EtIndonesia. Dalam perkembangan terkini yang mengguncang lanskap perdagangan internasional, Pemerintah Amerika Serikat mengambil langkah drastis dengan memberlakukan tarif impor yang tinggi terhadap barang-barang dari Tiongkok, yang segera diikuti oleh respons tegas dari sejumlah negara lain. Kebijakan yang diumumkan oleh Gedung Putih ini diperkirakan akan mengubah dinamika hubungan perdagangan global serta berdampak pada sektor industri dan konsumen di berbagai belahan dunia.
Langkah Berani dari Amerika Serikat
Pada tanggal 8 April 2025, Gedung Putih mengumumkan bahwa mulai pukul 00:01 waktu wilayah Timur Amerika pada tanggal 9 April 2025, tarif sebesar 104% akan dikenakan pada barang impor dari Tiongkok. Dalam penjelasan resmi yang disampaikan oleh perwakilan perdagangan AS, Jamieson Greer, ditegaskan bahwa setiap perjanjian perdagangan di masa depan harus dilengkapi dengan aturan ketat guna mencegah Partai Komunis Tiongkok (PKT) mengalihkan ekspor melalui negara ketiga. Pernyataan tegas ini menunjukkan bahwa Pemerintah Amerika sedang mengedepankan kepentingan rakyat dengan memastikan bahwa kebijakan perdagangan tidak disalahgunakan oleh pihak lain untuk menekan pasar dalam negeri.
Lebih lanjut, juru bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt, mengungkapkan bahwa meskipun presiden terbuka untuk dialog dan negosiasi apabila Tiongkok mau duduk bersama di meja perundingan, kepentingan rakyat Amerika tetap menjadi prioritas utama. Di balik sikap terbuka tersebut, terlihat pula tekad bahwa Amerika harus mampu menghasilkan barang-barang vital bagi kebutuhan domestik sekaligus bersaing di pasar global.
Peringatan dan Tanggapan Langkah Sebelumnya
Langkah ini tidak terlepas dari peringatan yang pernah disampaikan Presiden Trump pada tanggal 7 April 2025. Saat itu, Trump memperingatkan bahwa jika PKT tidak mencabut tarif pembalasan yang dikenakannya terhadap Amerika, maka mulai tanggal 9 April 2025, tarif tambahan sebesar 50% akan diberlakukan.
Menanggapi pernyataan tersebut, Kementerian Perdagangan Tiongkok mengeluarkan sikap tegas dengan menyatakan bahwa jika Amerika bersikukuh, pihak Tiongkok akan menanggapi hingga tuntas.
Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, dalam wawancaranya dengan CNBC, menyebut langkah PKT menaikkan tarif sebagai “kesalahan besar.” Dia menambahkan bahwa karena nilai ekspor AS ke Tiongkok hanya seperlima dari nilai ekspor Tiongkok ke Amerika, langkah tersebut merupakan “kartu yang pasti kalah” bagi Tiongkok.
Greer juga menyoroti bahwa PKT tampaknya tidak menunjukkan keinginan untuk menerapkan prinsip timbal balik yang telah dilakukan oleh negara lain, seiring dengan semakin cepatnya langkah pembalasan oleh berbagai pihak.
Respons Negara-negara di Asia dan Eropa
Tak hanya Amerika dan Tiongkok, negara-negara lain di Asia maupun Eropa juga mulai menyesuaikan kebijakan mereka sebagai respons terhadap ketegangan tarif yang semakin meningkat:
Asia:
Media di Tiongkok mengabarkan bahwa Vietnam telah memberlakukan bea anti-dumping antara 24,83% hingga 27,83% terhadap gulungan baja dingin yang diproduksi di Tiongkok. Tak lama kemudian, Korea Selatan mengumumkan pemberlakuan tarif khusus sebesar 38% pada pelat baja tebal yang digunakan dalam pembuatan kapal dan konstruksi, yang menargetkan produk unggulan ekspor dari Tiongkok.
Menurut pernyataan dari Scott Bessent kepada Fox News, bagi negara-negara yang belum mengambil tindakan pembalasan, tarif yang telah diberlakukan tidak akan ditingkatkan lagi. Harapan negosiasi yang konstruktif juga diungkapkan, meskipun hasilnya tetap bergantung pada sikap masing-masing negara terkait.
