengah meningkatnya ketegangan di kawasan, terutama karena hubungan Jepang dan Taiwan yang kian erat. Jepang menolak tegas setiap upaya sepihak oleh Tiongkok untuk mengubah status quo di Selat Taiwan melalui kekerasan atau tekanan, dan mendukung partisipasi aktif Taiwan di berbagai organisasi internasional.
Hal ini juga ditegaskan kembali dalam pernyataan bersama antara PM Ishiba dan Presiden AS, Donald Trump pada Februari lalu.
Saat ditanya mengenai protes Jepang, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Guo Jiakun, dalam konferensi pers hari Senin menyatakan :“Dalam hubungan antarnegara, saling menghormati posisi masing-masing adalah hal yang normal, bukan?”
Aktivitas Kapal Tiongkok di Sekitar Kepulauan Sengketa Meningkat
Menteri Luar Negeri Jepang Takeshi Iwaya, pada Sabtu (22/2), juga menggelar pertemuan bilateral dengan Menlu Wang Yi untuk membahas isu-isu sensitif antara kedua negara.
Dalam pernyataan resminya, Iwaya menyerukan penyelesaian damai atas isu Taiwan dan menegaskan kembali bahwa Jepang menolak segala bentuk tekanan untuk mengubah status quo.
Pada Senin, Iwaya juga menyampaikan keprihatinannya atas meningkatnya aktivitas kapal-kapal Tiongkok di perairan sekitar Kepulauan Senkaku (dikenal di Tiongkok sebagai Diaoyu), yang diklaim oleh Beijing sebagai wilayahnya, namun saat ini berada di bawah kontrol Jepang.
Selama akhir pekan, dua kapal Penjaga Pantai Tiongkok terdeteksi beroperasi di dalam perairan teritorial Jepang di sekitar pulau-pulau tak berpenghuni tersebut. Menurut Kementerian Luar Negeri Jepang, ini merupakan waktu tinggal terlama kapal Tiongkok di wilayah itu sejak Jepang menasionalisasi sebagian besar Kepulauan Senkaku pada September 2012 — melampaui rekor sebelumnya sekitar 80,5 jam.
Penjaga Pantai Jepang juga melaporkan bahwa pada akhir pekan lalu, empat kapal Tiongkok sempat memasuki wilayah laut Jepang, dan dua di antaranya baru meninggalkan wilayah itu pada Minggu malam (23/3).
Seorang anggota parlemen dari oposisi menilai tindakan Tiongkok yang memasuki wilayah Jepang bertepatan dengan waktu pertemuan kedua Menlu sebagai hal yang “sangat tidak pantas.”
Menteri Iwaya menjawab bahwa : “Meskipun pertemuan dengan Wang Yi berlangsung dalam suasana damai dan bersahabat, namun peristiwa seperti ini tetap disayangkan. Karena itu, kami akan menanganinya dengan tegas dan tenang.” (jhn/yn)