Dua Warga Keturunan Tionghoa Ditangkap atas Pelanggaran Wilayah Militer dengan Menerbangkan Drone, AS Ambil Tindakan Balasan

Baru-baru ini, dua warga keturunan Tionghoa ditangkap karena diduga mengoperasikan drone di atas pangkalan militer. Frekuensi tinggi pelanggaran wilayah udara militer oleh drone mendorong Kongres AS dan beberapa lembaga federal untuk mengambil tindakan.

EtIndonesia.  Menurut laporan Fox News, pada akhir 2024, seorang warga negara Amerika Serikat  keturunan Tionghoa bernama Zhou Yinpiao dituduh mengoperasikan drone yang terbang di atas Pangkalan Angkatan Luar Angkasa Vandenberg di California. Ia juga mengambil gambar pangkalan tersebut. Ia ditangkap saat hendak naik pesawat menuju Tiongkok dan didakwa melanggar peraturan wilayah udara pertahanan serta gagal mendaftarkan drone-nya.

Mantan agen FBI sekaligus analisis militer, Ken Gray, menyatakan bahwa siapa pun yang mengoperasikan drone di wilayah udara terbatas dapat dituntut. Pengoperasian drone oleh warga negara asing juga dapat dikaitkan dengan aktivitas mata-mata atau pengumpulan intelijen. Bahkan drone konsumen pun dapat dimodifikasi untuk membawa bahan peledak, sehingga berpotensi membahayakan personel di darat.

Pada Januari tahun ini, seorang wisatawan asal Kanada keturunan Tionghoa bernama Pan Xiaoguang juga ditangkap karena selama tiga hari berturut-turut menggunakan drone untuk mengambil gambar fasilitas pertahanan sensitif di Pangkalan Angkatan Luar Angkasa Cape Canaveral, Florida. Area yang difoto termasuk gudang amunisi, landasan peluncuran, dan dermaga kapal selam.

Jenderal Gregory Guillot, komandan Komando Utara AS dan Komando Pertahanan Udara Amerika Utara, mengungkapkan bahwa tahun lalu terdapat 350 insiden pelanggaran wilayah udara militer oleh drone di lebih dari 100 fasilitas militer dengan berbagai tingkat keamanan.

Pada Februari tahun ini, Kongres AS mengizinkan beberapa lembaga federal untuk mengambil tindakan balasan terhadap ancaman drone. Laporan menunjukkan bahwa Departemen Pertahanan AS sedang mengembangkan, membeli, dan menempatkan sistem senjata anti-drone guna mendeteksi, mengidentifikasi, melacak, dan mencegat drone musuh.

Selain itu, pada tahun 2024, Departemen Pertahanan Amerika Serikat dan beberapa lembaga lain membentuk “Kantor Gabungan Anti-Drone Kecil” untuk mengkoordinasikan pengembangan serta penerapan berbagai teknologi anti-drone. Sementara itu, Administrasi Penerbangan Federal AS menyatakan bahwa mereka sedang menguji teknologi deteksi dan penanggulangan drone di bandara untuk menilai efektivitasnya dalam mengurangi risiko keselamatan penerbangan.

Dengan semakin populernya drone konsumen, insiden pelanggaran wilayah udara diperkirakan akan meningkat. Para pejabat kini tengah bekerja keras untuk menghadapi ancaman yang semakin serius ini. (hui)

FOKUS DUNIA

NEWS