Pelabuhan di Tiongkok Dipenuhi Kontainer, Warganet : “Makan Kulit Pohon” Akibat Krisis Ekspor

EtIndonesia. Pemberlakuan tarif impor tambahan sebesar 145% oleh Amerika Serikat terhadap barang-barang asal Tiongkok resmi berlaku pekan ini, memicu guncangan hebat dalam rantai ekspor Tiongkok ke AS. Dua provinsi utama pengekspor—Zhejiang dan Guangdong—mengalami kelumpuhan di sektor manufaktur ekspor. Gudang-gudang penuh sesak dengan barang yang seharusnya dikirim ke luar negeri namun kini tertahan. Di kalangan masyarakat, suasana pesimis menyebar luas—bahkan warganet mulai menyindir kondisi dengan membagikan “cara makan kulit pohon”.

Kontainer Menumpuk di Pelabuhan Guangdong dan Shanghai

Seorang eksportir asal Guangdong, bermarga Qian, yang tengah melakukan perjalanan bisnis di Shanghai pada 11 April, menceritakan kepada Radio Free Asia pengalaman nyata yang dia saksikan.

Qian mengatakan: “Teman saya mengajak saya makan di sebuah restoran di jalan yang sangat ramai di Shanghai. Ada lebih dari sepuluh pelayan, tetapi hanya kami berdua yang makan di sana. Ketika saya tanya kenapa, teman saya bilang biasanya restoran ini penuh di lantai atas dan bawah. Tapi kemarin, lantai atas ditutup dan hanya kami berdua yang ada di bawah.”

Menurut laporan media seperti Caixin, sejak kebijakan tarif balasan diberlakukan, banyak pengiriman laut dan udara ke AS dibatalkan. Para eksportir menghentikan pengiriman, dan suasana sibuk di pelabuhan Shanghai berubah drastis hanya dalam hitungan hari.

Qian juga menyebut bahwa Pelabuhan Yantian di Guangdong menghadapi kondisi serupa—kontainer menumpuk tinggi, dan sangat sedikit kapal yang berlayar keluar

Dia menyatakan dengan nada prihatin:“Shanghai pernah berkembang lebih dari seratus tahun sejak 1843 hingga 1949, bahkan perang tidak bisa menghentikannya. Tapi setelah 1949, nadi ekonominya dicekik. Sekarang, seluruh Tiongkok menghadapi masalah sistemik. Ditambah lagi dengan perang dagang—kami benar-benar kehabisan jalan.”

Transportasi Udara dan Pemesanan Kapal ke AS Turun Drastis

Pasar kargo udara juga terdampak berat. Seorang agen kargo dari Tiongkok selatan mengatakan kepada Caixin bahwa volume pengiriman barang ke AS minggu depan akan turun 90%, dan maskapai utama telah memangkas banyak jadwal penerbangan kargo. Tarif yang melonjak mendadak membuat eksportir dan pembeli harus merundingkan ulang pembagian biaya, yang menyebabkan banyak barang tidak bisa dikirim tepat waktu.

Menurut laporan Ming Pao, para pelaku logistik yang melayani jalur laut dari berbagai pelabuhan di utara dan selatan Tiongkok ke AS mengungkapkan bahwa pemesanan kapal kontainer turun lebih dari separuh sejak 10 April. Beberapa barang bahkan diprediksi akan dikembalikan karena pembeli membatalkan pesanan.

Biaya Tinggi, Pasar Runtuh: UMKM Tercekik

Wang Xin, Ketua Asosiasi E-commerce Lintas Negara Shenzhen, menyebut bahwa ini adalah guncangan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

“Tarif tinggi akan mengubah seluruh struktur biaya, memperpanjang waktu bea cukai, dan menaikkan biaya logistik. Bagi penjual asal Tiongkok, bertahan di pasar AS akan sangat sulit,” katanya.

Dia menambahkan bahwa usaha kecil dan menengah akan paling terdampak, dan angka pengangguran di dalam negeri bisa melonjak tajam.

David Feng, pelaku bisnis Amazon di Shenzhen, menyatakan bahwa dia telah menaikkan harga jual sebesar 30%, mengurangi jumlah produk yang dijual, serta mengalihkan fokus pasar ke luar Amerika Serikat.

Sementara itu, produsen mainan dan pernak-pernik dari Shantou, Guangdong, mengatakan bahwa tahun ini mereka tidak menerima satu pun pesanan dari AS.

Di tengah tekanan ekonomi yang meningkat, suasana hati masyarakat semakin suram. Di media sosial, warganet mulai membagikan “tips bertahan hidup” secara satir—termasuk cara memakan kulit pohon, lengkap dengan instruksi seperti mengeringkan, menumbuk menjadi bubuk, menyaring, dan mengukusnya untuk dimakan.

Seorang blogger menulis: “Tahun 2025 sangat sulit, dan kami tidak menyangka akan sesulit ini.”

Seorang warganet dari Jiangsu, bermarga Hong, mengatakan kepada Radio Free Asia bahwa pesimisme sosial tengah menyebar cepat, bahkan di kalangan lansia berusia 80-an hingga kaum muda.

Seorang warga dari Qingdao, Shandong, bermarga Zhang, juga menyatakan bahwa seluruh sektor usaha kini berada dalam tekanan berat, terutama provinsi seperti Guangdong dan Zhejiang yang paling terpukul oleh perang tarif.

“Zhejiang banyak mengekspor produk industri ringan ke negara-negara Barat. Shandong berfokus pada industri berat seperti mesin perkakas, tapi itu pun sekarang hanya bisa diekspor ke negara-negara miskin di Afrika—negara maju tidak mau beli. Di luar negeri, kalau ekonomi gagal, presidennya mungkin hanya dimakzulkan. Tapi di sini, kalau gagal, bisa-bisa seluruh sistem runtuh,” katanya. (jhn/yn)

FOKUS DUNIA

NEWS