Gedung Tinggi di Bangkok Runtuh Seketika, Pakar Bangunan Ungkap Konstruksi Rapuh dari Perusahaan Tiongkok

  Gempa bumi dahsyat di Myanmar baru-baru ini mengakibatkan runtuhnya sebuah gedung bertingkat di Bangkok, Thailand, hanya dalam hitungan detik. Gedung tersebut tengah dalam proses pembangunan oleh perusahaan milik negara , China Railway No.10 Engineering Group (CREC 10). Insiden ini memicu dugaan bahwa proyek tersebut adalah “konstruksi abal-abal” dari Tiongkok yang sering disebut sebagai “proyek tahu busuk” (豆腐渣工程).

EtIndonesia. Pada 28 Maret, gempa berkekuatan magnitudo 7,7  mengguncang Myanmar. Lebih dari 1.000 km dari pusat gempa, di Bangkok, Thailand, sebuah gedung 30 lantai yang telah mencapai tahap topping-off tiba-tiba runtuh menjadi puing-puing dalam hitungan detik. Setidaknya puluhan orang tertimbun di bawah reruntuhan.

Bangunan tersebut adalah kantor baru Badan Pemeriksa Keuangan Thailand, yang memiliki tinggi 137 meter dan dirancang oleh Italian-Thai Development (ITD), dengan China Railway No.10 Engineering Group (CREC 10) sebagai kontraktor utama.

Fakta bahwa ini adalah satu-satunya gedung di Bangkok yang roboh akibat gempa menimbulkan kecurigaan besar. Banyak pihak mempertanyakan mengapa bangunan ini bisa runtuh begitu mudah, sementara gedung lainnya tetap berdiri kokoh.

Pakar Konstruksi: “Ini Masalah Serius, Jelas Ada Kesalahan Konstruksi”

Seorang pakar konstruksi senior asal Tiongkok, Zheng Gang, menegaskan bahwa runtuhnya gedung ini bukanlah hal normal.

“Perusahaan China Railway No.10 jelas bertanggung jawab. Ini pasti masalah kualitas konstruksi,” ujarnya.

Zheng menjelaskan bahwa sebuah gedung 30 lantai seharusnya bisa bertahan dari gempa berkekuatan magnitudo 7, sedangkan gempa di Bangkok akibat getaran dari Myanmar kemungkinan hanya sekitar magnitudo 6 atau kurang.

“Biasanya, konstruksi harus melewati beberapa tahap audit teknis. Jadi, kemungkinan besar masalah utama ada pada metode pengerjaan yang tidak memenuhi standar,” tambahnya.

Zheng mengungkap bahwa sering kali perusahaan Tiongkok  mengurangi kualitas material dan mempercepat proses pembangunan demi menghemat biaya dan meningkatkan keuntungan.

“Contohnya, pengecoran beton butuh waktu tertentu untuk mengeras, tetapi demi mengejar tenggat waktu, bekisting sering dilepas lebih awal. Ini membuat struktur bangunan tidak cukup kuat. Biasanya, agar bisa lolos inspeksi, pihak kontraktor menyuap tim pengawas,” ungkapnya.

Zheng bahkan menegaskan bahwa hampir semua proyek bangunan sipil di Tiongkok memiliki elemen “proyek tahu busuk”.

“Kecuali bangunan dengan tingkat keamanan tinggi seperti fasilitas militer atau politik, hampir 99,99% proyek konstruksi sipil di Tiongkok memiliki masalah ini. Hanya saja, tingkat keparahannya berbeda-beda,” katanya.

Fenomena “proyek tahu busuk” Tiongkok tidak hanya terjadi di dalam negeri, tetapi juga di berbagai negara lain yang bekerja sama dengan Tiongkok dalam proyek “Belt and Road Initiative” (BRI).

Beberapa contoh proyek bermasalah yang melibatkan perusahaan Tiongkok antara lain:

PLTA Coca Codo Sinclair di Ekuador

  • Dibangun oleh China Three Gorges Corporation dengan biaya US$2,7 miliar dan selesai pada 2016.
  • PLTA Neelum-Jhelum di Pakistan
  • Dibangun oleh China Gezhouba Group dan China National Machinery Industry Corporation.

Pakar: “Perhatian Dunia Bisa Memaksa Tiongkok Berbenah”

Menurut Li Xin, mantan arsitek di Beijing Capital Engineering Company, meningkatnya perhatian internasional terhadap proyek-proyek bermasalah Tiongkok bisa memberi tekanan agar perusahaan Tiongkok meningkatkan standar mereka.

“Jika dunia menyoroti masalah ini, itu sebenarnya baik untuk rakyat Tiongkok sendiri. Perusahaan-perusahaan ini perlu mengevaluasi sistem manajemen mutu mereka. Jika tidak, mereka hanya akan merugikan diri sendiri,” kata Li.

Sebelum gempa, media Tiongkok sempat memberitakan pencapaian CREC 10 dalam proyek ini. Namun, setelah gedung runtuh, semua berita dan komentar terkait insiden ini langsung disensor.

Li menegaskan bahwa sensor ini sangat tidak wajar, karena di negara lain, insiden seperti ini pasti akan menjadi berita utama untuk meningkatkan kesadaran publik.

Hingga 30 Maret, operasi penyelamatan masih berlangsung. Laporan sementara mencatat 8 orang tewas, 12 orang berhasil diselamatkan, dan sekitar 30 orang masih tertimbun.

Jika bangunan ini sudah mulai digunakan sebagai kantor pemerintah, jumlah korban bisa jauh lebih besar. (hui/asr)

Laporan oleh Li Qian, Wawancara oleh Chang Chun, Editing oleh Gao Yu – New Tang Dynasty Television

FOKUS DUNIA

NEWS