EtIndonesia. Pada 27 Maret 2025, Presiden Rusia Vladimir Putin mengunjungi unit angkatan laut di Murmansk dan menjelaskan pandangannya tentang penyelesaian damai perang Rusia-Ukraina. Ia menyatakan bahwa secara keseluruhan ia setuju dengan penyelesaian konflik secara damai, tetapi menekankan bahwa Rusia tidak akan menanggung beban kesepakatan tersebut.
Selain itu, Putin juga mengajukan syarat tambahan. Menurutnya, karena konstitusi Ukraina mewajibkan pemilu diadakan secara teratur dan hal ini tidak dilakukan, maka pemerintahan Presiden Volodymyr Zelenskyy dianggap tidak sah. Putin mengusulkan agar pemilu Ukraina diadakan di bawah pengawasan PBB, dengan Rusia, AS, dan Uni Eropa bekerja sama membentuk pemerintahan sementara untuk memulai negosiasi damai. Ukraina sebelumnya menerapkan darurat militer karena perang, yang melarang pemilu, sehingga pemilu 2024 tidak terlaksana.
Menanggapi pernyataan ini, juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS, Brian Hughes, menegaskan bahwa pemerintahan Ukraina sah berdasarkan konstitusi dan kehendak rakyatnya. Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, juga menyatakan bahwa pemerintah Ukraina yang sekarang adalah pemerintah yang sah dan harus dihormati.
Penasihat komunikasi Presiden Ukraina, Dmytro Lytvyn, menanggapi pernyataan Putin dengan nada sindiran di media sosial, menyarankan agar Putin “minum obat”. Sebelumnya, Zelenskyy juga pernah mengatakan bahwa Putin akan segera meninggal dunia.
Di sisi lain, Putin menegaskan bahwa tujuan “operasi militer khusus” di Ukraina sedang dicapai secara bertahap. Ia mengklaim bahwa Rusia telah menguasai 99% wilayah Luhansk serta lebih dari 70% wilayah Donetsk, Zaporizhzhia, dan Kherson.
Ukraina Pertanyakan Perjanjian Ekonomi dengan AS
Menteri Keuangan AS, Bernadette Besant, baru-baru ini mengumumkan bahwa AS dan Ukraina akan segera menandatangani perjanjian kerja sama ekonomi, kemungkinan secepatnya minggu depan. Namun, Presiden Zelensky kembali mempertanyakan isi perjanjian tersebut.
Zelenskyy mengungkapkan bahwa AS telah mengubah ketentuan dalam perjanjian mengenai kerja sama pengelolaan sumber daya mineral Ukraina. Menurutnya, Gedung Putih tidak hanya memiliki berbagai versi rancangan perjanjian, tetapi juga mengubah prosedur negosiasi. Sebelumnya, kedua belah pihak sepakat untuk menandatangani perjanjian kerangka kerja terlebih dahulu, tetapi sekarang AS langsung mengajukan perjanjian yang telah selesai.
Pada 26 Maret, dalam sebuah wawancara, Besant menegaskan bahwa dokumen yang diberikan kepada Ukraina bukan lagi perjanjian kerangka kerja empat halaman, melainkan perjanjian lengkap.
Meskipun begitu, Zelenskyy menegaskan bahwa ia tidak ingin membuat AS merasa Ukraina tidak menginginkan kerja sama ini. Pada September tahun lalu, Zelenskyy yang pertama kali mengusulkan kerja sama dalam pengelolaan sumber daya mineral Ukraina. Pada awal Maret, Besant juga mengungkapkan bahwa Zelensky telah dua kali menolak menandatangani perjanjian tersebut.
Tuduhan Pelanggaran Gencatan Senjata di Fasilitas Energi
Terkait gencatan senjata yang disepakati AS, Rusia, dan Ukraina untuk fasilitas energi, Ukraina menuduh Rusia melanggar kesepakatan dengan menyerang infrastruktur energi di wilayah Kherson pada 27 Maret. Sebaliknya, Kementerian Pertahanan Rusia pada 28 Maret menuduh Ukraina meluncurkan serangan menggunakan sistem roket “HIMARS” yang menghancurkan stasiun pengukur gas alam di wilayah Sudzha. Ukraina dengan tegas membantah tuduhan tersebut.
Sementara itu, mengenai usulan Donald Trump agar AS mengambil alih pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di zona perang Ukraina timur, CEO perusahaan energi nuklir Rusia Rosatom, Alexey Likhachev, menyebut ide itu sebagai “fantasi yang tidak ilmiah”, dengan alasan bahwa PLTN Zaporizhzhia saat ini berada di wilayah yang dikuasai Rusia. (Hui)
Sumber : NTDTV.com