Putin: Rusia Tidak Akan Ikut Campur dalam Rencana Trump Menguasai Greenland

EtIndonesia. Arktik semakin memanas—bukan hanya karena perubahan iklim, tetapi juga dari segi geopolitik. Saat Presiden AS, Donald Trump mendorong rencana untuk mencaplok Greenland dan Kanada, Rusia pun tidak mau ketinggalan.

Pada hari Jumat (28/3), Presiden Rusia Vladimir Putin mengunjungi Murmansk, kota terbesar di utara Lingkar Arktik, di mana dia berjanji untuk “memperkuat kepemimpinan global Rusia di Arktik”.

Namun, Putin tidak mengajukan klaim teritorial maupun berbicara tentang ekspansi wilayah. Yang mengejutkan, dia justru tidak keberatan dengan rencana Trump untuk menjadikan Greenland sebagai wilayah AS.

“Persaingan geopolitik di kawasan Arktik semakin intensif,” kata Putin, sambil menyebut rencana Trump mengambil alih Greenland sebagai contoh utama.

Berbicara mengenai perubahan besar dalam kebijakan luar negeri AS, Putin menegaskan bahwa rencana AS terhadap Greenland sangat serius.

“Rencana ini memiliki akar sejarah yang dalam, dan jelas bahwa AS akan terus secara sistematis mengejar kepentingan geo-strategis, militer, politik, dan ekonominya di kawasan Arktik,” ujar Putin.

Putin Memberi Lampu Hijau untuk Trump?

Alih-alih mengkritik atau menentang ambisi ekspansi Trump, Putin justru memilih untuk tidak ikut campur.

“Soal Greenland, ini adalah urusan antara dua negara (AS dan Denmark). Ini tidak ada hubungannya dengan kami,” kata Putin dalam Forum Arktik Rusia di Murmansk.

Pernyataan Putin yang seolah membiarkan AS bertindak sesuka hati mengejutkan banyak pihak di dunia internasional. Para pakar militer dan geopolitik menilai bahwa pernyataan ini bisa dianggap sebagai restu diam-diam Moskow terhadap rencana Washington.

Waktunya pun menarik, karena saat ini Kremlin dan Gedung Putih sedang berupaya mempererat hubungan mereka.

Sejak kembali menjabat pada Januari tahun ini, Trump sepenuhnya mengubah kebijakan Washington terhadap Moskow, yang membuat Eropa—terutama Ukraina—menjadi korban. Pemimpin-pemimpin Eropa kini semakin sering mengadakan pertemuan darurat di Prancis, mencari alternatif untuk mengimbangi pengaruh AS.

Sikap Putin terhadap rencana AS di Greenland juga bisa berdampak pada Ukraina, di mana Rusia telah menguasai wilayah luas tanpa ada niat untuk mengembalikannya.

Moskow dan Washington: Dari Musuh Menjadi Sekutu?

Jika sebelumnya AS dan Rusia sering bersitegang, kini kedua negara justru semakin lunak satu sama lain.

Mereka bahkan mulai sejalan dalam beberapa isu, misalnya kritik tajam terhadap Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, yang diserang habis-habisan oleh Trump dan Wakil Presiden JD Vance setelah insiden panas di Gedung Putih. Para pemimpin Rusia pun tampaknya ikut mendukung pandangan AS.

Dalam kunjungannya ke Arktik, Putin berusaha menggambarkan bahwa Moskow dan Washington bisa bekerja sama di kawasan tersebut, yang kaya akan sumber daya mineral, termasuk logam tanah jarang yang sangat dibutuhkan industri teknologi.

Utusan khusus Putin untuk investasi asing, Kirill Dmitriev, juga menegaskan keterbukaan Rusia untuk berkolaborasi dengan AS.

“Kami terbuka untuk peluang investasi bersama di sektor-sektor yang disetujui Pemerintah Rusia,” kata Dmitriev dalam wawancara dengan BBC.

“Kami siap bekerja sama dalam bidang logistik atau sektor lain yang menguntungkan kedua negara. Namun sebelum itu, perang di Ukraina harus diakhiri,” tambahnya.

“Saat ini, kami memiliki dialog yang sangat baik dengan AS, dan saya pikir penting bahwa AS mulai memahami posisi Rusia,” ujarnya.

Greenland Murka

Di sisi lain, Greenland dengan tegas menyatakan bahwa mereka “tidak dijual”. Denmark pun menolak proposal AS serta segala bentuk tekanan yang diberikan Washington untuk membeli Greenland, yang merupakan wilayah otonom di bawah Kerajaan Denmark.

Gelombang protes besar-besaran—yang disebut sebagai demonstrasi terbesar dalam sejarah Greenland—pecah di seluruh wilayah, menolak keras tekanan AS. Sentimen anti-Amerika kini semakin meluas di pulau Arktik tersebut.

“Sampai beberapa waktu lalu, kami masih bisa mempercayai Amerika. Mereka adalah sekutu dan teman kami, dan kami senang bekerja sama dengan mereka. Tapi masa itu sudah berakhir,” kata Perdana Menteri Greenland Mute Egede.(yn)

FOKUS DUNIA

NEWS