oleh John A. Deller
Dua puluh enam tahun lalu, pada 25 April 1999, lebih dari 10.000 praktisi Falun Gong yang damai berkumpul di luar kantor pengaduan Dewan Negara di kompleks Zhongnanhai, Beijing, untuk mengajukan permohonan atas hak mereka dalam mempraktikkan Falun Gong di Tiongkok. Sejak para mahasiswa berkumpul di Lapangan Tiananmen pada Juni 1989, belum pernah lagi begitu banyak warga Tiongkok berkumpul di tempat umum untuk mengajukan permohonan kepada pihak berwenang.
Falun Gong, juga dikenal sebagai Falun Dafa, adalah sebuah latihan spiritual dalam tradisi Buddhis yang berlandaskan prinsip universal Sejati, Baik, Sabar (zhen, shan, ren dalam bahasa Tionghoa). Latihan ini diperkenalkan kepada publik oleh Master Li Hongzhi pada Mei 1992 dan dengan cepat menjadi qigong yang paling populer di Tiongkok. Pada tahun 1998, Komisi Olahraga Nasional menemukan bahwa lebih dari 70 juta orang telah mempraktikkan Falun Gong.
Zhongnanhai
Zhongnanhai adalah sebuah kompleks di Beijing, bekas taman kekaisaran di sebelah barat Kota Terlarang, yang menjadi kantor Dewan Negara serta kantor dan kediaman para pemimpin Partai Komunis Tiongkok (PKT). Dewan Negara mengawasi pemerintahan provinsi di seluruh Tiongkok dan memiliki kantor pengaduan untuk menerima petisi dari warga negara yang merasa diperlakukan tidak adil.
Apa yang Terjadi pada 25 April 1999?
Peristiwa 25 April 1999 mengalami perkembangan perlahan. Meskipun Falun Gong membawa peningkatan kesehatan dan moralitas bagi rakyat Tiongkok, kalangan garis keras PKT, seperti pemimpin saat itu Jiang Zemin, melihatnya sebagai kebangkitan budaya tradisional yang harus dihancurkan melalui kampanye mirip Revolusi Kebudayaan.
Pada tahun 1996, otoritas keamanan publik mulai mengganggu kegiatan meditasi Falun Gong, dan media milik negara menerbitkan artikel-artikel yang menyerang praktik ini. Sepanjang tahun 1997 dan 1998, terjadi berbagai insiden di mana para praktisi Falun Gong diperlakukan secara tidak adil di seluruh Tiongkok.
Pada awal April 1999, praktisi Falun Gong di Tianjin pergi ke sebuah agensi berita milik negara untuk meminta koreksi atas ketidakakuratan dalam artikelnya mengenai Falun Gong. Namun, Biro Keamanan Publik Tianjin menggunakan polisi antihuru-hara untuk memukuli dan menangkap lebih dari 40 orang. Polisi lokal memberitahukan kepada para praktisi untuk pergi ke Beijing guna menyelesaikan masalah ini.
Ketika praktisi lain mendengar hal ini, banyak dari mereka pergi ke kantor pengaduan Dewan Negara pada 25 April tahun itu, dengan harapan memastikan lingkungan yang damai dan aman untuk mempraktikkan Falun Gong. Kantor ini terletak di Jalan Fuyou, di sisi barat Zhongnanhai. Namun, pasukan keamanan lokal mengarahkan para praktisi untuk berkumpul di trotoar dua jalan di sebelah Zhongnanhai, sehingga tampak seolah-olah mereka sengaja mengepung kompleks kepemimpinan PKT.
Tak lama kemudian, lebih dari 10.000 orang berkumpul—beberapa berdiri diam, yang lain duduk. Mereka berhati-hati untuk tidak menghalangi aktivitas jalanan atau trotoar, tidak meneriakkan slogan atau bersuara keras, dan sangat tertib. Dalam konteks respons historis rezim komunis terhadap perbedaan pendapat dan potensi konsekuensinya, pertemuan massal ini adalah tindakan berani sekaligus perwujudan kebaikan dan kesabaran.
