Asupan MSG yang berlebihan bisa memicu serangan migrain, menurut para ahli. Pelajari cara meminimalkan paparan
Zena le Roux
“Migrain adalah gangguan neurologis yang disebabkan oleh peradangan saraf,” kata Dr. Fred Cohen, asisten profesor bidang kedokteran dan neurologi di Icahn School of Medicine di Mount Sinai. Pemicu migrain berbeda-beda pada setiap orang—beberapa dipicu oleh faktor eksternal—dan meski ada pola umum, setiap serangan migrain unik, tambahnya.
Ia mengisahkan seorang pasien yang mencatat riwayat sakit kepala dengan teliti. Migrainnya selalu muncul di pagi hari. Penasaran, Dr. Cohen bertanya apa sarapannya. “Telur,” jawab pasien. “Telur?” pikirnya. “Apakah telur bisa jadi pemicu?” Ia tak pernah menemui pemicunya telur itu lagi—namun bagi pasien itu, memang demikian. “Ragam pemicu bisa sangat individual,” ujarnya.
Salah satu pemicu potensial bagi sebagian orang adalah monosodium glutamat (MSG). Kekhawatiran soal efek buruk MSG pertama kali muncul dalam surat kontroversial ke New England Journal of Medicine tahun 1968. Sejak itu, penelitian klinis tentang kaitan MSG dan migrain menghasilkan temuan campuran. Namun, spesialis tetap mengakui MSG mungkin tidak ditoleransi semua orang.
Kaitan Antara MSG dan Migrain
MSG, penyedap rasa umum dalam sup, camilan, dan makanan siap saji, telah lama dicurigai memicu migrain bagi sebagian orang. Inti masalahnya adalah glutamat—sebuah asam amino yang diproduksi tubuh secara alami.
“Glutamat pada dasarnya adalah bahan bakar neuron,” jelas Dr. Cohen. Otak menggunakan glutamat dalam jumlah besar, dan saat dikonsumsi, ia dapat mengaktifkan banyak jalur saraf. Aktivasi ini penting bagi penderita migrain karena semua jenis reseptor glutamat terdapat di batang otak dan sumsum tulang belakang—wilayah kunci dalam pemrosesan nyeri migrain. Studi menunjukkan orang yang menderita migrain cenderung memiliki kadar glutamat lebih tinggi dalam darah dibanding orang tanpa migrain atau dengan jenis sakit kepala lain. Saat serangan migrain, kadar glutamat meningkat lebih tinggi lagi.
MSG dapat memicu migrain dengan merangsang berlebihan wilayah otak yang sensitif terhadap glutamat, membuat saraf kepala lebih mudah bereaksi terhadap nyeri. Bahkan pada orang tanpa migrain, MSG terkait dengan gejala seperti sakit kepala, tekanan wajah, dan mual. Namun kebanyakan orang mentolerir MSG tanpa masalah.
“Semuanya kembali pada individu,” kata Wesley McWhorter, ahli diet terdaftar dengan gelar doktor kesehatan masyarakat. Penting melihat MSG dalam konteks pola makan dan sensitivitas pribadi seseorang.
Di Mana MSG Tersembunyi
Saat memikirkan MSG, banyak orang membayangkan makanan takeaway, keripik, atau makanan olahan—dan mereka benar. MSG banyak digunakan sebagai penyedap dalam makanan olahan dan restoran, terutama hidangan gurih. Tetapi lebih dari sekadar tambahan, MSG—alias glutamat—juga muncul secara alami dalam banyak bahan sehari-hari.
Asam amino ini terkandung dalam tomat, keju Parmesan dan cheddar, ikan teri, sarden, rumput laut, dan kombu, menurut Dr. Cohen. “Ambang toleransi setiap orang berbeda. Sebagian mungkin tak masalah dengan sumber alami seperti keju atau tomat, sementara makanan olahan dengan konsentrasi lebih tinggi berisiko lebih besar,” ujarnya.
Strategi Mengurangi Risiko
Walau tidak ada makanan khusus yang menetralkan efek MSG, mengonsumsinya sebagai bagian dari makanan seimbang—terutama dengan karbohidrat seperti nasi atau kentang—dapat membantu mengurangi potensi efek samping.
Beberapa strategi umum untuk menurunkan risiko migrain:
- Jangan lupa minum air yang cukup, karena dehidrasi mudah memicu migrain.
- Jangan melewatkan waktu makan, karena pola makan tak teratur dapat menurunkan gula darah dan meningkatkan sensitivitas terhadap zat tambahan.
- Konsumsi makanan kaya magnesium, seperti sayuran hijau, kacang-kacangan, biji-bijian, dan gandum utuh, yang dalam beberapa penelitian dikaitkan dengan penurunan frekuensi migrain.
- Hindari “menumpuk” pemicu: mengombinasikan MSG dengan pemicu lainnya—seperti alkohol, keju tua, atau kurang tidur—dapat meningkatkan kemungkinan migrain.
“Perhatikan faktor risiko kumulatif,” saran McWhorter.
Coba Diet Eliminasi Terarah
Jika Anda curiga MSG ikut memicu migrain, diet eliminasi jangka pendek dapat membantu, kata Dr. Cohen. Cara melakukannya:
- Hilangkan MSG sepenuhnya selama dua minggu.
- Baca label bahan dengan teliti untuk menghindari sumber tersembunyi.
- Catat gejala, termasuk frekuensi, keparahan, dan waktu serangan migrain.
- Setelah dua minggu, kembalikan MSG dan perhatikan perubahan atau reaksi.
“Kunci keberhasilan diet eliminasi adalah konsistensi,” ujarnya. Jika setelah dua minggu Anda tak melihat perbedaan, Anda bisa menyingkirkan MSG sebagai pemicu. Dr. Ahmed menekankan pentingnya memastikan benar-benar bebas MSG selama fase ini, karena banyak makanan dan tambahan mengandung MSG tanpa disadari.
Cara Menambah Rasa Tanpa MSG
Bila Anda menemukan MSG memicu migrain, Anda tak perlu menyerah pada makanan hambar. “Banyak cara alami untuk menciptakan rasa gurih mendalam tanpa MSG,” kata Dr. Ahmed. Beberapa bahan bernuansa umami (rasa gurih kaya) yang bisa dipakai:
- Jamur shiitake
- Keju tua seperti Parmesan—jika ditoleransi
- Tomat kering matahari
- Bawang putih dan bawang merah
- Rempah segar atau campuran bumbu (bubuk bawang putih, jintan, smoked paprika, kunyit)
- Bawang karamel atau jamur panggang
- Sedikit asam dari perasan lemon atau cuka untuk menambah semangat rasa
“Inti pesannya, MSG tidak berbahaya secara inheren,” kata McWhorter. “Ia menambah banyak rasa pada makanan. Namun bagi penderita migrain, personalisasi adalah segalanya.”
“Setiap orang dengan migrain memiliki profil neurologis kompleks, dan tidak ada satu solusi yang cocok untuk semua,” pungkas Dr. Cohen.