Korea Selatan sedang menghadapi salah satu kebakaran hutan terbesar dalam sejarah. Kepala Badan Keamanan dan Penanggulangan Bencana, Lee Han-kyung, pada 27 Maret melaporkan bahwa lebih dari 10 kebakaran terjadi di berbagai lokasi selama akhir pekan dan terus menyebar dengan cepat. Hingga saat ini, 26 orang tewas, 8 luka berat, dan 22 luka ringan.
EtIndonesia. Kebakaran hutan telah menghancurkan sebagian besar wilayah tenggara Korea Selatan, memaksa sekitar 37.000 orang dievakuasi. Api juga memutus akses jalan dan merusak jaringan komunikasi, membuat warga panik meninggalkan rumah mereka. Beberapa kuil bersejarah pun turut hangus terbakar.
Menurut Lee Han-kyung, luas hutan yang terbakar telah mencapai 35.810 hektar, yang melebihi rekor kebakaran hutan terbesar sebelumnya pada tahun 2000 di pantai timur Korea, yang kala itu menghanguskan 23.913 hektar.
Sebagian besar korban tewas adalah warga setempat. Tiga petugas pemadam kebakaran kehilangan nyawa dalam upaya pemadaman, dan seorang pilot helikopter tewas ketika helikopternya jatuh di daerah pegunungan.
Otoritas setempat menyatakan bahwa perubahan arah angin dan kondisi cuaca yang sangat kering telah menghambat upaya pemadaman dengan metode konvensional. Saat ini, lebih dari 120 helikopter telah dikerahkan di tiga wilayah terdampak untuk membantu pemadaman api, karena medan pegunungan Korea Selatan membuat operasi darat sulit dilakukan.
Militer Korea Selatan juga telah menyediakan stok bahan bakar penerbangan untuk mendukung operasi helikopter pemadam kebakaran di daerah pegunungan tenggara, di mana api telah berkobar selama hampir satu minggu.
Laporan Yonhap News Agency menyebutkan bahwa kebakaran ini telah melampaui kebakaran tahun 2000 dalam skala dan dampak kerusakannya.
Perdana Menteri Han Duck-soo, yang saat ini menjalankan tugas sebagai pejabat Presiden Korea Selatan, menyatakan pada 26 Maret bahwa kebakaran di wilayah Ulsan dan Gyeongsang telah berlangsung selama lima hari berturut-turut, menyebabkan kerugian yang belum pernah terjadi sebelumnya. Ia menambahkan bahwa “kebakaran berkembang dengan cara yang di luar model prediksi dan perkiraan sebelumnya.”
Tahun lalu adalah tahun terpanas dalam sejarah Korea Selatan. Badan Meteorologi Korea Selatan melaporkan bahwa suhu rata-rata tahun 2024 adalah 14,5°C, meningkat 2°C dari rata-rata 30 tahun sebelumnya yang sebesar 12,5°C.
Otoritas setempat juga mencatat bahwa wilayah terdampak mengalami kondisi yang sangat kering, dengan curah hujan yang jauh di bawah rata-rata. Selain itu, jumlah kebakaran hutan di wilayah selatan Korea tahun ini lebih dari dua kali lipat dibanding tahun lalu.
Para ilmuwan menyatakan bahwa beberapa jenis cuaca ekstrem, seperti gelombang panas dan hujan deras, memiliki hubungan yang jelas dengan perubahan iklim. Namun, fenomena seperti kebakaran hutan, kekeringan, badai salju, dan angin topan sering kali merupakan hasil dari kombinasi berbagai faktor yang kompleks.
Meskipun hujan diperkirakan akan turun di wilayah barat daya, curah hujan di sebagian besar daerah terdampak diperkirakan kurang dari 5 mm, yang tidak cukup untuk membantu pemadaman kebakaran.
Pakar lingkungan menilai bahwa skala dan kecepatan penyebaran kebakaran di Uiseong sangat tidak biasa. Mereka memperkirakan bahwa perubahan iklim global akan menyebabkan kebakaran hutan semakin sering terjadi dan semakin berbahaya.
Laporan dari Climate Central, sebuah lembaga independen yang terdiri dari ilmuwan dan peneliti, menyebut bahwa perubahan iklim akibat ulah manusia telah mempercepat kenaikan suhu global, “mengubah lanskap kering menjadi bahan bakar berbahaya bagi kebakaran hutan.” (Hui)