EtIndonesia. Sejak Tiongkok mencabut kebijakan nol-COVID pada akhir 2022, perbincangan mengenai jumlah penduduk negara raksasa ini telah menjadi topik panas yang kerap menimbulkan tanda tanya. Di tengah gejolak perubahan sosial dan ekonomi pasca-pandemi, sejumlah fenomena di ruang publik dan data yang tersebar menimbulkan misteri: apakah populasi Tiongkok yang resmi diklaim mencapai 1,4 miliar jiwa benar adanya?
Pemandangan Sunyi di Tengah Keramaian Kota
Pada Januari 2025, seorang pengguna internet mengungkapkan keheranannya saat berjalan di kawasan pejalan kaki Huaihai Road, Shanghai. Biasanya dikenal sebagai pusat kuliner dan aktivitas yang penuh semangat, kawasan tersebut tampak lengang saat musim belanja Tahun Baru Imlek. Malam yang seharusnya dipenuhi kerumunan kini nyaris sepi, bahkan restoran-restoran ternama juga terlihat minim pengunjung.
Dalam video yang diunggah di platform Douyin, situasi serupa terlihat di stasiun kereta bawah tanah pada pagi hari—jam sibuk yang biasanya dipenuhi penumpang, kini hanya menyisakan ruang kosong. Fenomena “tak ada orang” ini sempat memicu keprihatinan dan spekulasi mengenai pergerakan penduduk yang misterius.
Kekosongan di Pasar Properti dan Pergeseran Ekonomi
Tidak hanya di ruang publik, sektor properti di kota-kota besar seperti Shanghai, Beijing, Guangzhou, dan lainnya pun mulai menunjukkan tanda-tanda kekosongan. Pemilik toko yang dulunya selalu meramaikan kawasan pusat perbelanjaan kini harus menghadapi ruko kosong walaupun harga sewa telah diturunkan. Bahkan di kawasan strategis seperti Wanda Plaza di Anhui, banyak gerai penjual makanan dan usaha lainnya ditinggalkan, membawa pertanyaan mendasar: di mana perginya para penghuni?
Di sisi lain, para analis dan pengamat ekonomi mulai mengaitkan fenomena tersebut dengan data kependudukan. Menurut statistik resmi 2023, total penduduk Tiongkok tercatat mencapai 1,41 miliar jiwa, dengan sekitar 560 juta tinggal di kota besar dan sisanya di pedesaan dan kota kecil. Namun, ketimpangan antara keramaian di luar dan data resmi yang ada memunculkan dugaan adanya migrasi internal atau bahkan kesalahan dalam pencatatan penduduk.
Data yang Memicu Kontroversi
Sejumlah pendekatan telah dilakukan untuk memperkirakan jumlah penduduk Tiongkok secara lebih akurat. Beberapa poin penting yang mencuat antara lain:
- Analisis oleh Ahli Demografi:
Yi Fuxian, profesor tamu di University of Wisconsin, melakukan analisis mendalam atas data kependudukan periode 1991–2016. Menurutnya, pada tahun 2016 jumlah penduduk sebenarnya sekitar 1,28 miliar jiwa, berbeda lebih dari 100 juta dengan klaim resmi. - Kebocoran Data dan Peretasan:
Pada Juli 2022, sebuah insiden peretasan yang melibatkan basis data Biro Keamanan Publik Shanghai mengungkap angka penduduk sebesar 970 juta jiwa. Data yang kemudian beredar di dark web ini memicu pertanyaan serius, terutama bila dibandingkan dengan angka resmi yang jauh lebih tinggi. - Perhitungan Melalui Konsumsi Garam:
Sebelum pandemi, muncul pula perhitungan berdasarkan data produksi garam di Tiongkok. Dengan angka produksi garam konsumsi sekitar 6–7 juta ton dan analisis terhadap perilaku konsumsi, beberapa pihak menyimpulkan bahwa jumlah penduduk mungkin berada di kisaran 800–900 juta jiwa. Meskipun model ini masih kasar, pendekatan ini menarik perhatian karena memperhitungkan variabel yang fundamental dalam kehidupan sehari-hari.
Dampak Pandemi dan Gejala Sosial
Tak bisa dipungkiri, pandemi COVID-19 telah meninggalkan dampak besar terhadap berbagai aspek kehidupan di Tiongkok. Setelah pencabutan kebijakan nol-COVID, terjadi lonjakan jumlah jenazah yang secara tidak langsung turut mencoreng persepsi akan jumlah penduduk.
Kondisi ekstrem terlihat pada rumah duka dan krematorium di berbagai wilayah—dengan laporan menyebutkan antrean panjang, kerja krematorium 8–10 kali lipat dibandingkan masa sebelum pandemi, dan data kematian yang melonjak drastis pada periode puncak pandemi. Selain itu, penurunan produksi garam mentah yang tercatat sejak tahun 2020 hingga 2022 mendukung hipotesis bahwa terjadi penurunan permintaan domestik seiring menurunnya jumlah penduduk aktif.
Spekulasi dan Harapan akan Keterbukaan Data
Banyak pihak mulai mempertanyakan akurasi data kependudukan yang dipegang oleh Pemerintah Tiongkok. Di tengah berbagai laporan dan analisis dari sumber lokal serta internasional—termasuk pernyataan dari mantan Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, yang pada Maret 2023 menyatakan bahwa “Tiongkok hanya memiliki 900 juta penduduk”—muncul harapan agar pemerintah dapat melakukan transparansi lebih lanjut mengenai data kependudukan. Data semacam ini tidak hanya penting untuk perencanaan ekonomi, tetapi juga menjadi indikator utama kekuatan dan stabilitas sosial suatu negara.
Kesimpulan
Hingga saat ini, perbedaan antara angka resmi 1,4 miliar jiwa dan estimasi dari data lapangan serta analisis independen—yang berkisar antara 800 juta hingga 1,28 miliar jiwa—menandakan adanya misteri yang belum terpecahkan mengenai jumlah penduduk Tiongkok. Perdebatan ini didorong oleh kesenjangan antara tampaknya kehidupan kota yang sepi dan angka kependudukan yang besar, sekaligus adanya data bocor dan metode perkiraan yang beragam. Ke depan, transparansi serta verifikasi data melalui sensus nasional menjadi kunci untuk menjawab pertanyaan besar: Berapa sebenarnya jumlah penduduk Tiongkok?