Trump Bersikeras Ingin Bicara Langsung dengan Xi Jinping, Beijing Khawatir Kehilangan Posisi Tawar

EtIndonesia. Dalam konteks perang dagang AS-Tiongkok, Presiden AS, Donald Trump menolak penggunaan jalur diplomatik informal untuk menjembatani perbedaan antara Gedung Putih dan Beijing. Pemerintah Tiongkok khawatir bahwa jika Xi Jinping harus berhadapan langsung dengan Trump, hal itu bisa menyebabkan hilangnya keunggulan posisi mereka dalam negosiasi, atau bahkan menimbulkan risiko penghinaan. Situasi ini menyebabkan proses kesepakatan perdagangan kedua negara terhambat.

Trump Bersikeras Hanya Mau Bicara Langsung dengan Xi

Menurut laporan media politik Amerika Politico, sikap keras Trump yang menginginkan pertemuan tatap muka langsung dengan Xi Jinping dianggap sebagai penghalang utama bagi upaya diplomasi lain untuk meredakan eskalasi perang dagang.

Dua mantan pejabat tinggi Departemen Luar Negeri AS dan satu pejabat industri mengungkapkan bahwa Trump tidak akan mengizinkan staf Gedung Putih untuk bernegosiasi dengan pejabat Tiongkok atas namanya. Karena isu ini sangat sensitif dan masih berlangsung, ketiga narasumber tersebut meminta agar identitasnya dirahasiakan.

Selain itu, hingga kini Senat AS belum mengonfirmasi duta besar AS untuk Tiongkok, dan Trump belum menunjuk siapa pun untuk memimpin pembicaraan dengan Beijing. Bahkan, Gedung Putih pun belum melakukan kontak resmi dengan Kedutaan Besar Tiongkok di Washington.

Minimnya komunikasi langsung ini menyebabkan negosiasi substansial antara kedua negara mandek, yang pada akhirnya mengancam kemungkinan tercapainya solusi dalam waktu dekat atas konflik tarif yang berlangsung.

“Trump Tidak Percaya pada Jalur Rahasia”

Ryan Hass, mantan Direktur Urusan Tiongkok, Taiwan, dan Mongolia di Dewan Keamanan Nasional era Presiden Obama, menyatakan:“Jalur komunikasi rahasia tidak bekerja karena Trump memang tidak ingin itu bekerja. Dia ingin negosiasi langsung, seperti yang dia lakukan dengan Presiden Putin.”


“Menurut saya, Trump enggan menyampaikan pandangannya melalui perantara,” tambahnya.

Trump telah beberapa kali menyatakan minatnya untuk berbicara langsung dengan Xi guna meredakan ketegangan. Namun, Xi tampaknya enggan menerima tawaran tersebut. Sebaliknya, fokus Beijing dalam beberapa waktu terakhir justru lebih banyak diarahkan ke negara-negara Asia Tenggara dalam rangka memperkuat hubungan regional dan menentang kebijakan tarif AS.

Juru Bicara Gedung Putih Karoline Leavitt mengatakan:“Presiden Trump sudah dengan jelas menyampaikan bahwa sekarang bola ada di pihak Tiongkok.”

Diplomasi Jalur Belakang yang Dibatasi

Sebenarnya, dialog antarpemimpin bukanlah satu-satunya cara untuk mencapai kesepakatan. Utusan tidak resmi yang dipercaya oleh kedua belah pihak bisa membantu membuka jalan menuju perundingan formal. Status informal memungkinkan fleksibilitas dalam pendekatan negosiasi, yang sangat berguna sebelum para pejabat tinggi bertatap muka.

Wendy Cutler, mantan negosiator perdagangan senior AS, menyatakan bahwa masih ada berbagai jalur komunikasi diam-diam, termasuk dari kalangan bisnis dan mantan pejabat di Washington maupun Beijing.

Gedung Putih menyebut bahwa kontak antara pejabat AS dan Tiongkok tetap berlangsung, namun tidak merinci apakah diplomasi rahasia menjadi bagian dari strategi mereka.

