Rusia dan Ukraina Saling Tuduh Tidak Berniat Gencatan Senjata, Trump Pantau Motif Sebenarnya dari  Putin

Meskipun Gedung Putih mengumumkan bahwa Rusia dan Ukraina telah menerima gencatan senjata parsial, kedua belah pihak justru saling menuduh bahwa lawan mereka tidak memiliki itikad baik. Mengenai apakah Rusia dapat dipercaya, Donald Trump kembali memberikan pandangannya.

EtIndonesia. Pada 26 Maret, Kementerian Pertahanan Rusia melaporkan bahwa dua drone Ukraina menyerang fasilitas penyimpanan gas alam di dekat Tanjung Tarkhankut, Krimea, pada dini hari. Selain itu, fasilitas jaringan listrik milik perusahaan Rusia di wilayah Bryansk juga diserang.

Di sisi lain, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menyatakan bahwa Rusia melancarkan serangan menggunakan 117 drone pada  25 Maret malam, menargetkan beberapa kota di Ukraina. Kota kelahiran Zelensky, Kryvyi Rih, mengalami serangan besar-besaran, sementara komunitas di garis depan Ukraina timur juga terkena dampak serangan tersebut.

 “Diplomasi harus berperan. Ukraina sedang berusaha mencapai tujuan ini. Sekarang, Rusia harus menunjukkan hasil. Kami tidak percaya mereka. Jujur saja, dunia tidak percaya Rusia. Mereka harus membuktikan bahwa mereka benar-benar siap mengakhiri perang, siap untuk tidak lagi berbohong kepada dunia, kepada Presiden Trump, dan kepada Amerika Serikat,” ujarnya. 

Sehari sebelumnya, Gedung Putih mengumumkan bahwa setelah putaran kedua perundingan antara AS dan Rusia di Riyadh, Rusia setuju untuk melakukan gencatan senjata di Laut Hitam. Sebelumnya, setelah berbicara dengan Trump melalui telepon, Putin telah setuju untuk menghentikan serangan terhadap infrastruktur energi. Ukraina sendiri telah secara terbuka menerima tanpa syarat proposal gencatan senjata terhadap fasilitas energi dan di Laut Hitam yang diajukan oleh AS.

Mengenai apakah Rusia sedang menerapkan taktik mengulur waktu, Trump dalam wawancara dengan Newsmax  mengatakan bahwa Rusia ingin mengakhiri perang, tetapi mungkin juga sengaja menunda, sehingga masih perlu dipantau lebih lanjut.

Meskipun Rusia  menyetujui gencatan senjata di Laut Hitam, Kremlin mengaitkannya dengan pencabutan sanksi terhadap Rusia, termasuk pembatalan larangan penggunaan sistem transaksi keuangan internasional SWIFT bagi beberapa lembaga keuangan Rusia.

Menteri Luar Negeri Ukraina, Andrii Sybiha, menyerukan negara-negara Barat untuk terus menekan Rusia agar benar-benar melaksanakan gencatan senjata.

Kremlin menyatakan bahwa komunikasi dengan Gedung Putih masih berlangsung secara “intensif” dan menilai dialog tersebut sebagai “praktis, konstruktif, dan produktif.”

Para analis menilai bahwa Putin sedang menguji batas kesabaran pemerintahan Trump yang ingin segera mencapai gencatan senjata. Di sisi lain, demi kepentingan Rusia, Putin juga tidak ingin membuat Trump marah sehingga AS justru memilih untuk lepas tangan dalam konflik ini. (Hui)

FOKUS DUNIA

NEWS