Perang Tarif AS-Tiongkok Meningkat, Analis: Rezim Beijing Terkepung dari Segala Arah

EtIndonesia. Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Rabu (2/4/2025) mengumumkan penerapan tarif timbal balik terhadap seluruh dunia. Di antaranya, barang-barang impor dari Tiongkok dikenai tarif tambahan sebesar 34%. Lembaga otoritatif menyatakan bahwa putaran tarif baru dari AS ini akan berdampak lebih besar terhadap ekonomi Partai Komunis Tiongkok (PKT) dibandingkan perang dagang pada 2018–2019.”

“Ya, kemudian, Tiongkok (di bawah Partai Komunis Tiongkok) juga mengumumkan tarif balasan sebesar 34% terhadap seluruh produk impor buatan AS. Analis memperkirakan hal ini akan memicu eskalasi tarif dan sangat mungkin membuat Tiongkok menggali kuburnya sendiri,” ujar laporan Li Lan. 

Kebijakan tarif timbal balik Trump pada 2 April mengenakan tarif antara 10% hingga 49% terhadap semua barang impor ke AS. Skala dan cakupannya yang luas mengejutkan dunia.


“Ini berarti, melalui tarif baru ini, Presiden Trump mengirim pesan jelas kepada perusahaan dalam dan luar negeri: Era globalisasi telah berakhir. Dalam proses ini, negara-negara di dunia akan mencoba membentuk kembali hubungan mereka dengan AS. Negara yang mendekat ke AS akan mendapat pengurangan atau penghapusan tarif. Sedangkan negara yang melawan, akan mendapat pukulan lebih keras,” kata Qin Peng, komentator politik dan analis senior ekonomi-politik. 

Dalam putaran tarif baru ini, AS menaikkan tarif 34% terhadap produk Tiongkok, ditambah dengan 20% tarif sebelumnya, sehingga total tarif sejak Trump kembali ke Gedung Putih sudah  mencapai 54% terhadap barang Tiongkok.

Sebagai tanggapan, rezim PKT mengumumkan pada Kamis bahwa mulai 10 April, semua barang impor asal AS akan dikenai tambahan tarif 34% dari tarif yang berlaku saat ini. Selain itu, Kementerian Perdagangan PKT dan beberapa lembaga lain mengumumkan akan memasukkan 16 entitas AS ke dalam daftar kontrol ekspor, serta akan memberlakukan pembatasan ekspor terhadap tujuh jenis logam tanah jarang menengah hingga berat.


“AS telah menempatkan Tiongkok (PKT) sebagai pesaing utama masa depan, sebagai musuh potensial nomor satu. Karena itu, apapun yang dilakukan PKT, AS tidak akan melepaskannya. Inilah kondisi mental PKT saat ini. Maka, mereka ingin menunjukkan posisi mereka sekarang dan menyiapkan pijakan untuk negosiasi di masa depan,” kata Li Hengqing, ekonom dari Institut Riset Informasi dan Strategi Washington.

Kebijakan tarif timbal balik AS kali ini juga menargetkan negara-negara ketiga seperti Vietnam, yang diduga digunakan PKT untuk menghindari tarif melalui reekspor.


“Tekanan terhadap perusahaan-perusahaan Tiongkok sangat besar saat ini, karena banyak dari mereka berorientasi ekspor. Sekarang mereka tidak bisa bertahan lagi, menghadapi tekanan hidup yang luar biasa besar. Ini adalah ujian yang sangat berat,” tambah Li Hengqing. 

Beberapa lembaga pasar, termasuk Morgan Stanley dan Nomura, memperkirakan bahwa putaran tarif baru AS ini akan memberikan dampak terhadap ekonomi Tiongkok yang lebih besar dibandingkan perang dagang 2018–2019.


“PKT sebenarnya tidak punya banyak opsi. Strategi sirkulasi dalam negeri mereka tidak bisa berjalan karena mereka tidak bersedia melepaskan kepentingan sendiri. Artinya, PKT sekarang menghadapi tekanan dari empat arah: tarif, teknologi, keuangan, dan geopolitik. Jika mereka tidak segera menyesuaikan strategi terhadap AS, mereka akan menjadi pihak yang paling rugi dalam restrukturisasi ekonomi global ini,” Qin Peng menyimpulkan. 

Sumber : NTDTV.com

FOKUS DUNIA

NEWS