Tiongkok Ditolak Akses Data! NIH AS Mendadak Tutup Akses Database Genetik Inti bagi Tiongkok, Rusia, dan Iran

EtIndonesia. Kantor Direktur National Institutes of Health (NIH) Amerika Serikat pada tanggal 2 April waktu setempat mengumumkan pembaruan kebijakan penting berjudul “Peningkatan Tindakan Keamanan untuk Akses Terkontrol NIH” di situs resminya. Dalam dokumen tersebut disebutkan bahwa mulai 4 April 2025, NIH akan menutup akses ke berbagai repositori data sensitifnya bagi institusi yang berbasis di negara-negara yang tergolong sebagai “negara yang menjadi perhatian”, termasuk Tiongkok, Rusia, dan Iran.

Database yang akan dibatasi mencakup dbGaP (platform database genotipe-fenotipe manusia), AnVIL (cloud platform untuk analisis data genom berskala besar), dan berbagai platform data penting lainnya. Selama ini, database tersebut telah menjadi fondasi penting untuk penelitian genom manusia, data fenotipe, dan berbagai studi penyakit. Para peneliti di seluruh dunia telah lama bergantung pada database ini dalam penelitian medis dan biologis.

Langkah pembatasan ini merupakan tindak lanjut dari aturan final yang telah diumumkan oleh Departemen Kehakiman AS, sebagai bagian dari implementasi Perintah Eksekutif No. 14117 yang dikeluarkan pada 28 Februari 2024. Perintah ini bertujuan untuk mencegah akses negara-negara tertentu terhadap data pribadi sensitif warga AS serta melarang transaksi data tertentu dengan individu atau entitas dari negara-negara tersebut. Aturan ini akan resmi berlaku mulai 8 April 2025.

Peneliti Tiongkok: Dampaknya Sangat Besar

Menanggapi keputusan mendadak AS ini, sejumlah pakar di Tiongkok yang bergerak di bidang genetika dan penelitian kanker menyatakan keprihatinan mereka. Mereka mengatakan bahwa database milik NIH sebelumnya dibuka secara gratis untuk semua peneliti global, dan telah mendorong kerja sama internasional di bidang-bidang medis mutakhir. Penutupan akses ini, menurut mereka, akan membawa dampak negatif terhadap kolaborasi global di bidang penelitian sains terdepan.

Seorang peneliti di bidang ilmu hayati mengatakan kepada First Financial Daily bahwa: “Ini berarti para peneliti di Tiongkok akan semakin sulit mendapatkan akses ke database global yang krusial. Hal ini pasti akan berdampak negatif pada perkembangan ilmu pengetahuan.”

Dia menambahkan, NIH adalah lembaga penelitian biomedis terbesar di dunia, dengan cakupan data yang sangat luas dan komprehensif.

Menurutnya, beberapa dokter klinis di Tiongkok sebenarnya sudah memprediksi kemungkinan adanya blokade semacam ini dari pihak AS sejak tiga hingga lima tahun yang lalu. Oleh karena itu, para pakar di bidang onkologi (penyakit tumor) sempat menyerukan pembentukan database nasional sendiri. Namun, upaya tersebut masih menghadapi tantangan besar, terutama dalam hal pendanaan dan manajemen.

“Saat ini, banyak data di dalam negeri masih sangat tersebar. Beberapa rumah sakit memiliki database biologi berskala kecil milik sendiri, namun belum ada mekanisme bersama. Sampai hari ini, Tiongkok juga belum memiliki platform database besar yang menyimpan contoh biologis penyakit seperti kanker,” ujarnya.

Sementara itu, seorang peneliti neurosains dari universitas di Amerika Serikat juga menyampaikan kekhawatirannya.

“Bagi proyek-proyek di Tiongkok yang masih ingin menggunakan database milik NIH di masa depan, terutama yang terkait dengan genetika manusia, kebijakan pembatasan baru dari AS ini jelas akan menimbulkan dampak nyata,” tuturnya. (jhn/yn)

FOKUS DUNIA

NEWS