Eropa:
Di sisi Eropa, tekanan turut terasa ketika Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, dalam pembicaraan dengan Perdana Menteri Tiongkok, Li Qiang, menekankan perlunya negosiasi untuk menyelesaikan situasi agar tidak semakin meruncing. Namun, Li Qiang menanggapi dengan menyatakan bahwa tarif Amerika merupakan bentuk penindasan ekonomi dan membela tindakan pembalasan oleh PKT.
Ada pula kekhawatiran bahwa setelah Amerika menaikkan tarif, Tiongkok akan mendumpiskan barang-barang murah ke pasar Eropa. Untuk itu, Ursula von der Leyen menyerukan perlunya solusi struktural agar hubungan perdagangan bilateral dapat diimbangi, termasuk memudahkan akses perusahaan, produk, dan layanan Eropa ke pasar Tiongkok.
Di waktu yang sama, Komisi Eropa menyatakan kesiapan untuk berunding dengan pemerintahan Trump mengenai kemungkinan pembelian lebih banyak gas alam cair (LNG) dari AS.
Sebelumnya, pada tanggal 7 April, Presiden Trump menyatakan bahwa Eropa harus membeli sekitar 350 miliar dolar AS dalam bentuk LNG untuk mengimbangi defisit perdagangan, dengan harapan bahwa peningkatan pembelian energi dari AS dapat segera mereduksi defisit tersebut. Juru bicara Komisi Eropa, Paula Pinho, mengkonfirmasi bahwa setengah dari gas alam cair yang digunakan Eropa sudah berasal dari AS dan menegaskan kesiapan mereka untuk bekerja sama lebih lanjut.
Analisis dan Dampak Politik
Seorang analis terkemuka dari Amerika, Fang Wei, menjelaskan bahwa sikap PKT dalam menentang kebijakan Amerika bukan semata karena kegagalannya memimpin dalam perdagangan global, melainkan juga karena PKT telah mendapatkan stigma sebagai “penjahat” yang patut diwaspadai di kancah internasional. Ironisnya, di tengah maraknya semangat nasionalisme di dalam negeri Tiongkok, situasi tersebut justru menciptakan kondisi di mana munculnya kelompok yang saling mendesak: ada yang ingin PKT ‘menghancurkan dirinya sendiri’ dan ada pula yang hanya mencari sensasi dari dinamika konflik ini. Sebagai respons, PKT sendiri mulai memberlakukan tarif dan sanksi terhadap perusahaan serta produk Amerika, termasuk di sektor pertanian, dalam upaya mempertahankan posisi tawar mereka.
Sementara ketegangan terus meningkat di kancah global, respons tegas juga datang dari belahan utara, yakni Kanada. Pada tanggal 8 April, Perdana Menteri Kanada, Mark Carney, melalui Twitter mengumumkan bahwa pada pukul 00:01 waktu Timur, negara tersebut akan mulai menerapkan tarif sebesar 25% terhadap kendaraan asal Amerika yang tidak memenuhi ketentuan dalam perjanjian AS-Meksiko-Kanada. Komponen kendaraan yang meskipun sesuai dengan perjanjian namun tidak diproduksi di Meksiko atau Kanada, juga akan dikenai tarif serupa. Kebijakan ini merupakan respons langsung atas kebijakan tarif yang telah dicetuskan oleh Presiden Trump dan mengindikasikan bahwa sengketa perdagangan antara Amerika dan sekutunya juga tengah mencapai titik kritis.
Pertanyaan dan Harapan di Tengah Ketegangan
Menghadapi deretan kebijakan tarif dan langkah pembalasan yang diluncurkan oleh berbagai negara, banyak pihak mulai mempertanyakan langkah selanjutnya. Di antara keraguan yang muncul, salah satunya adalah pertanyaan mengenai apakah Presiden Trump akan menanggapi langkah Kanada dengan menaikkan tarif lebih lanjut. Isu ini pun menjadi bahan perbincangan hangat di kalangan netizen dan pengamat politik, serta memperlihatkan betapa kompleksnya jaringan kepentingan dan dinamika negosiasi dalam perdagangan global.