Brian Hughes, juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS, mengatakan:“Tidak benar jika dikatakan bahwa Gedung Putih sengaja membungkam pembicaraan tersebut. Pemerintah AS tetap menjalin kontak aktif dengan pejabat tinggi Beijing seperti yang dikatakan Presiden Trump: Washington tetap terbuka untuk berdialog.”

Namun, bagi Beijing, pertemuan langsung bisa menjadi pertaruhan besar. Mereka khawatir jika Xi harus menghadapi Trump dalam forum terbuka, dia bisa berada dalam posisi yang merugikan, bahkan mempermalukan dirinya secara diplomatik.

Ryan Hass kembali menambahkan:“Birokrasi di Beijing tidak akan membiarkan pemimpin mereka tampil dalam situasi yang tak terduga atau memalukan. Mereka sangat waspada terhadap risiko diplomatik pasca insiden antara Trump dan Presiden Ukraina Zelensky.”

Beijing Lebih Suka Negosiasi Tidak Langsung

Menurut laporan Bloomberg, Tiongkok berharap AS bisa mengutus seorang “penghubung” untuk memulai kembali perundingan dagang. Pada 16 April lalu, Beijing menunjuk Li Chenggang, mantan Asisten Menteri Perdagangan, sebagai Wakil Menteri sekaligus Perwakilan Perdagangan Internasional yang baru. Langkah ini dinilai sebagai sinyal bahwa Beijing sedang menunggu Trump mengutus perwakilannya sendiri.

Daniel Russel, mantan Asisten Menlu AS, menilai:“Ketiadaan saluran komunikasi resmi yang andal adalah alasan utama kenapa permintaan Trump untuk berbicara dengan Xi belum terwujud.”

Upaya Informal yang Tak Membuahkan Hasil

John Thornton, mantan Presiden Goldman Sachs dan kini menjabat sebagai Ketua Eksekutif Barrick Gold, dilaporkan telah mencoba menjalin komunikasi informal dengan pejabat tinggi Tiongkok seperti Menlu Wang Yi. Namun menurut sumber, Gedung Putih tidak menunjukkan minat terhadap usulan tersebut. Thornton sendiri menolak memberi komentar.

Stephen Orlins, Ketua Komite Nasional Hubungan AS-Tiongkok dan anggota delegasi bisnis yang baru-baru ini bertemu Xi, menyatakan kesiapannya:“Kalau Gedung Putih menghubungi saya, saya akan dengan senang hati membantu.”

Sementara itu, Senator AS Steve Daines diketahui bertemu dengan Perdana Menteri Li Qiang di Beijing bulan lalu. Namun, belum jelas apakah pertemuan ini mewakili Trump atau tidak. Pertemuan itu lebih berfokus pada isu fentanil dan bukan isu dagang.

Pada Februari lalu, Gedung Putih juga mengabaikan pendekatan dari Cui Tiankai, mantan Duta Besar Tiongkok untuk AS yang mencoba menjadi penghubung tidak resmi. 

Salah satu narasumber menyebutkan:“Cui Tiankai mencoba mencari mitra dialog, tapi tak ada yang menanggapi baik di New York maupun Washington.”

Trump bahkan membatasi akses sejumlah anggota parlemen AS untuk berbicara tentang isu dagang dengan Tiongkok. Menurut dua staf Kongres, beberapa anggota legislatif yang dikenal bersikap keras terhadap Tiongkok mencoba menemui Trump tapi ditolak.

Daniel Russel menegaskan: “Saya baru saja dari Beijing, dan orang-orang di sana sangat ingin ada saluran komunikasi resmi. Mereka tidak mempercayai siapa pun yang mengaku mewakili Trump tanpa otoritas formal.”

Perang Dagang Bisa Jadi Titik Awal Baru

Kendati komunikasi buntu dan negosiasi terhambat, para pengamat percaya bahwa kerugian ekonomi yang timbul dari perang dagang ini mungkin akan memaksa kedua pihak untuk kembali duduk di meja perundingan.(jhn/yn)

FOKUS DUNIA

NEWS