Tiongkok Akui dalam Rapat Rahasia: Dalang di Balik Serangan Siber ke Infrastruktur Kritis AS

EtIndonesia. Selama bertahun-tahun, peretas yang didukung oleh Partai Komunis Tiongkok (PKT) telah melancarkan serangan terhadap infrastruktur penting Amerika Serikat. Namun selama ini, pemerintah Beijing selalu membantah keterlibatan mereka dan bahkan membalikkan tuduhan, menyalahkan Amerika karena menyebarkan fitnah.

Namun, pada 10 April, harian The Wall Street Journal melaporkan secara eksklusif bahwa dalam sebuah pertemuan rahasia pada Desember 2024 di Jenewa, pejabat tinggi Tiongkok secara mengejutkan mengakui bahwa merekalah dalang di balik serangkaian serangan siber terhadap infrastruktur penting Amerika.

Pengakuan ini mengejutkan para pejabat AS yang hadir dalam pertemuan tersebut. Selama ini mereka terbiasa mendengar Tiongkok menyalahkan kelompok kriminal sebagai pelaku serangan siber, atau menuduh Amerika “berlebihan” dalam menyikapi insiden-insiden tersebut.

Mengutip keterangan dari sumber yang mengetahui isi pertemuan itu, WSJ menjelaskan bahwa pihak Tiongkok mengaitkan serangan siber ke pelabuhan, fasilitas air, bandara, dan target strategis lainnya di AS dengan dukungan Washington terhadap Taiwan, sebagai bentuk peringatan dari Beijing atas kebijakan AS terhadap isu Taiwan.

Pertemuan ini sendiri sebelumnya tidak pernah dilaporkan oleh media, dan dipimpin oleh Nate Fick, yang saat itu menjabat sebagai Utusan Khusus AS untuk Ruang Siber dan Kebijakan Digital. Bahkan, tim transisi pemerintahan Trump juga telah menerima briefing khusus mengenai isi pertemuan tersebut.

Menurut WSJ, setelah pertemuan rahasia tersebut, hubungan antara Washington dan Beijing memburuk ke titik nadir. Selain ketegangan dalam perang dagang, pemerintahan Trump disebut telah mempersiapkan langkah-langkah siber ofensif terhadap Tiongkok, sementara Beijing terus melakukan infiltrasi ke dalam sistem telekomunikasi Amerika.

Kematian Mendadak Ilmuwan Tiongkok Picu Kecurigaan — Pakar Optoelektronik Meninggal di Usia 41 Tahun

Dalam beberapa tahun terakhir, meningkatnya kasus kematian mendadak ilmuwan muda di Tiongkok menimbulkan keprihatinan dan berbagai spekulasi. Terbaru, pada 9 April, media daratan melaporkan bahwa Li Haibo, seorang pakar nanoteknologi dan bahan optoelektronik sekaligus profesor di Universitas Ningxia, meninggal dunia secara tiba-tiba pada 8 April di usia 41 tahun. Penyebab kematian belum diumumkan secara resmi.

Menurut laporan South China Morning Post (SCMP), Li Haibo merupakan penerima penghargaan dalam program elit “100 Talenta Luar Negeri” yang diluncurkan Provinsi Ningxia tahun 2016. Ia juga tercatat dalam daftar 2% ilmuwan paling berpengaruh di dunia versi Universitas Stanford tahun 2023.

Kabar meninggalnya Li kembali mengangkat kekhawatiran publik terkait fenomena kematian mendadak para peneliti di usia produktif di Tiongkok. 

Berdasarkan laporan media lokal, hanya dalam tahun ini saja, sudah terjadi beberapa kasus kematian mendadak di kalangan peneliti. Salah satu yang paling disorot adalah meninggalnya Liu Yongfeng, pakar material terkenal dan profesor di Universitas Zhejiang, yang wafat mendadak pada awal Maret di usia 48 tahun.

Sebagian warganet Tiongkok menghubungkan fenomena ini dengan tren beberapa tahun terakhir, di mana sejumlah ilmuwan top Tiongkok yang bekerja di bidang sensitif wafat secara mendadak dalam usia relatif muda. 

SCMP mencatat bahwa sejak beberapa tahun terakhir, telah ada sedikitnya delapan kematian yang dilaporkan secara resmi di kalangan pakar dari bidang drone, kecerdasan buatan (AI), pertahanan, semikonduktor, hingga teknologi antariksa, dengan banyak dari mereka terlibat dalam proyek-proyek strategis terkait keamanan nasional dan pengembangan teknologi tinggi. (jhon)

Sumber : NTDTV.com

FOKUS DUNIA

NEWS