Zhu Rongji, saat itu Perdana Menteri Tiongkok, keluar bersama beberapa staf untuk berbicara dengan para praktisi dan memanggil tiga dari mereka untuk bertemu dengan wakil sekretaris kantor pengaduan. Menjelang malam, masalah tampaknya telah diselesaikan, dan para praktisi pulang ke rumah masing-masing.
Respons PKT
Meskipun sistem pengaduan di Tiongkok seharusnya memberikan harapan bagi mereka yang diperlakukan tidak adil, seperti semua peraturan di Tiongkok, PKT berdiri di atas hukum.
Pada 20 Juli 1999, atas perintah Jiang, PKT melancarkan penangkapan besar-besaran terhadap para praktisi Falun Gong dan memulai penganiayaan brutal untuk memberantas latihan ini. Penganiayaan ini berlanjut hingga hari ini, termasuk pembunuhan praktisi untuk diambil organnya demi industri transplantasi organ yang dijalankan negara di rumah sakit militer dan sipil.
Pejabat PKT sering mengklaim bahwa permohonan di Zhongnanhai adalah “pengepungan” terorganisir yang mengancam para pemimpin nasional. Sayangnya, beberapa pemerintah dan media Barat masih merujuk pada narasi palsu ini sebagai alasan pelarangan Falun Gong.
Mengapa ’25 April’ Penting?
Rezim komunis Tiongkok tidak menerima supremasi hukum, hak asasi manusia fundamental, atau kewajiban mereka dalam perdagangan dan perjanjian internasional, dan merupakan ancaman terhadap keamanan nasional dan kebebasan yang dinikmati oleh semua negara Barat. Ini bukanlah masalah politik; ini adalah masalah kemanusiaan—tantangan dalam mempertahankan nilai-nilai kemanusiaan, kebaikan, dan ketulusan yang melekat dalam diri manusia.
Shi Caidong, kandidat doktor di Akademi Ilmu Pengetahuan Tiongkok, adalah salah satu dari tiga praktisi Falun Gong yang diundang masuk ke dalam kompleks Zhongnanhai oleh Perdana Menteri Zhu. Kemudian, setelah penganiayaan dimulai, Shi menyaksikan rekan akademisnya dikirim ke kamp kerja paksa bahkan hingga disiksa sampai mati. Ia terus-menerus dilecehkan dan ditangkap, hingga akhirnya melarikan diri ke Amerika Serikat sebagai akademisi tamu di sebuah universitas.
Pada tahun 2010, ketika diwawancarai oleh Minghui.org tentang pengalamannya, Shi berkata:
“Ketika seseorang benar-benar memahami kebenaran, ia dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Pilihannya tidak akan berubah karena tekanan atau godaan. … Saya akan kembali berdiri untuk membela kebenaran dan berusaha memenangkan hak bagi semua orang untuk menjadi orang baik.”
“25 April” merupakan awal dari gerakan perlawanan damai yang sedang mengubah Tiongkok dari dalam. Dengan mewujudkan prinsip-prinsip Falun Gong, para praktisi membantu ratusan juta rakyat Tiongkok untuk terhubung kembali dengan akar budaya mereka dan melihat masa depan tanpa komunisme.
Ini juga merupakan awal dari kehancuran PKT, karena serangan tidak rasional dan membabi buta terhadap Falun Gong menjadi semakin ekstrem, memperlihatkan sifat jahat dan tidak manusiawi rezim ini kepada dunia. Dunia kini memiliki pilihan yang jelas mengenai apa yang akan mereka dukung dan masa depan seperti apa yang mereka pilih untuk rakyat mereka.
Kebenaran dan keadilan pada akhirnya akan menang.
John A. Deller adalah anggota Himpunan Falun Dafa Australia